Mengenang G30S/PKI, Ini Rekam Jejak Gerakan PKI di Kota Cirebon yang Jarang Diketahui
Di Kota Cirebon ternyata di masa lalu sempat memiliki cerita terkait pemberontakan dari gerakan partai berlambang palu-arit tersebut.Bahkan kejadian pemberontakan tersebut terjadi dua tahun sebelum terjadi di Kota Madiun
Jejak Partai Komunis Indonesia (PKI) masih mengakar kuat di benak masyarakat. Bahkan kisahnya selalu menjadi perbincangan yang tak pernah lekang dimakan zaman.
Gerakan PKI ternyata juga pernah terjadi di kota Cirebon.Kejadian pemberontakan di kota yang berbatasan langsung dengan Jawa Tengah ini bahkan berlangsung selama dua tahun.
-
Apa komitmen PKB terkait Pilgub Jabar? PKB sudah lama berkomitmen mengambil poros yang berlawanan dengan Ridwan Kamil. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PKB Syaiful Huda membeberkan bahwa partainya berkomitmen untuk selalu memilih poros yang berlawanan dari Ridwan Kamil.
-
Kenapa Padi Salibu dilirik Pemprov Jabar? Padi dengan teknologi salibu saat ini tengah dilirik Pemprov Jabar sebagai upaya menjaga ketahanan pangan.
-
Apa yang disampaikan oleh PKS terkait putusan MK ? "Putusan tersebut harus kita hormati sekaligus menjadi penanda dari ujung perjuangan konstitusional kita di Pilpres tahun 2024,”
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Apa yang diumumkan oleh BPBD DKI Jakarta? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengumumkan, cuaca ekstrem berpotensi melanda Ibu Kota hingga 8 Maret 2024.
-
Kenapa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan keringanan PBB? Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan keringanan PBB dengan tujuan untuk: Membantu masyarakat: Terutama bagi mereka yang mengalami kesulitan ekonomi. Meningkatkan kepatuhan wajib pajak: Dengan memberikan kemudahan, diharapkan semakin banyak wajib pajak yang taat membayar pajak. Mendukung pertumbuhan ekonomi: Keringanan pajak dapat mendorong aktivitas ekonomi dan investasi.
"Data yang saya dapat dari situs sejarah TNI mengungkapkan tanggal 9 Februari 1946 rombongan PKI dan Laskar Merah dari luar kota tiba di Stasiun Kereta Api Cirebon," ujar Sejarawan Cirebon Nurdin M Noor, dalam catatan yang diterima, Selasa (29/9) dilansir dari Liputan6.
Dimulai dari Isu Pelucutan Senjata
Cirebonkota.go.id ©2020 Merdeka.com
Nurdin mengungkapkan bahwa pemberontakan dimulai saat rombongan yang mengatasnamakan PKI dan Laskar Merah datang dan menginap di Hotel Rubberink atau Grand Hotel Cirebon.
Ketika itu rombongan datang dengan membawa isu bahwa Polisi Tentara telah melucuti senjata dari pasukan Laskar Merah yang baru tiba dari Jawa Tengah.
Tak berselang lama setelah kabar tersebut muncul, Letda D Sudasono yang merupakan bagian dari Polisi Tentara datang ke stasiun Cirebon guna memastikan kebenaran isu tersebut.
Saat hendak menemui Bintara Jaga di stasiun, ia dihujani dengan tembakan-tembakan dari pasukan Laskar Merah dan akhirnya ditawan serta dibawa ke Markas Polisi Tentara Kabupaten di Hotel Phoenic.
Kota Cirebon Dikuasai Laskar Merah
Pasca penawanan dari Letda D Sudasono, para pasukan PKI dan Laskar Merah berupaya menguasai pemerintahan di Kota Cirebon. Bahkan mereka melucuti kekuatan bersenjata di kawasan tersebut, serta menahan para pasukan tentara.
Selain itu kelompok tersebut juga melakukan tindakan perampokan serta menguasai bangunan-bangunan vital di Kota Cirebon.
"Seluruh kota dikuasai oleh Laskar Merah, tindakan-tindakannya semakin brutal, merampok dan menguasai gedung-gedung vital," kata Nurdin.
Upaya Perundingan
Saat suasana semakin genting, Panglima II/Sunan Gunung Jati Kolonel Zainal Asikin Yudadibrata mencoba mengambil tindakan dengan mengirim utusan untuk berunding dengan Mr Mohamad di Hotel Ribrink.
Dalam upaya perundingan tersebut tersampaikan beberapa kesepakatan yakni rombongan PKI berjanji akan menyerahkan senjata-senjata hasil lucutan pada esok hari. Namun kesepakatan tersebut gagal lantaran PKI tidak menepati janji untuk menyerahkan senjata rampasan.
Melakukan Penyerangan
Pasca kejadian tersebut membuat Panglima Divisi II meminta bantuan pengiriman pasukan ke Cirebon dari Komandan Resimen Cikampek. Beberapa waktu kemudian sebanyak 600 prajurit Banteng Taruna pimpinan Mayor Banuhadi tiba di Cirebon.
Pada 13 Februari 1946 serangan pertama pun pecah, gabungan Tentara Republik Indonesia (TRI), Polisi Tentara beserta pasukan lainnya berupaya merebut lokasi pertahanan dari para PKI di markas pemberontakan Hotel Ribrink.
"Akhirnya tanggal 13 Februari 1946 dilakukan penyerbuan yang pertama oleh pasukan gabungan dari TRI, Polisi Tentara dan pasukan lain untuk merebut pos-pos pertahanan PKI dan Markas pemberontakan di Hotel Ribrink," ujar Nurdin.
Menyerah
Walaupun sempat gagal akibat kurangnya persenjataan dari TRI, namun di hari berikutnya (13 Februari 1946) dilakukan penyerangan kembali dengan membuahkan kemenangan di bawah komando Komandan Resimen Cikampek, Kolonel Moefreini Moekmin.
"Sehingga pasukan PKI menyerah. Pimpinan pemberontak Mr Mohamad Joesoep dan Mr Suprapto berhasil ditangkap kemudian diajukan ke pangadilan tentara," ujar dia.
Dua tahun kemudian pada 19 September 1948, Muso menyatakan diri sebagai presiden sebuah negara komunis bernama Republik Soviet Indonesia yang berbasis di Kota Madiun, Jawa Timur.
Merebut Simpati Masyarakat Cirebon
Sementara itu, Sejarawan Cirebon lainnya Akbarudin Sucipto mengungkapkan saat PKI berada di Kota Cirebon mereka berupaya menyusun strategi yang sistematis. Mereka melakukan pendekatan secara kultural kepada masyarakat di wilayah Cirebon.
Upaya tersebut melupakan langkah strategis untuk merebut simpati dari seluruh lapisan masyarakat di kota udang tersebut.
"Di Cirebon sistem pergerakan PKI berbeda dengan pola pergerakan PKI di tempat lain. Saya melihat PKI di Cirebon juga melakukan pendekatan kultural. Artinya mereka berani membaur dengan masyarakat," kata Akbar.
Menurutnya cara tersebut dipakai berkenaan dengan tingginya tingkat persaingan antara PKI, Masyumi, Nahdatul Ulama serta PNI yang juga ikut melakukan kampanye secara masif melalui pendekatan kultural di Kota Cirebon.
"Saat Kota Cirebon menjadi kota yang menyelenggarakan pemilu, walaupun pada saat itu jumlah kontestan banyak, di situ ada PKI. Tapi yang memang terlihat berkonflik PKI dan Masyumi. Entah saling ejek atau semacamnya. Tapi tidak sampai ribut," jelas Akbar.
Memasuki Struktur Pemerintahan
Selain melakukan pendekatan terhadap masyarakat, PKI juga sempat masuk ke struktur pemerintahan di Kota Cirebon. Anggota PKI menduduki posisi strategis salah satunya Raden Slamet Ahmad (RSA) Prabowo bin Ki Hatmo, yang menjadi Wali Kota Cirebon periode 1960 hingga 1965.
Raden Prabowo kala itu memiliki keleluasan untuk berkomunikasi dengan Komite Central PKI. Hal ini, lanjutnya, menjadi bukti kalau PKI pernah jadi partai besar di Cirebon.
"Kemudian di Cirebon sampai dengan meletusnya Gerakan 30 September 65 saja, Wali Kota Cirebon Raden Prabowo itu fungsionaris PKI," ujarnya.
Bahkan lanjut Akbar, para kader serta simpatisan dari PKI sempat melakukan doktrin terhadap anak-anak di wilayah Cirebon, Melalui propaganda-propaganda dari PKI.
Meski sempat menjadi partai dengan basis massa cukup besar di Cirebon, pengaruh PKI di kota udang seakan redup setelah peristiwa G30S PKI. Orang-orang yang dianggap sebagai kader ataupun simpatisan PKI, ditangkap serta diadili.