Mayoritas gubernur DKI malah bukan orang Jakarta
Berdasarkan sejarah, Jakarta lebih sering dipimpin orang yang bukan asli Jakarta atau lahir di Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo mengeluarkan guyonan kasar saat mengunjungi korban kebakaran di Karet, Jakarta Pusat. "Sekarang lo nyolok siapa? kalau nyolok Jokowi mah bangun di Solo aja sono." kata Foke.
Selain ucapan Foke, isu SARA juga mewarnai Pilgub DKI Jakarta. Tag asli Jakarta dan pendatang kerap dilontarkan untuk mengintimidasi salah satu calon. Begitu juga soal agama yang kerap dipakai untuk kampanye hitam.
Melihat sejarah, Jakarta tidak selalu dipimpin oleh orang dengan agama mayoritas. Begitu juga soal suku dan asal usul. Jakarta malah lebih sering dipimpin orang yang bukan asli Jakarta atau lahir di Jakarta.
Gubernur pertama Jakarta Suwiryo (1945-1947) dan (1950-1951) lahir di Wonogiri, Jawa Tengah. Sementara Daan Jahja (1948-1950) lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat. Lalu Syamsulrizal adalah mantan Wali Kota Solo yang kemudian memimpin Jakarta tahun 1951-1953.
Selanjutnya Sudiro yang menjabat tahun 1953-1960 adalah orang Yogyakarta. Penggantinya Soemarno Sosroatmodjo (1960-1964) dan (1965-1966) adalah pria kelahiran Jember, Jawa Timur. Lalu Henk Ngantung (1964) adalah putra Minahasa, Sulawesi Utara.
Ali Sadikin yang akrab dipanggil Bang Ali pun bukan orang Jakarta asli. Ali Sadikin lahir dan besar di Sumedang. Gubernur Jakarta legendaris ini diberi gelar 'Bang Ali' sebagai penghormatan warga Jakarta atas jasa-jasanya. Ali Sadikin menjabat tahun 1966-1977.
Selanjutnya Tjokropranolo atau Bang Nolly adalah putra Temanggung, Jawa Tengah. Bang Nolly merupakan pengawal Jenderal Soedirman saat perang gerilya. Dia menjabat tahun 1977-1982.
Pengganti Bang Nolly adalah R Soeprapto (1982-1987). R Soeprapto adalah putra Surakarta kelahiran 1924. Lalu ada Wiyogo Atmodarminto atau Bang Wi (1987-1992). Bang Wi adalah putra Yogyakarta.
Barulah gubernur selanjutnya, Soerjadi Soedirdja (1992-1997) lahir di Jakarta. Soerjadi lahir tahun 1938, kala itu Jakarta masih bernama Batavia.
Lalu Sutiyoso (1997-2000) dan (2000-2007) adalah putra Semarang, Jawa Tengah. Sutiyoso menghabiskan masa remajanya di Semarang sebelum masuk Akademi Militer.
Sutiyoso digantikan Fauzi Bowo tahun 2007. Fauzi Bowo merupakan putra Jakarta. Keluarganya dikenal sebagai orang terpandang dan kaya di Jakarta. Fauzi Bowo merupakan birokrat karir di Pemprov DKI.
Fakta-fakta ini menunjukkan Jakarta adalah kota dengan pluralisme. Sebagai kota besar dan ibu Kota negara, penduduknya bukan hanya berasal dari satu etnis saja. Maka isu SARA yang tak ada relevansinya harus dihindari.
Pengamat Pilgub Jakarta, Rico Marbun mengkritik calon-calon yang hanya mempermasalahkan asal-usul dan saling seran kepribadian maupun SARA. Dia meminta kubu Foke maupun Jokowi berhenti saling sindir soal SARA dan kepribadian.
"Itu sama sekali tidak substantif. Apa pentingnya hal itu bagi warga Jakarta. Kalau mau saling sindir lebih baik menyoroti kinerja masing-masing," kata Rico saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis (9/8).