10 Masalah Sosial dalam Rapor Merah Anies Baswedan dari LBH Jakarta
Dalam rapor merah tersebut, LBH Jakarta menyoroti sepuluh permasalahan yang berangkat dari kondisi faktual warga DKI Jakarta. Pertama, buruknya kualitas udara Jakarta yang sudah melebihi Baku Mutu Udara Ambien Nasional (BMUAN).
LBH Jakarta telah menyerahkan rapor merah atas 4 tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Rapor merah tersebut diterima oleh bagian Kesbangpol, Asisten Pemerintahan Sigit Wijatmoko.
Dalam rapor merah tersebut, LBH Jakarta menyoroti sepuluh permasalahan yang berangkat dari kondisi faktual warga DKI Jakarta. Pertama, buruknya kualitas udara Jakarta yang sudah melebihi Baku Mutu Udara Ambien Nasional (BMUAN).
-
Siapa yang dijemput Anies Baswedan? Calon Presiden (Capres) nomor urut satu Anies Baswedan mendatangi kediaman Calon Wakil Presiden (Cawapres) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin di Jalan Widya Chandra IV Nomor 23, Jakarta Selatan, Jumat (22/12).
-
Siapa kakek dari Anies Baswedan? Sebagai pria berusia 54 tahun, Anies Baswedan adalah cucu dari Abdurrahman Baswedan, seorang diplomat yang pernah menjabat sebagai wakil Menteri Muda Penerangan RI dan juga sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia.
-
Apa yang disampaikan Anies Baswedan di sidang perdana PHPU? "Karena memang sebagai prinsipal di awal kami hadir menyampaikan pesan pembuka sesudah itu nanti disampaikan lengkap oleh tim hukum," kata Anies, kepada wartawan, Rabu (27/3).
-
Apa yang disindir Anies Baswedan tentang Gubernur DKI? Anies Sindir Ada Gubernur DKI Tak Tuntas Janji Jabat 5 Tahun: Jangan Hukum Saya Capres Anies Baswedan menyinggung soal pemimpin yang tidak memenuhi janjinya.
-
Apa yang dikatakan Anies Baswedan dalam video yang beredar? "Dengan kekalahan saya pada pemilu presiden yang lalu, saya memutuskan untuk menjadi gamer," Anies terlihat mengatakan hal itu dalam sebuah video yang beredar."Untuk itu saya akan memperkenalkan gim yang saya mainkan, Honor of Kings."
-
Kapan Anies Baswedan dilahirkan? Ia lahir pada tanggal 7 Mei tahun 1969, di Desa Cipicung, Kuningan, Jawa Barat.
Berita Anies Baswedan lainnya, bisa dibaca di Liputan6.com
"Hal ini disebabkan oleh abainya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan," kata Pengacara Publik LBH Jakarta Charlie Albajili, dalam siaran pers yang diterima, Senin (18/10).
Kedua, sulitnya akses air bersih di Jakarta akibat swastanisasi air. Permasalahan ini utamanya dapat ditemui pada pinggiran-pinggiran kota, wilayah padat penduduk, dan lingkungan tempat tinggal masyarakat tidak mampu di Ibukota.
"Selain aksesnya yang sulit, kualitas air di DKI Jakarta kian hari kian buruk, pasokan air yang kerap terhambat akibat kecilnya daya jangkau air, mutu/kualitas air yang buruk, dan memburuknya kualitas air tersebut tentu saja akan berakibat pada air yang tidak layak digunakan atau dikonsumsi oleh masyarakat," katanya.
Ketiga, penanganan banjir yang belum mengakar pada beberapa penyebab banjir. Banjir Jakarta, katanya, sebenarnya bukan hanya satu tipe banjir saja, namun terdapat tipe banjir hujan lokal. Tetapi, tegasnya, Pemprov DKI masih menyikapi banjir karena luapan sungai.
"Sehingga fokus penanganan ada pada aliran sungai di wilayah Jakarta yakni menghilangkan hambatan pada aliran sungai dari hulu ke hilir di wilayah DKI Jakarta dan masih tetap cenderung pada pengerasan (betonisasi). Pada beberapa Peraturan Kepala Daerah pun masih ditemukan potensi penggusuran dengan adanya pengadaan tanah disekitar aliran sungai," tegasnya.
"Keempat, penataan kampung kota yang belum partisipatif. Community Action Plan (CAP) merupakan rencana aksi penataan Kampung Kota dengan pendekatan partisipasi Warga. Rencana aksi ini merupakan salah satu dari 23 janji kampanye Anies Baswedan saat menjadi kontestan dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 silam," sambungnya.
Sebagai informasi, salah satu contoh penerapan penataan Kampung Kota dengan menggunakan pendekatan CAP adalah Kampung Akuarium. Namun dalam penerapannya tidak seutuhnya memberikan kepastian hak atas tempat tinggal yang layak bagi warga Kampung Akuarium.
Kelima, lanjutnya, ketidak seriusan Pemprov DKI Jakarta dalam memperluas akses terhadap bantuan hukum. Hal ini dapat dilihat dengan kekosongan aturan mengenai bantuan hukum pada level Peraturan Daerah di DKI Jakarta.
"Kekosongan aturan inilah melahirkan berbagai dampak seperti lepasnya kewajiban pendanaan oleh Pemprov DKI Jakarta bagi bantuan hukum melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan penyempitan akses bantuan hukum bagi masyarakat miskin, tertindas dan buta hukum," tegasnya kembali.
Poin keeenam yaitu terkait sulitnya memiliki tempat tinggal di Jakarta. Pada awal masa kepemimpinannya, Anies mengeluarkan kebijakan penyelenggaraan rumah uang muka atau DP 0 persen ditargetkan membangun sebanyak 232.214 unit, kemudian dipangkas tajam sehingga ditargetkan hanya membangun 10 ribu unit.
LBH Jakarta saat itu mengapresiasi hal ini. Di mana diperuntukkan untuk warga berpenghasilan strata pendapat 4-7 juta. "Kemudian diubah menjadi strata pendapatan 14 juta. Perubahan kebijakan yang cukup signifikan itu telah menunjukan ketidakseriusan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk memenuhi janji politiknya semasa kampanye," katanya.
Ketujuh, belum ada bentuk intervensi yang signifikan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait permasalahan yang menimpa masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Padahal, menurutnya, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan wilayah dengan karakteristik dan kompleksitas kerentanan yang jauh berbeda dengan masyarakat yang tinggal di wilayah lain.
Kedelapan, LBH Jakarta menilai tentang penanganan pandemi yang masih setengah hati. Sebagaimana diketahui, wilayah DKI Jakarta merupakan episentrum nasional penyebaran Covid-19 dan diperlukan bentuk penanganan yang tepat guna dan tepat sasaran.
"Sayangnya capaian 3T Pemprov DKI justru masih rendah di masa krisis. Pelaksanaan vaksinasi untuk kelompok prioritas juga lambat, dan justru ditemukan banyak penyelewengan booster vaksin untuk pihak tidak berhak," tegasnya
Sementara itu poin sembilan adalah prihal penggusuran. Ironisnya, perbuatan tersebut dijustifikasi dengan menggunakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak memiliki perspektif HAM. Peraturan Gubernur DKI Nomor 207 Tahun 2016 Tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin Yang Berhak merupakan salah satu ketentuan yang digunakan oleh Pemprov DKI untuk melakukan penggusuran dengan dalih memberikan kepastian hukum pelaksanaan penertiban terhadap pemakaian/penguasaan tanah tanpa izin yang berhak.
"Pergub yang ditetapkan pada masa Gubernur Basuki T. Purnama tersebut justru dipertahankan dan digunakan hingga saat ini oleh Pemprov DKI Jakarta dalam beberapa kasus penggusuran paksa yang menimpa warga Menteng Dalam, Pancoran Buntu II, Kebun Sayur, Kapuk Poglar, Rawa Pule, Guji Baru, dan Gang Lengkong Cilincing,".
"Kesepuluh, reklamasi yang masih terus berlanjut. Ketidakkonsistenan mengenai penghentian reklamasi dimulai ketika pada 2018 Anies menerbitkan Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta (Pergub DKI 58/2018) yang menjadi indikasi reklamasi masih akan berlanjut dengan pengaturan mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan reklamasi serta penyebutan pengembang reklamasi sebagai 'perusahaan mitra'," bebernya.
Tak berhenti di situ, menurut Charlie poblem lain muncul ketika pencabutan izin 13 pulau reklamasi dilakukan secara tidak cermat dan segera. Pemprov DKI Jakarta tidak memperhatikan syarat-syarat yang diperlukan untuk mencabut izin pelaksanaan reklamasi bagi perusahaan-perusahaan.
"Selain itu pencabutan tanpa didahului transparan dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Ketiadaan kajian tersebut terlihat kompromistis karena Anies tetap melanjutkan 3 pulau lainnya. Walhasil gelombang gugatan balik dari pengembang pun terjadi," pungkasnya.
Baca juga:
LBH Jakarta Sebut Anies Masih Pertahanan Aturan Penggusuran Era Ahok
LBH Jakarta Nilai Anies Hanya Gimik dalam Pencabutan Izin Reklamasi
LBH Serahkan Rapor Merah 4 Tahun Kepemimpinan Anies Baswedandi Jakarta
DPRD dan DKI Bisa Diskusi, Wagub Riza Harapkan Tak Perlu Interpelasi soal Formula E
Ke Balaikota, LBH akan Serahkan Rapor Anies di Bidang Ekonomi-Sosial Budaya