DPR: WN China tak boleh main-main dengan negara kita
"Ketegasan Ditjen Imigrasi tersebut adalah bentuk penegakan wibawa Bangsa Indonesia di dunia internasional."
Penetapan tersangka terhadap 5 Warga Negara Tiongkok yang melakukan pengeboran ilegal di Halim Perdanakusumah oleh Ditjen Imigrasi patut diapresiasi. Dalam waktu yang relatif singkat Ditjen Imigrasi telah bisa mengambil kesimpulan penting bahwa telah terjadi pelanggaran hukum keimigrasian dalam kasus tersebut.
Anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan penetapan tersangka tersebut memupus keraguan publik yang sempat khawatir akan adanya intervensi dari pihak-pihak tertentu kepada Ditjen Imigrasi. Hal ini dikarenakan pengeboran tersebut terkait dengan proyek kereta cepat yang nilai investasinya sangat besar.
"Ketegasan Ditjen Imigrasi tersebut adalah bentuk penegakan wibawa Bangsa Indonesia di dunia internasional. Pesan yang disampaikan adalah siapapun termasuk WN Tiongkok tidak boleh main-main dengan negara kita, karena kita tidak akan pernah mentolerir setiap bentuk pelanggaran hukum dan perundang-undangan," ujarnya kepada wartawan, Jakarta, Senin (9/5).
Meski demikian, masalah utama Ditjen Imigrasi yakni kurangnya jumlah SDM pegawai imigrasi tetap harus dicarikan jalan keluar. Sehebat-hebatnya kerja mereka, kalau kalah jumlah akan tetap sulit mencegah kebobolan.
"Saatnya Menpan RB mencabut moratorium penerimaan PNS di Ditjen Imigrasi," tandasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F Sompie mengungkapkan pihaknya telah menetapkan 5 WN China yang melakukan pengeboran ilegal di sekitar pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma pada Selasa 26 April lalu sebagai tersangka.
"Ini berdasarkan penyidikan yang dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) kantor Imigrasi Kelas I Jakarta Timur," ujar Ronny di Jakarta, Sabtu (7/5).
Dari kelima tersangka tersebut hanya empat tersangka yang memiliki Kartu Identitas (KITAS). Namun KITAS yang dimiliki oleh keempat tersangka tersebut tidak sesuai dengan jabatan dan pekerjaannya masing-masing.
"Satu tersangka lainnya memang mempunyai visa, tapi itu visa kunjungan sosial budaya saja. Satu tersangka yang bersangkutan ini jelas ada di lokasi kerjaan itu," ucap dia.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh pihak Direktorat Jenderal Imigrasi, kelima tersangka tersebut terbukti melanggar pasal 122 huruf (a) Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal sebanyak Rp 500 juta.