Kepentingan DKI diremehkan, alasan Ahok 'ngamuk' pada BPK
"Saya bilang, kalau mereka merasa kami curang di NJOP, Anda audit dong," kata Ahok.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), akhirnya membeberkan penyebab dirinya tak terima dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang memberikan predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada laporan keuangan Pemprov DKI tahun anggaran 2014 lalu.
Salah satunya, Ahok menjelaskan kekeliruan BPK dalam memahami nilai appraisal harga tanah milik Rumah Sakit Sumber Waras, yang hendak dijual kepada Pemprov DKI untuk membangun Rumah Sakit Kanker milik Pemprov DKI Jakarta.
Ahok mengaku bingung dengan sikap BPK, yang masih menganggap harga yang telah disepakati antara Pemprov DKI dan pihak RS Sumber Waras terlalu mahal. Padahal, harga tersebut telah sesuai dengan perhitungan NJOP dan nilai appraisalnya.
"Saya bilang, kalau mereka merasa kami curang di NJOP, Anda audit dong. Tahun 2013-2014 kenaikan NJOP-nya wajar enggak? Kan NJOP ada rumusnya, kira-kira 80 persen mendekati harga pasar. Berarti NJOP kami pasti di bawah harga pasar, lalu kita appraisal, appraisalnya tetap lebih tinggi daripada harga NJOP," ujar Ahok di Lapangan ex-IRTI, Jakarta, Rabu (8/7).
"Di Jakarta Barat itu enggak ada RSUD loh. Di mana lagi ada tempat yang bisa langsung bangun? Sumber Waras itu luasnya 3,8 hektare, jalan tembus semuanya baik. Mau ke Dharmais juga baik. Kenapa BPK malah saranin untuk dibatalin pembelian lahannya, padahal kita butuh," katanya menambahkan.
Belum lagi, masukan BPK atas ketidaksetujuannya itu sangatlah meremehkan kepentingan Pemprov DKI, atas kebutuhan lahan di ibu kota. Hal itulah yang membuat Ahok makin naik pitam.
"Terus saran BPK apa lagi? Karena DKI kan sudah punya banyak tanah, buat apa beli tanah lagi? Sejak kapan BPK ngatur-ngatur kita beli tanah? Urusan kita mau beli tanah gitu banyak, karena kita mau bangun rusun, sekolah, dan macam-macam yang lainnya," ujar Ahok.
Dengan ketidakkonsistenan BPK dalam melakukan audit keuangan daerah, Ahok secara terang-terangan mengatakan dirinya pesimis dengan kredibilitas BPK dan fungsi kelembagaannya saat ini. Sebab, menurut Ahok terlalu banyak kejanggalan atas hasil audit BPK di beberapa daerah, yang antara hasil audit dan kenyataannya sama sekali tidak berkorelasi, dan terkesan dibuat-buat.
"Terus saya bilang kan ke BPK, coba lo lihat tuh Banten, dapat WTP (wajar tanpa pengecualian) toh? Padahal ada kasus alat kesehatan, diproses juga gubernurnya. Jadi selama ini BPK auditnya tuh ngapain?" ujar Ahok sangsi.
"Ini buat saya bukan persoalan WDP-nya atau apa, karena saya dikasih (predikat) 'Disclaimer' pun, enggak ada urusan. Karena yang menentukan saya jadi gubernur itu warga DKI, bukan BPK," pungkasnya.
Diketahui, kekesalan Ahok pada hasil audit BPK, diawali saat rapat paripurna dengan DPRD DKI pada Senin (6/7) kemarin. Dalam pembacaan hasil laporan BPK yang memberikan predikat 'Wajar Dengan Pengecualian' (WDP) pada laporan keuangan Pemprov DKI tahun anggaran 2014, Ahok merasa ada sejumlah pihak yang sengaja tak memberikannya kesempatan untuk berbicara, di dalam rapat paripurna tersebut.
Hal inilah yang membuatnya menduga ada semacam permainan yang sedang terjadi, di mana ada sejumlah pihak yang sengaja membuatnya tidak bisa menyampaikan pendapat dalam rapat paripurna tersebut. Padahal, naskah pidato Ahok pun sudah dipersiapkan sebelumnya.
"Saya protes tidak terima, mereka kemarin enggak kasih saya ngomong. Kayaknya DPRD sengaja ngaturin supaya saya enggak ngomong, padahal seharusnya begitu disampaikan BPK itu, saya harus ikut ngomong, paling tidak bilang terima kasih. Tapi enggak boleh tiba-tiba. Ya sudah saya ikuti. Saya enggak punya hak interupsi, kan bukan anggota DPRD. Semua akses ditutup kemarin," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (7/7).