Wagub era Foke ungkap manipulasi reklamasi, minta Ahok tak lanjutkan
Ahok diminta tak pilih kasih kepada pengembang reklamasi yang melanggar aturan.
Praktik korupsi tercium dalam pembahasan raperda zonasi dan raperda tata ruang terkait proyek reklamasi di pantai utara Jakarta. Bahkan anggota DPRD DKI Jakarta, M Sanusi sudah ditetapkan sebagai tersangka karena menerima suap dari Agung Podomoro Land pengembang salah satu pulau.
Terkait proyek reklamasi di Jakarta, sebenarnya sudah mulai dibicarakan sejak lama. Bahkan sejak Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo (Foke), dan wakilnya, Prijanto, menjabat ternyata pulau-pulau itu sudah terbagi dan ada pemiliknya.
Padahal ada beberapa hal yang belum lengkap, termasuk hasil analisa mengenai dampak lingkungan (amdal). Sampai akhir kepemimpinan mereka, diketahui baru sebatas izin prinsip atau izin boleh melakukan reklamasi belum sampai pelaksanaan.
Berkaca dari temuan korupsi oleh KPK, mantan Wagub Prijanto, lantas mengungkap sejumlah fakta di balik proyek reklamasi. Apa saja itu?
-
Siapa yang membiayai kehidupan Ahok ketika ia tinggal di Jakarta? Keluarga Misribu-lah yang membiayai hidup Ahok selama di Jakarta.
-
Bagaimana Ahok memulai karier politiknya? Ia memulai karier politiknya sebagai anggota DPRD DKI Jakarta setelah terpilih pada tahun 2004.
-
Siapa yang diamanahkan untuk mengawasi produk dan iklan rokok yang beredar? Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, Badan POM RI diamanahkan untuk mengawasi produk dan iklan rokok yang beredar.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Bagaimana Ahok terlihat dalam fotonya saat kuliah? Tampak pada foto, Ahok tengah bergaya bersama teman-temannya saat awal masa kuliah di Trisakti.
-
Siapa saja yang diarak di Jakarta? Pawai Emas Timnas Indonesia Diarak Keliling Jakarta Lautan suporter mulai dari Kemenpora hingga Bundaran Hotel Indonesia. Mereka antusias mengikuti arak-arakan pemain Timnas
Proyek reklamasi tak bisa jalan tanpa Amdal
Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto, mengatakan, harusnya sebuah proyek bisa berjalan bila semua syarat sudah dipenuhi. Dalam proyek reklamasi ini salah satu yang terpenting soal analisa mengenai dampak lingkungannya (amdal).
"Ketika PT yang ingin mengajukan pelaksanaan di awal saya wagub, saya membuka, ini gimana sih? Saya katakan, dokumen ini sudah lama, perkembangan strategis berubah, harus diperbaharui. Tiap-tiap Amdal, ada itemnya. Dampak negatif harus ditangani dengan ini, begitu seterusnya. Kalau toh izin reklamasi sudah keluar, saya akan tanya, terkait dengan pakar, bahwa Amdal ini harus bisa menjawab bagaimana mengatasi banjir, bagaimana mengatasi sedimentasi, pencemaran, dan dampak sosial. Amdal berbicara seperti itu," beber Prijanto dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (9/4).
"Apabila itu bisa dijawab, maka go proyek itu. Arti amdal itu. Tapi kalau dampak reklamasi sama sekali tidak bisa diatasi, tidak ada cara mengatasi, ya proyek itu tidak boleh berlangsung," sambungnya.
Dijelaskan dia, Amdal sangat penting untuk memastikan sebuah proyek yang berkenaan dengan alam tak merusak lingkungan sekitar.
"Karena itu adalah perusakan. Apa yang disampaikan Amdal ada tiga. 1 Harus dikerjakan sebelum pengerukan, bisa bersama-sama dan bisa sesudahnya, kita harus memiliki," jelasnya.
"Kalau pengembang mengatakan Pluit City itu kami sudah mengantongi Amdal, itu bukan cuma dokumen yang diletakkan di atas meja. Itu harus diteliti oleh para pakar. Sebab jangan-jangan ini cuma asal-asalan," tegasnya.
Diduga ada manipulasi pihak Pemprov soal proyek reklamasi
Mantan Wakil Gubernur DKI Prijanto mengatakan, pengembangan 17 pulau reklamasi di utara Jakarta sebagai bentuk manipulasi aturan yang dilakukan eksekutif dengan melemparkan sejumlah tafsiran terkait izin reklamasi. Tafsir itu menurutnya, bisa benar, bisa salah.
"Tafsir, bisa benar bisa enggak. Akhirnya terjadi pemanipulasian. Ada istilah tiga muncul, tadi pak Halid mengatakan ada penyelundupan hukum, Prof Juanda mengatakan ada kekacauan hukum, kalau saya adalah, saya baca di media, ada pemanipulasian aturan dengan cara melemparkan tafsir-tafsir oleh pejabat negara," kata Prijanto dalam talkshow radio di Menteng, Jakarta, Sabtu (9/4).
Prijanto menjelaskan, terkait kewenangan, sudah ada PP No 26 tahun 2008. Itu yang mengatakan jabodetabekpunjur adalah kawasan strategis nasional. Jika sudah seperti ini, adanya kawasan strategis nasional terkait dengan kewenangan.
"Jadi enggak usah bingung-bingung, ini kewenangan siapa. Jadi jelas ada perbedaan kewenangan terhadap kawasan yang memiliki predikat strategis nasional dan tidak."
"Terkait waktu pemberian izin, reklamasi sebenarnya tiga izin. Ada yang disebut izin prinsip, izin lo PT ini, reklamasi pulau ini. Itu prinsip. Tapi kalau menuju dia bekerja, dia harus mengantongi izin pelaksanaan reklamasi. Dan itu tidak mudah. Pada waktu saya dengan Pak Foke, saya masuk beberapa bulan ada yang sudah mengantongi izin prinsip. Izinnya itu kira-kira 5 tahun baru dikeluarkan Pak Foke," kata dia.
Pembahasan raperda, diduga eksekutif terlibat kecurangan
Mantan Wakil Gubernur DKI Prijanto menduga, dalam kasus dugaan korupsi dalam pembahasan Raperda reklamasi pulau di utara Jakarta, bisa saja pihak eksekutif di bawah kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama terlibat. Namun ia menyerahkan hal tersebut seluruhnya kepada KPK untuk menyelidiki lebih dalam masalah ini.
"Kasus ini menurut saya ketika Pak Sanusi (ketua fraksi D DPRD DKI) ditangkap KPK, dan ternyata pernyataannya menjadi jelas di media, tidak menutup kemungkinan eksekutif itu ada," kata Prijanto dalam diskusi radio di Menteng, Jakarta, Sabtu (9/4).
Purnawirawan TNI ini menjelaskan, dalam kasus dugaan korupsi di Raperda pulau reklamasi, ada tiga pihak yang memiliki kepentingan. Ketiga pihak itu adalah, eksekutif, legislatif, dan pengembang.
"Kepentingan eksekutif apa? Bahwa eksekutif sudah mengeluarkan izin. Maka perlu payung hukum," ujarnya.
Sementara itu, lanjutnya, kepentingan pengembang adalah, mereka tak ingin kontribusi tambahan kepada pengembang sebesar 15 persen. Ia menambahkan, kontribusi 15 persen tersebut yang merupakan inisiatif Ahok, sapaan Basuki, rawan korupsi.
"Di mana satu pulau itu nilainya Rp 2,5 triliun. Untuk minta ini dan itu ini rawan korupsi. Ini juga oleh legislatif tidak disetujui. Dengan itu, hal ini tidak disetujui legislatif. Dengan kepentingan tiga tadi," ujarnya.
Prijanto minta Ahok keras ke pengembang tak taat aturan
Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto meminta Pemrov DKI di bawah kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk tidak mudah memberikan izin proyek pembangunan, termasuk reklamasi. Dia juga mendesak Pemprov DKI untuk menegakkan peraturan termasuk kepada pengembang yang telah mendirikan bangunan, meski belum mendapat izin dari Pemprov.
"Soal reklamasi, harapan saya kepada Pemprov DKI tegakkan aturan setegak-tegaknya, jangan pilih kasih. Kedua tegakkan aturan untuk pengembang yang suka menjual propertinya yang belum memenuhi syarat," kata Prijanto dalam diskusi radio di Menteng, Jakarta, Sabtu (9/4).
Lebih lanjut, dia meminta Pemprov DKI untuk mendesak pengembang melampirkan surat keputusan gubernur soal sahnya proyek pembangunan sebuah properti. Hal ini dimaksudkan agar konsumen dapat kepastian hukum terkait properti yang dibelinya.