Ahok ngotot tagih kontribusi tambahan 15 persen dari NJOP reklamasi
Pembayaran kontribusi tambahan tersebut diatur dalam perjanjian antara Pemprov DKI Jakarta dengan para pengembang.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memutuskan untuk tetap menarik kontribusi tambahan dari para pengembang yang memegang izin reklamasi di Teluk Jakarta. Tidak tanggung-tanggung, pengembang harus membayar sebesar 15 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP) hasil pengurukan laut tersebut.
Padahal, Peraturan Daerah terkait reklamasi yang mengatur pembayaran kontribusi tambahan sebesar 15 persen tersebut belum disahkan. Bahkan ini menjadi salah satu alasan mengapa Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi terlibat dalam kasus suap. Karena politisi Gerindra ini berencana untuk menurunkan angka tersebut menjadi 5 persen.
Basuki atau akrab disapa Ahok menjelaskan, pembayaran kontribusi tambahan tersebut diatur dalam perjanjian antara Pemprov DKI Jakarta dengan para pengembang. Sedangkan adanya angka 15 persen tersebut didapatkan berdasarkan pengalamannya PT Pembangunan Jaya Ancol dengan Pemprov DKI Jakarta.
Kerja sama dengan badan usaha milik daerah (BUMD) tersebut menggunakan mekanisme bagi hasil 70-30. Di mana Pemprov DKI Jakarta sebagai pemegang hak pengelolaan lahan (HPL) mendapatkan 30 persen dari deviden setiap tahunnya.
Ahok mengungkapkan, perlu rumus baru untuk mendapatkan bagi hasil yang lebih jelas dari hasil kerja sama tersebut. Sebab permasalahan keuntungan sangat sulit untuk melakukan verifikasi. Alhasil dilakukan perhitungan, sehingga muncul angka 15 persen dari NJOP.
"Dari tanah yang dijual dihitung berapa tahun, dapat lah angka 15 persen NJOP, makanya dengan NJOP saya aman. Loe mau ngaku rugi kek. Loe mau ngaku untung. Gue gak mau tau. Pokoknya setiap tanah yang lo jual NJOP," tegasnya di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (12/5).
Mantan Bupati Belitung Timur ini mengungkapkan, kasus ini menjadi titik balik mengapa dirinya memutuskan memasukkan angka 15 persen dalam Raperda terkait reklamasi dan perjanjian perpanjangan izin ini. Karena dengan dana tersebut Pemprov DKI Jakarta memiliki dana yang cukup melakukan pembangunan.
Dengan demikian, Ahok menegaskan tidak pernah ada barter yang dilakukan antara Pemprov DKI Jakarta dengan para pengembang pemegang izin reklamasi. Semuanya diatur dalam kontrak perjanjian sebelum melakukan perpanjangan izin.
Sejauh ini setidaknya sudah ada tiga pengembang yang melakukan perjanjian ini, PT Agung Podomoro Land, PT Pembangunan Jaya Ancol dan PT Jakarta Propertindo.
Mengingat dana ini cukup penting dalam melakukan pembangunan infrastruktur di Jakarta, Ahok mengupayakan aturan main ini walaupun tanpa landasan hukum kuat. Sebab dia pesimis tanpa adanya kontribusi tambahan ini pembangunan infrastruktur akan terkendala.
"Loe mau kerjain dulu baru gue kasih izin nah dia kerjain dulu rusun semua, Podomoro kerjain dulu, baru kasih izin. Jadi bukan barter 15 persen loh, kalau gak ada 15 persen mati saya," tutupnya.