Kenapa Permukiman Padat Penduduk Rawan Kebakaran?
Harry Purwanto selaku Komandan Danton (Danton) Regu C Suku Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Jakarta Timur yang sudah kurang lebih 20 tahun bertugas di sebagai damkar, mengatakan jika hampir di setiap wilayah kota di Jakarta memiliki permukiman padat penduduk.
Permukiman padat penduduk memang memiliki sejumlah masalah yang sampai kini tak kunjung teratasi, salah satunya kebakaran. Dimana permukiman yang saling berhimpitan sangatlah rawan ketika terjadi kebakaran.
Terbaru, soal kabar hangusnya gudang lantai 2 rumah warga yang menyebar dan menghanguskan 26 bangunan semi permanen, di kawasan padat penduduk, Tambora Jakarta Barat, Selasa petang, 25 Januari 2022 kemarin.
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Apa yang menjadi salah satu solusi untuk kemacetan di Jakarta? Wacana Pembagian Jam Kerja Salah satu ide yang diusulkan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono adalah pembagian jam masuk kerja para pekerja di Jakarta. Menurutnya, cara itu bisa mengurangi kemacetan hingga 30 persen.
-
Apa yang terbakar di Kebagusan? Sebuah bangunan rumah dua tingkat yang berada di Jalan Kebagusan Raya, RT. 004, RW.04, Nomor 5, Kelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
-
Apa fungsi utama Gedung Kesenian Jakarta saat ini? Saat ini, gedung tersebut masih aktif digunakan sebagai lokasi pertunjukkan seni khas nusantara maupun luar negara.
-
Mengapa kemacetan di Jakarta meningkat? Syafrin juga menuturkan peringkat kemacetan DKI Jakarta mengalami kenaikan. Sebelumnya peringkat 46, kini menjadi peringkat 29.
Imbasnya, tercatat sebanyak 276 jiwa, yang sebagian besar tinggal di rumah bangunan semi permanen, terdampak dan tak memiliki tempat tinggal.
Harry Purwanto selaku Komandan Danton (Danton) Regu C Suku Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Jakarta Timur yang sudah kurang lebih 20 tahun bertugas di sebagai damkar, mengatakan jika hampir di setiap wilayah kota di Jakarta memiliki permukiman padat penduduk.
Semisal, di Jakarta Timur terdapat kawasan padat penduduk di Kampung Makasar, Kampung Melayu, Bidara Cina, Pedongkelan, Pulo Gadung. Meski dia mengatakan permukiman yang ada di Jakarta Timur tidaklah sepadat seperti di Tambora, Jakarta Barat.
"Permukiman padat itu bisa dilihat dari kerapatan rumah dalam satu permukiman, biasanya di RT maupun RW. Kemudian bahan bangunan yang dipakai, semi permanen atau tidak, karena ada yang padat seperti perumahan namun tertata itu beda. Kemudian sumber air," sebut Harry saat dihubungi merdeka.com, Selasa, Rabu (26/1).
Menurutnya, penyebab kebakaran bisa sangat cepat merambat pada permukiman padat penduduk, karena bahan bangunan yang mudah terbakar ditambah tidak adanya jarak dari setiap bangunan. Hal itu menjadi faktor utama yang membuat api cepat menjalar.
"Karena biasanya banyak permukiman padat penduduk yang semi permanen dengan kayu. Kayu itu yang bikin cepat merambat api," ujarnya.
Tidak hanya itu, Harry juga menyampaikan bahwa tantangan ketika kebakaran terjadi di permukiman padat penduduk kadang kala petugas kerap kesulitan untuk mencapai akses sampai ke lokasi kebakaran.
Karena, seringkali bila kebakaran terjadi di tengah permukiman. Mobil unit damkar hanya bisa sampai ke pinggir jalan besar, sehingga petugas harus membawa pompa portable maupun mengulur selang begitu panjang.
"Misalkan ada sumber air (di tengah permukiman) seperti Kampung Melayu kita masih bisa backup pakai pompa apung maupun pompa portabel," tuturnya.
Walaupun, Harry mengatakan dari seluruh permukiman padat penduduk yang ada di Jakarta Timur hanya kawasan Pendongkelan yang minim akses air. Sementara untuk kawasan padat penduduk lainnya, tantangannya sangat beragam.
Semisal, akses masuk unit damkar yang terhalang parkir liar kendaraan warga di pinggir jalan. Sehingga menyulitkan petugas untuk cepat menuju lokasi titik api kebakaran, termasuk kerumunan warga yang ramai melihat di lokasi.
"Permukiman padat itu, biasanya aksesnya yang sulit. Banyak mobil parkir di pinggir jalan, tapi kuncinya dibawa, kaga dititipin sama orang rumah. Itu jadi masalah, karena permukiman padat itu petugas juga harus berpacu dengan waktu," ucapnya.
"Sama, warga juga kurang kondusif. Banyak dari warga malah menjadikan kebakaran itu tontonan, jadi menutupi akses kita menuju lokasi kebakaran," tambahnya.
Oleh sebab itu, Harry mengatakan ketika terjadi kebakaran personel damkar akan bekerjasama dengan instansi lainnya seperti Satpol PP maupun kepolisian untuk menertibkan warga sekitar yang menghambat proses pemadaman.
"Kami sadar, warga itu sebenarnya punya rasa ingin membantu. Cuma dengan caranya yang tidak benar, dengan narik selang yang padahal belum ke sambung ke nozzle, unit. Apalagi mereka tidak pakai pengaman, kan sangat beresiko," tuturnya.
Karena hal itu, Harry mengaku tak jarang petugas dengan warga kerap berselisih ketika di lokasi. Karena, warga yang bergerak sendiri, sementara dalam proses pemadaman harus ada beberapa tahapan yang dilakukan.
"Misalnya, ketika memadamkan kita tidak langsung ke kobaran api. Kenapa, karena proses lokalisir. Kita harus kendalikan api itu dulu, agar tidak merambat. Nah, kadang warga yang ngeliat rumahnya terbakar itu, maunya langsung semprot aja dan itu malah merambat terus kan," terangnya.
Penyebab Kebakaran
Disisi lain, Harry menjelaskan terkait penyebab kebakaran antara permukiman padat maupun tidak sama, semuanya memiliki potensi serupa. Meski seluruh potensi penyebab itu seharusnya bisa dicegah.
"Kita sering dengar penyebab korsleting listrik, itu sebenarnya nggak ada. Yang ada itu kelebihan daya. Kenapa bisa kelebihan daya, karena ada beban yang diubah semisal 900 Watt, dinakalin jadi 1.200 Watt," ungkapnya.
Karena, Harry menerangkan apabila kelistrikan warga dipasang sesuai dengan prosedur dan peralatan yang sesuai standar anjuran dari PLN, maka konsleting listrik secara teori tidak akan ada.
Lantaran, ketika terjadi kelebihan daya secara otomatis meteran listrik akan mati alias "ngejepret". Sehingga tidak ada lagi arus listrik yang mengalir. Namun apabila daya dinaikkan tanpa prosedur. Ketika kelebihan daya, kabel yang digunakan tidak sesuai standar daya, maka akan meleleh, akibatnya ada percikan api.
"Jadi di kita itu banyak sekali akalnya, listrik rumah tidak kuat dinaikin sendiri. Harusnya kan daftar ke PLN, jadi nanti akan disesuaikan. Jadi saya percaya kalau semuanya sesuai standar Insha Allah bisa dicegah (kebakaran)," imbuhnya.
Selain persoalan listrik, lanjut Harry masalah yang kerap ditemui di permukiman padat penduduk yaitu kebiasaan menggunakan colokan yang bertumpuk-tumpuk. Karena keterbatasan stop kontak, jadi acap kali warga memakai tambahan colokan hingga bertumpuk.
"Colokan bertumpuk, mending kalau SNI. Kalau nggak, itukan bahaya. Apalagi, colokan longgar masih dipakai. Itu beberapa penyebabnya," sebutnya.
Selain persoalan listrik, Harry juga menjelaskan jika pada permukiman padat penduduk juga memiliki potensi kebakaran yang bisa diakibatkan, dari ledakan kompor gas. Dimana, di permukiman padat penduduk kerap kali warga menaruh gas berdekatan dengan kompor.
Padahal, secara aturan gas harus ditaruh berjarak dengan kompor sejauh 1,5 meter, sehingga bila muncul api dari kompor bisa dengan aman regulator gas dicabut.
"Kita kan sering ngeliat, gas ditaruh di bawah meja kompor. Kalau api di atas kompor nyala, kan susah buat nyopot bonggolnya. Terus juga udara yang tidak berjalan baik sirkulasinya itu berpengaruh juga," tuturnya.
Oleh sebab itu, Harry mengimbau apabila ketika di dalam rumah tercium gas maka disarankan untuk tidak mematikan maupun menyalakan elektronik, maupun benda apapun yang bisa menimbulkan percikan api, sehingga mengakibatkan ledakan dari gas.
"Biarkan elektronik nyala, yang mati tetap mati. Karena setiap kali nyala mati (elektronik) itu ada percikan. Dan kita nggak tahu, apakah gasnya mungkin sudah masuk sampai ke sela-sela elektronik," tuturnya.
Langkah pencegahan
Lebih lanjut, Harry menyampaikan jika saat ini Sudin Damkar Jakarta Timur telah melakukan sosialisasi kepada warga setiap RW untuk mengedukasi warga, termasuk menempelkan nomor telepon damkar di setiap akses masuk kampung warga.
Disisi lain, pihaknya juga kerap kali melatih dan masih merekrut untuk adanya setiap RW yang bergabung dalam Relawan Kebakaran. Dimana nantinya mereka akan bertugas membantu petugas damkar untuk mensosialisasikan pencegahan kebakaran maupun membantu damkar ketika terjadi kebakaran di daerahnya.
"Kalau saat ini masih ada dua RW setiap kelurahan, tapi nanti kita masih berusaha khususnya di Jakarta Timur untuk ada relawan kebakaran di setiap RW nantinya," imbaunya.
Selain secara fisik maupun imbauan, Harry juga memberitahu bahwa saat ini Sudin Damkar DKI Jakarta telah meluncurkan aplikasi Go Damkar, yang akan memudahkan warga melaporkan kesulitan, baik kebakaran atau kesulitan apapun secara digital.
"Download aja Aplikasi Go Damkar, disitu tinggal daftar memakai nomor telepon, nanti kalau ada aduan tinggal kirim lokasi bisa kirim video gambar untuk nanti mempercepat pola pelaporan kita," imbuhnya.
"Jadi sekarang bisa mudah, apa aja bisa lapor pemadam. Baru-baru ini kan, ada gigi palsu lepas lapor ke pemadam. Atm nyemplung lapor ke pemadam, kunci handphone, saluran air mampet, jadi alhamdulillah Damkar dipercaya warga DKI untuk memberikan bantuan mengasih solusi warga DKI Jakarta," imbuhnya.
(mdk/rhm)