Fakta Tak Terungkap di Balik Heboh Proyek Sodetan Ciliwung Disebut Mangkrak
Proyek itu dibangun untuk mengurangi limpahan air yang mengalir di Kali Ciliwung. Ketika musim penghujan, limpahan air tak terkendali itu bisa menyebabkan banjir. Lama tak terdengar, proyek ini tiba-tiba disebut Jokowi mangkrak selama enam tahun.
Senyum Mardjono sangat lepas kini. Dia lega melihat warganya telah hidup tentram. Siang itu, dia coba mengingat kembali perjuangan warga di tahun 2014 silam. Saat warga berdemo menolak proyek Inlet Sodetan Kali Ciliwung di wilayahnya.
Proyek itu dibangun untuk mengurangi limpahan air yang mengalir di Kali Ciliwung. Ketika musim penghujan, limpahan air tak terkendali itu bisa menyebabkan banjir.
-
Kapan Presiden Jokowi meresmikan Bandara Panua Pohuwato? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan Bandar Udara Panua Pohuwato di Provinsi Gorontalo.
-
Bagaimana pengaruh Presiden Jokowi pada Pilkada Jateng? Peta kompetisi Pemilihan Gubernur Jawa Tengah berdasarkan temuan survei ini tampak masih cair. Semua kandidat masih berpeluang untuk saling mengungguli. Selain faktor popularitas calon, faktor Jokowi Effect, melalui tingkat kepuasan kepada presiden dapat berpengaruh," imbuh dia.
-
Apa yang menjadi sorotan utama Presiden Jokowi tentang pangan di Indonesia? Sebelumnya, Presiden Jokowi pernah menyoroti permasalahan pangan di Indonesia, bahwa permintaan selalu meningkat karena populasi yang terus bertambah.
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Apa isi dari gugatan terhadap Presiden Jokowi? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Siapa yang menggugat Presiden Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
merdeka.com menemui Mardjono di rumahnya yang terletak di Gang Sensus, Bidaracina, Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (31/1). Mardjono selaku Ketua RT 09 RW 04, menceritakan perjuangan warga saat mengetahui akan ada pembangunan proyek Sodetan Kali Ciliwung.
Dia mengisahkan, semua berawal dari kunjungan Joko Widodo (Jokowi) yang kala itu menjabat Gubernur DKI Jakarta mendampingi Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) sekitar tahun 2013. Di tahun ini, menjadi ujian pertama Jokowi saat menjadi gubernur. Karena banjir besar melanda Jakarta.
SBY kemudian mengajak Jokowi untuk mendatangi area bantaran Ciliwung yang berlokasi di sekitar Jatinegara-Kampung Melayu. Di situlah tercetus wacana pembangunan sodetan di Kali Ciliwung.
"Itu sudah ada pembahasan, pas awalnya Pak SBY dateng sama Pak Jokowi ke sini. Pas Pak Jokowi masih Gubernur itu sudah bahas bakal ada sodetan di sini. Tapi enggak tahu gimana rencananya, belum ada informasi, yang dibebaskan berapa aku gak ngerti," ucap Mardjono.
Sepengetahuannya, warga kala itu menyambut baik. Apalagi jika memang bisa mengatasi banjir di Ibu Kota. Hampir setahun, warga tak lagi mendengar kelanjutan wacana kala itu.
Selang satu tahun kemudian. Kira-kira tahun 2014, ketika era kepemimpinan beralih di DKI Jakarta. Tepat saat Jokowi berganti dengan wakilnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mendadak situasi memanas.
Pemicunya, ada pemberitahuan oleh Pemprov DKI terkait rencana pembangunan Sodetan yang ternyata memakan puluhan rumah di RW 04. Lewat sketsa awal, pembangunan membentang mulai jalan Raya Otista III, Jatinegara, mengambil sebagian lahan SPBU dan berbelok ke belakang menuju permukiman warga.
Sejak saat itulah, warga Mardjono mengibarkan bendera perlawanan. Mereka menolak keras. Apalagi informasi beredar, tak ada kompensasi diterima warga atas proyek itu. Alasannya, warga menempati tanah milik Pemprov DKI.
"Ini gambar lama yang harus diambil alih oleh proyek, nah saat itu kita gak mau digusur tanpa ada kompensasi. Itu 2014, makanya kita mengajukan ke Pengadilan (gugatan)," kata dia.
Warga sepakat melawan melalui jalur hukum. Sidang perdana bergulir pada 2015 di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Tetapi, kenang Mardjono, ada satu momen tak bisa dia lupakan. Masa-masa mencekam di kampungnya pasca warga menolak.
"Baru satu minggu, aku ke Jogja saya dikabari adikku, mas-mas rumah mau digusur semua. Wah kaget saya," ujarnya.
Mardjono menggambarkan, Di pagi buta, seseorang datang ke kampungnya. Desas desus saat itu, puluhan rumah di RW 04 akan terkena imbas. Seperti semua rumah di RT 9 dan RT 8, sebagian RT 02, RT 04, dan RT 10. Kabarnya, untuk merealisasikan proyek sodetan butuh area seluas 1,1 hektare (Ha).
"Jadi pas kita daftar di pengadilan, satu minggu kemudian Pak Ahok datang ke sini. Mobilnya ambulans, banyak banget yang mau gusur, makanya dijawab sama Mbak Astrid (warga), dia paham hukum," katanya.
"Wah pagi-pagi di sini udah masuk orang dari gang-gang ada 6 orang, Nah Mba Astrid ini langsung adang, 'Et bapak dari mana, bapak namanya siapa'. Itu pagi-pagi jam 06.00 Wib," tambah dia.
Singkat cerita, pasca ketegangan saat itu, warga mantap membawa kasus itu ke pengadilan. Perkara pun bergulir di pengadilan. Maka, proses penggusuran terhenti, hingga adanya kepastian hukum di pengadilan.
Pertarungan di Balik Meja Pengadilan
Sebagai saksi hidup dalam sengketa lahan ini, Mardjono selaku salah satu penggugat dalam perkara nomor 321/PDT.G/2015/PN JKT.PST, pada 15 Juli 2015 menggugat Gubernur DKI Jakarta, Kementerian PUPR Cq Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane dan Joko Widodo sebagai mantan Gubernur DKI Jakarta. Dia kembali menegaskan, warga tak menolak dipindah, tapi harus ada yang dikomunikasikan terlebih dahulu.
"Bukan gak mau digusur. Tapi kita gak mau digusur tiba-tiba, padahal kita sudah masuk ke pengadilan duluan," ujarnya.
Sidang bergulir kurang lebih 40-an kali. Hakim akhirnya memutuskan memenangkan warga. Dalam putusan, gugatan para warga diterima dengan mengamanatkan para tergugat agar melakukan ganti rugi biaya tanah dan bangunan sodetan Kali Ciliwung.
Tak sekadar ke PN, warga juga melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan nomor 59/G/2016/PTUN-JKT pada 15 Maret 2016. Pihak penggugat adalah Galuh, Ketua RW 04 Kelurahan Bidara Cina. Lagi-lagi warga menang, dan hakim menyatakan Keputusan Gubernur Pemprov DKI Nomor 2779 Tahun 2015 yang dikeluarkan Ahok tidak sah.
Aturan tersebut berisi tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Nomor 81 Tahun 2014 Tentang Penetapan Lokasi Untuk Pembangunan Inlet Sodetan Kali Ciliwung.
Perkara itu tak lantas selesai. Ahok selaku gubernur DKI mengajukan banding. Sayangnya kembali kalah. DKI lalu mengajukan kasasi pada 2 Juli 2019, ke Mahkamah Agung (MA).
"Kita sidang awal 2014 daftar, baru mulai 2015. Sidang itu, dari 2015-2017 itu baru deal (menang di PT DKI) sama ke PTUN menang juga. Itu katanya proyek gugat lagi (kasasi ke MA)," jelasnya.
Mardjono juga mengenang kekompakan warganya kala proses persidangan. Dia ingat jelas bagaimana warga saling bahu membahu untuk patungan sebagai biaya kebutuhan selama di persidangan, mulai dari membayar lawyer dan lain-lain.
"Kita patungan warga setiap bulan Rp100 ribu, buat kebutuhan di sidang bayar lawyer atau berjaga di wilayah ini. Semuanya iuran, Alhamdulillah menang," tuturnya
Madjono bercerita, kunci kemenangan warga karena sertifikat tanah milik salah satu warga Belanda yang menjadi dasar hukum kepemilikan tanah guna menggagalkan dalih tanah mereka milik Pemprov DKI.
"Karena yang bikin sertifikat itu orang Belanda, kawin sama orang jawa, pas itu nikah kan. Nah dari sekian banyak warga itu, kita pakai sertifikat itu pinjam fotokopinya buat gugat ke Pengadilan. Makanya menang," jelasnya.
Meski, ia sadar kalau belum memiliki sertifikat atas namanya sendiri. Namun, ia bersama warga sudah sejak lama hendak mencoba membuat surat tersebut sebagai legalitas. Jauh sebelum proyek sodetan, namun kerap diperhambat pihak kelurahan dengan dalih itu adalah tanah Pemprov DKI.
"Bukan tanah milik warga, tapi warga mau bikin sertifikat dari dulu. Kadang-kadang di cut (potong) sama kelurahan ini bukan tanah warga situ. Ini tanah Pemda, tapi kan Pemda sendiri digugat sama warga kalah," ucapnya.
Alhasil, dia menilai alasan Pemprov DKI tidaklah kuat. Sehingga untuk saat ini, dirinya bersama warga tengah mencoba kembali mengajukan pembuatan sertifikat. Jika berhasil, secara bergiliran warga lain akan diimbau segera membuat sertifikat.
Pendekatan Anies Pada Warga
Singkatnya memasuki 2019, Anies Baswedan yang saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI memutuskan mencabut kasasi di MA yang dilayangkan di era Ahok. Selanjutnya mencari jalan tengah dengan warga Bidaracina.
"Pak Anies 2017, nah pas putusan ini (putusan lagi proses kasasi). Nah pas itu Pak Anies datang ke kita ngobrol gimana, kita dikumpulin dari setiap RT sama ibu RW. Nah akhirnya muncul nih peta yang baru," katanya mengakui.
"Pak Anies sering ke sini, ketemu Bu RW ketemu warga. Makanya ada komunikasi, dan akhirnya dicarikan solusi. Semuanya RT ketemu sama Ibu RW ,ada Pak Anies datang, akhirnya ada gambar itu keluar di tahun 2021," tambah dia.
Jika dirunut dari 2017 sampai sekitar 2021, akhirnya kesepakatan terjadi antara Pemprov DKI dengan warga atas adanya blueprint pembangunan Inlet Sodetan Kali Ciliwung yang baru. Dengan hanya mengambil lahan empat bangunan, terdiri dari satu musala Al-Makmur dan tiga rumah warga milik Tukidjo, Aminah, dan Atik Surati.
"Karena kita udah punya dua musala, udah punya. Musala yang lama Al Makmur yang kena. Akhirnya uangnya dikasihkan ke Musala Al Hidayah. Dan sisanya buat ambulans warga. (3 rumah warga), Ganti untung, mereka bisa beli rumah lagi yang lebih bagus dibandingkan rumah di pinggir kali," jelasnya.
Mardjono menggambarkan konsep kompensasi warga, setidaknya bisa mendapat tiga kali lipat dari harga normal bangunan. Dengan perhitungan detail yang baik, bahkan sambil berkelakar, ia juga mau digusur kalau konsepnya seperti itu. Meski dia tak menyebutkan berapa ganti untung didapat warga.
"Mau dong, semua rata-rata mau. Asalkan diganti untung bisa beli rumah lagi. Walaupun di Condet, atau Kramat Jati, atau Melipir ke Bekasi. Jadi asalkan gitu ya mau," ucapnya.
Bantah Mangkrak 6 Tahun
Mardjono turut buka suara soal pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut proyek tersebut mangkrak selama enam tahun. Menurut dia, sejak 2021 proses pengerjaan sudah berjalan, tepat setelah ada kesepakatan antara warga dengan Pemprov DKI.
"Dimulai, Agustus 2021 itu baru mulai digaruk-garuk lagi pembangunan. Sampai sekarang, yang katanya April (2023l selesai entar proyeknya," ucapnya.
"Jadi kalau katanya ada Pak Heru selesai semua, enggak. Jadi kita meluruskan di sini," ujarnya.
Hal yang sama juga diakui warga yang tinggal tak jauh dari proyek pembangun Outlet sodetan di KBT atau Kali Cipinang, Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Jatinegara, Jakarta Timur. Warga yang enggan disebutkan namanya itu, mengakui bahwa proyek sudah berjalan sejak 2021.
"Berjalan, sejak dulu. Jadi saat itu gak ada persoalan karena pembangunan masih di area depan (tahap awal). Tapi, pas masuk area belakang, ke rumah itu baru ada (persoalan)," ucapnya.
Pria itu adalah warga yang tinggal ngontrak di sekitar 24 bangunan kontrakan yang ditertibkan. Pengakuannya, saat diminta pindah tak ada penolakan sebab ia hanya mengontrak, sehingga persoalan hanya terjadi dengan pemilik kontrakan.
"Tapi, awal tahun sejak ada imbauan buat pindah. Terus ya udah langsung digusur, mungkin sudah ada deal dengan pemiliknya kan," ucapnya.
Sepengetahuannya, warga yang terpaksa pindah dari kontrakan tersebut ditawarkan menghuni Rusun Cipinang Besar Utara dengan tawaran tiga bulan awal gratis. Namun, dirinya enggan menerima tawaran tersebut dan memilih pindah kontrakan.
(mdk/lia)