Jumat Pagi, Jakarta Nomor Satu di Dunia Jadi Kota Paling Berpolusi
s udara terburuk urutan kedua yaitu Lahore, Pakistan.
Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di angka 184.
Jumat Pagi, Jakarta Nomor Satu di Dunia Jadi Kota Paling Berpolusi
DKI Jakarta menduduki posisi pertama sebagai kota besar paling berpolusi di dunia pada Jumat (24/5) pagi.
Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 05.20 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di angka 184 atau masuk dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2,5 dan nilai konsentrasi 103 mikrogram per meter kubik.
-
Kapan Kota Palembang resmi diakui sebagai kota tertua di Indonesia? Salah satu bukti tertua yang menegaskan status Palembang sebagai kota tertua di Indonesia adalah prasasti Kedukan Bukit, ditemukan di Bukit Siguntang. Prasasti ini, yang berasal dari tanggal 16 Juni 683 Masehi.
-
Apa yang menjadi polutan utama di udara Jakarta saat ini? "Konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 11.9 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO," demikian keterangan situs IQAir tersebut.
-
Apa yang menjadi daya tarik utama dari Kota Tua Jakarta? Kota Tua adalah harta karun sejarah yang tidak boleh dilewatkan ketika kita mengunjungi ibu kota.
-
Apa bukti utama yang menunjuk Kota Palembang sebagai kota tertua di Indonesia? Salah satu bukti tertua yang menegaskan status Palembang sebagai kota tertua di Indonesia adalah prasasti Kedukan Bukit, ditemukan di Bukit Siguntang.
-
Apa bukti yang menunjukkan bahwa Palembang adalah kota tertua di Indonesia? Berdasarkan catatan yang terdapat pada prasasti Kedukan Bukit, kota ini didirikan pada 16 Juni 682 Masehi. Keberadaan prasasti tersebut membuat Palembang menjadi kota tertua di Indonesia, yaitu sudah berusia 1336 tahun.
-
Kapan mata palsu tertua di dunia ditemukan? Mata palsu tertua di dunia ditemukan di Iran. Mata palsu ini ditemukan di "Burnt City" atau "Kota yang Terbakar" pada 2006, berasal dari sekitar tahun 2900-2800 SM. Kota kuno ini juga disebut Shahr-e-Sukhteh. Disebut "kota yang terbakar" karena kota ini hangus dibakar api sekitar tahun 3200 SM.
Angka itu memiliki penjelasan tingkat kualitas udaranya masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif yakni dapat merugikan manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.
Sedangkan kategori sedang yakni kualitas udaranya yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika dengan rentang PM2,5 sebesar 51-100.
Lalu, kategori baik yakni tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika dengan rentang PM2,5 sebesar 0-50.
Kemudian, kategori sangat tidak sehat dengan rentang PM2,5 sebesar 200-299 atau kualitas udaranya dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar. Terakhir, berbahaya (300-500) atau secara umum kualitas udaranya dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi.
Kota dengan kualitas udara terburuk urutan kedua yaitu Lahore, Pakistan di angka 164, urutan ketiga Hanoi, Vietnam di angka 164, urutan keempat Kinshasa, Kongo-Kinshasa di angka 158, urutan kelima Tashkent, Uzbekistan di angka 156, urutan keenam Delhi, India di angka 137.
Urutan ketujuh Tel Aviv-Yavo, Israel di angka 129, urutan kedelapan Cairo City di angka 128, urutan kesembilan Dhaka, Bangladesh di angka 120, dan urutan kesepuluh Baghdad, Iraq di angka 114.
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menerbitkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 593 Tahun 2023 tentang Satuan Tugas Pengendalian Pencemaran Udara sebagai kebijakan untuk mempercepat penanganan polusi udara.
Kemudian, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menambah sembilan stasiun pemantauan kualitas udara (SPKU) di wilayahnya sebagai upaya mempercepat penanganan polusi udara pada 2024.
Kehadiran sembilan SPKU baru ini diharapkan bisa memberikan data kualitas udara yang lebih maksimal dan bisa menjadi rujukan utama semua pihak. Lalu, pada 2025 mendatang Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menargetkan jumlah SPKU di wilayah Jakarta sebanyak 25 alat.
Agar penerapannya maksimal, penyebaran SPKU di seluruh wilayah Jakarta ini juga didukung dengan regulasi lain yang bisa menaikkan kualitas udara Jakarta, salah satunya melalui zona rendah emisi.