Ahok angkat tangan soal pengembang nakal di proyek reklamasi
Sikap lepas tangan Ahok ini mendapat protes dari anggota DPD RI.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, pihaknya tak bisa melarang para pengembang yang telah mendapatkan hak mereklamasi pulau, untuk tidak memasarkan properti yang akan dibangun di pulau-pulau reklamasi tersebut.
Pasalnya, sebagaimana watak para pengusaha pada umumnya, urusan profit tentulah menjadi hal utama yang menjadi tujuan para pengembang tersebut.
"Susah kalau kayak gitu. Seluruh pengembang pasti ingin masarin," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jum'at (15/5).
Ahok mengatakan, para pengembang melakukan pemasaran properti yang akan di bangunannya itu dengan tujuan menganalisa daya tarik masyarakat, sehingga bisa menentukan harga properti di kemudian hari.
"Itu strategi, dia pinter," ujar Ahok.
Sejumlah kalangan memang mempermasalahkan jika para pengembang itu menjadi aktor dominan dari tujuan reklamasi pulau itu sendiri, daripada tujuan pembangunan yang sebenarnya. Namun Ahok mengatakan, dalam hal ini Pemprov DKI hanyalah regulator, yang memberikan izin reklamasi kepada para pengembang tersebut.
Menurutnya, hal itu sudah diatur dengan berlandaskan Peraturan Daerah Nomor 121 Tahun 2012, tentang Penataan Ruang Reklamasi Kawasan Pantai Utara Jakarta, serta Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Utara Jakarta.
"Pengembang itu enggak bodoh, dia ingin tahu siapa yang berminat beli. Kita Pemprov DKI baru bisa tangkap kalau dia salah, dia enggak bangun," ujar Ahok.
Sebelumnya, dalam pernyataan tertulisnya yang disebarkan kepada media, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari DKI Jakarta, Fahira Idris, mempermasalahkan adanya isu PT Muara Wisesa Samudra selaku pengembang yang memiliki hak untuk mereklamasi Pulau G, telah memulai tahapan pemasaran properti di pulau yang rencananya akan dinamai Pluit City.
Padahal perusahaan tersebut baru memperoleh izin reklamasi, dan belum sama sekali melengkapi persyaratan administrasi untuk memulai pembangunan atau melakukan pemasaran. Tindakan ini dinilai menyalahi Peraturan Gubernur (Pergub) DKI, Nomor 88 Tahun 2008 Tentang Pemasaran Properti.