Kisah Mayjen Sungkono, Panglima Peristiwa 10 November yang Jarang Diketahui
Di samping Bung Tomo, ada satu tokoh yang perannya cukup besar dalam peristiwa 10 November 1945. Dia adalah Mayjen Soengkono. Menjabat sebagai Komandan Angkatan Perang Surabaya, dia memimpin penyerbuan para prajurit BKR dalam peristiwa itu.
Peristiwa 10 November yang terjadi di Kota Surabaya merupakan peristiwa bersejarah dalam perjalanan terbentuknya Republik Indonesia. Pada peristiwa itu, rakyat beserta para tentara bertempur habis-habisan melawan tentara sekutu dan Belanda yang berusaha kembali menjajah Indonesia.
Salah satu tokoh yang terkenal dalam peristiwa ini adalah Bung Tomo. Dia membakar semangat para pejuang Surabaya dengan orasi-orasinya. Di samping Bung Tomo, sebenarnya ada satu tokoh lagi yang perannya cukup besar dalam peristiwa itu. Dia adalah Mayjen Sungkono.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Dalam peristiwa 10 November, Sungkono merupakan Komandan Angkatan Perang Surabaya. Dia pun memimpin penyerbuan para prajurit Badan Keamanan Rakyat (BKR) dari Mojokerto menuju Surabaya. Lantas bagaimana pengaruh Mayjen Sungkono dalam peristiwa itu?
Masa Muda Soengkono
©Surabayastory.com
Dilansir dari Wikipedia.org, Mayjen Sungkono lahir pada 1 Januari 1911 di Purbalingga, Jawa Tengah, dari seorang pasangan tukang jahit, Tawireja dan Rinten. Ia menempuh pendidikan di Hollands Indische School (HIS) pada tahun 1928 dan kemudian melanjutkan ke MULO.
Setelah lulus dia meneruskan pendidikan ke Zelfontelkeling hingga kelas dua dan mengantongi ijazah pendidikan militer dari sekolah teknik perkapalan di Makassar.
Pada masa penjajahan Jepang, Sungkono masuk tentara PETA dan mengikuti latihan di Bogor. Pada awal tahun 1945, dia diangkat menjadi Chondancho dengan pangkat kapten dan ditempatkan di Surabaya. Setelah proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, ia mengajak mantan PETA, Heiho, KNIL, dan pemuda pejuang untuk bergabung dalam BKR.
Pelucutan Senjata Jepang
©Surabayastory.com
Untuk melengkapi amunisi BKR, Sungkono dan para prajuritnya melakukan misi merebut senjata dari tangan Jepang. Dalam misinya, ia melucuti senjata para tentara Jepang dengan cara berdiplomasi dengan tentara Jepang yang dipimpin Iwabe. Pelucutan senjata itu berhasil dilakukan setelah melalui pembicaraan yang alot.
Pelucutan senjata itu dilakukan dengan cara sandiwara seolah-olah PETA merampas senjata dari Jepang. Hal inilah yang nantinya Jepang katakan pada sekutu bahwa senjata mereka direbut oleh pemuda-pemuda Indonesia.
Selain diplomasi, pelucutan senjata tentara Jepang juga dilakukan dengan penyerbuan. Salah satu penyerbuan Sungkono lakukan di markas Kaigun Jepang di Gubeng. Pada saat itu, tembak-menembak tak terhindarkan.
Pada akhirnya komandan markas itu menyatakan pada anggota polisi bahwa ia mau menyerahkan senjata asal ada orang berkuasa di Kota Surabaya yang mau menerimanya.
Pidato Sungkono saat Peristiwa 10 November
©2020 liputan6.com
Sebagai komandan BKR Kota Surabaya, Sungkono bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan seluruh kota. Selain memimpin pertempuran, Sungkono juga mampu membakar semangat para pejuang dalam pidatonya pada sore hari tanggal 9 November 1945. Saat itu, dia berpidato di hadapan ribuan arek-arek Surabaya dan para anak buahnya di BKR.
“Saudara-saudara, saya ingin mempertahankan Kota Surabaya... Surabaya tidak bisa kita lepaskan dari bahaya ini. Kalau saudara-saudara ingin meninggalkan kota, saya juga tidak akan menahan. Tapi saya akan mempertahankan kota sendiri,” seru Sungkono waktu itu, dilansir dari Surabayastory.com.
Namun para anak buahnya menyatakan tetap tinggal dan siap untuk berperang. Tekadnya ini justru mendapat sambutan dari pemuda Surabaya untuk berjuang melawan Inggris dan Belanda.