Kabar Pasar Rawabening di tengah tren batu akik yang menurun
Omzet para pedagang pun menurun seiring dengan tren batu akik yang juga tak seramai dulu.
Pasar Rawabening atau Jakarta Gems Center (JGC), merupakan salah satu pusat penjualan batu akik. Beragam jenis batu akik dijual di pasar yang terletak di Jatinegara, Jakarta Timur ini seprti bacan, bandan, Sungai Dare, hingga rubi.
Namun, saat ini pamor batu akik sudah meredup. Seiring perkembangan zaman, batu akik mulai ditinggalkan. Padahal pada 2014 hingga 2015, batu akik sempat booming.
-
Apa yang ditemukan di Pasar Batu Akik Tepecik? Pasar Batu Akik Tepecik ini merupakan pusat perdagangan obsidian, sejenis batu akik, dan produk pertanian. Obsidian digunakan dalam pembuatan perkakas dan senjata.
-
Kapan Pasar Batu Akik Tepecik aktif? Pasar Batu Akik Tepecik ini merupakan pusat perdagangan obsidian, sejenis batu akik, dan produk pertanian. Obsidian digunakan dalam pembuatan perkakas dan senjata.
-
Kenapa wisatawan betah berlama-lama di Batu Apung? Destinasi ini cocok dikunjungi oleh para pecinta alam maupun Anda yang ingin menghabiskan waktu bersama keluarga. Wisatawan bisa mengasingkan diri sejenak dari hiruk pikuk kota yang menyita energi. Keindahannya turut membuat siapapun betah untuk berlama-lama.
-
Bagaimana bentuk Batu Wongwongan Lebak? Batu Wongwongan diketahui memiliki ciri unik, yakni berbentuk Yoni tanpa cerat, serta terdiri dari masing-masing muka di setiap sisi yang memiliki kepala arca dan berhias rambut anting-anting dengan kondisi yang telah usang.
-
Apa arti dari nama Batu Batikam? Melansir dari beberapa sumber, Batu Batikam jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia artinya batu yang tertusuk.
-
Kapan Adam Malik Batubara meninggal? Setelah mengabdikan diri untuk bangsa Indonesia, Adam Malik mengembuskan napas terakhirnya di Bandung pada 5 September 1984 karena sakit kanker hati.
Kala itu, gemerlap batu akik sangat menggoda. Peminatnya pun tidak melulu laki-laki saja, banyak wanita yang juga menyukainya.
Lalu, bagaimana kabar Pasar Rawabening setelah pamor batu akik meredup saat ini?
Pantauan Liputan6.com, pasar ini memang tidak terlalu ramai. Beberapa kios nampak tutup. Namun, masih saja ada pecinta batu yang datang kesini.
Penjual batu akik juga masih banyak. Mereka dengan sabar menanti para pembeli. Salah satunya adalah Pak Nana. Pak Nana mengaku, sudah berjualan batu selama 25 tahun.
"Jualan batu gini udah 25 tahun lah kurang lebih," ujar Nana saat berbincang dengan Liputan6.com di Pasar Rawabening, Jakarta Timur, Selasa 3 Februari 2018.
Pasar Rawabening Liputan6.com/Devira PrastiwiMenurut Nana, pada 2014 dan 2015 saat demam batu akik melanda, dagangannya laris manis. Dia pun bisa mendulang untung. Namun, kini kondisinya sudah berbeda. Dagangannya tak lagi diserbu pembeli.
Meski begitu, Nana dan para pedagang lainnya tak lelah menanti pembeli yang datang. Mereka tetap dengan sabar menunggu.
Nana sudah memiliki kios batu akik sendiri. Sehingga, ia hanya membayar untuk kebersihan dan listrik saja.
Dia menceritakan, dagangannya dulu cukup laris manis. Omzet penjualannya pun cukup tinggi.
"Dulu pas lagi ramai, sehari bisa jual satu sampai dua cincin. Harganya Rp 1-3 juta. Kalau batu bacan sama juga, cuma emang harganya jauh, dulu saya bisa bawa pulang duit sehari sampai Rp 100 juta," papar Nana.
Tetapi kini Nana merugi. Bahkan dalam sehari bisa tidak ada pembeli. Meskipun Nana telah menurunkan harga batunya, seperti batu bacan yang dijualnya seharga Rp 20-25 juta saja.
Pasar Rawabening Liputan6.com/Devira PrastiwiTak hanya Nana, ada pula Riza. Dia adalah pedagang batu akik baru. Menurut Riza dagangannya kini sepi.
"Saya baru jualan pas 2015 itu, modal usahanya sekitar Rp 5.000.000. Buat pemula kayak saya ini, segmennya ya cuma batu akik kualitas murah," kata dia.
Menurut Riza, untuk menjadi pedagang batu akik kelas atas butuh modal sampai Rp 200 juta. Ia pun tak mampu. Sehingga ia hanya berjualan batu akik kualitas murah dengan harga jual sekitar Rp 350.000.
Riza bercerita, dulu saat demam batu akik, dia bisa menjual hingga Rp 350-400 ribu. Tapi saat ini, menjual dengan harga Rp 30 ribu saja belum tentu ada yang membeli.
"Yang penting mah laku aja. Udah sepi banget soalnya. Jual segitu (Rp 30 ribu) juga udah untung, tapi tetap aja enggak seramai dan seuntung dulu," cerita dia.
Berbeda dengan Nana, Riza sampai saat ini masih menyewa kios. Ia pun harus membayar per bulannya.
Menurutnya, dulu ketika demam batu akik masih tinggi, harga tempat sewanya bisa sampai Rp 40-50 juta per tahun. Namun kini, kata Riza, hanya Rp 1 juta per bulan.
Bagaimana? Masih menjadi peminat atau pecinta batu akik? Tak ada salahnya untuk datang ke Pasar Rawabening atau Jakarta Gems Center ini. Pilihan batu akik untuk dibeli masih sangat beragam, dan harganya pun miring.
Sumber: Liputan6.com
(mdk/feb)