Dinas perumahan tegaskan tak tahu lahan Cengkareng masuk aset DKI
BPN mengeluarkan sertifikat lahan yang akan dijadikan rusun tersebut atas nama Toeti Noeziar Soekarno.
Pembelian lahan Cengkareng oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah DKI Jakarta kini menjadi masalah. Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PKK), Sukmana, mengatakan saat membeli memang tidak diketahui lahan itu adalah aset Pemerintah Provinsi DKI.
Hal tersebut, kata Sukmana, pihaknya tidak diberi tahu soal informasi tersebut. Padahal untuk membeli lahan melewati sejumlah prosedur dan koordinasi dengan instansi terkait.
Sukmana menjelaskan, Dinas Perumahan akhirnya membeli lahan seluas 4,6 hektar itu dengan melihat Sertifikat Hak Milik (SHM) dari Badan Pertanahan Negara (BPN). BPN mengeluarkan sertifikat lahan yang akan dijadikan rusun tersebut atas nama Toeti Noeziar Soekarno.
"Jadi gini, kita waktu tidak tahu sama sekali tanah itu katanya milik dinas KPKP. Tidak ada info sama sekali, kita kan koordinasi cukup lama ya untuk membeli tanah itu. Kita sudah membeli berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan dari BPN," kata Sukmana saat dihubungi, Kamis (1/7).
Ternyata, setelah dibayar baru diketahui lahan tersebut pernah dibebaskan Dinas KPKP pada 1957 dan dicatat sebagai asetnya di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah DKI.
"Terus informasi dari bawah kelurahan kecamatan tidak terinformasikan. Nah setelah dibayar ada informasi katanya pernah dibebaskan 1957 oleh Dinas Pertanian. Setelah dibayar baru tahu," terangnya.
Mengetahui ada tumpang tindih soal status kepemilikan lahan itu, lanjut dia, pihak Dinas Perumahan komplain kepada Toeti. Toeti menegaskan dirinya adalah pemilik sah lahan tersebut karena memiliki sertifikat yang dikeluarkan BPN.
"Nah, itu kan saya begitu dapat informasi tanah itu terindikasi tumpang tindih, saya komplain sama si penjual, kenapa terindikasi tumpang tindih? Terus si penjual bergerak tidak terima saya komplain kan. Bahwa dia menjual itu karena sertifikat sah yang dikeluarkan BPN," tandas Sukmana
Selain itu, menurut Sukmana, Toeti juga melakukan upaya hukum dan menggugat Dinas KPKP ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena merasa dirugikan. Sebagai pemilik sah lahan, Toeti mengklaim nama baiknya tercemar dituding sebagai penyerobot lahan.
Dalam salah satu poin gugatan, Toeti meminta Pemprov DKI Rp 200 miliar sebagai ganti kerugian imaterial yang dialaminya. Dia juga meminta agar catatan aset atas lahan Cengkareng untuk dihapus.
"Terus namanya merasa tercemar lah, karena terindikasi penyerobotan atau pemalsuan. Begitu dia denger menggugat Dinas Pertanian di pengadilan," pungkasnya.