17 Juni 1948: Soekarno Meminta Sumbangan Pesawat pada Rakyat Aceh, Ini Sejarahnya
Pada 17 Juni 1948, Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno, meminta sumbangan pesawat terbang kepada rakyat Aceh. Pesawat tersebut bernama Seulawah Air. Nantinya, pesawat ini mengalami pergantian nama menjadi Indonesia Airways dan menjadi cikal bakal terbentuknya maskapai udara Garuda Indonesia. Ini Kisahnya.
Pada 17 Juni 1948, sejarah mencatat bahwa Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno, meminta sumbangan pesawat terbang kepada rakyat Aceh. Sehari sebelumnya, yakni pada 16 Juni 1948, untuk pertama kalinya Presiden Soekarno menginjakkan kaki di Aceh.
Soekarno berpidato di Kutaraja yang kini menjadi Banda Aceh, meminta rakyat menyumbang untuk Republik Indonesia. Dengan bantuan dan pengaruh dari Tengku Muhammad Daud Beureueh, dalam waktu tak begitu lama terkumpullah emas sebanyak 20 kilogram.
-
Bagaimana sejarah Waduk Sempor? Waduk Sempor diresmikan pada 1 Maret 1978 yang ditandai dengan adanya prasasti bertanda tangan Presiden Soeharto. Semula, waduk ini difungsikan sebagai sumber pengairan bagi sejumlah kompleks persawahan di sekitarnya. Namun lambat laun waduk itu menjadi destinasi wisata baru bagi warga sekitar.
-
Di mana sejarah terasi dapat ditelusuri? Sejarah terasi di kawasan Cirebon dapat ditelusuri hingga masa kekuasaan Pangeran Cakrabuana, yang memainkan peran penting dalam perkembangan kawasan tersebut.
-
Bagaimana Asisi Suharianto menyajikan kisah-kisah sejarah? Asisi dan sang istri pun mendapatkan pengalaman luar biasa selama keliling dunia. Keduanya bertemu dengan saksi mata maupun para korban perang masa lalu di beberapa negara.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Bagaimana sejarah Lembah Anai terbentuk? Konon, dulunya air terjun ini menjadi saksi bisu pergerakan rakyat Minang dalam melawan penjajahan. Pada masa kolonial, masyarakat setempat dipaksa untuk menjadi pekerja membangun jalan lintas Sumatera yang menghubungkan antara Kota Padang dan Padang Panjang via Lembah Anai.Masyarakat Minang yang bekerja dalam proyek pembangunan jalan tersebut harus menempuh jarak yang cukup jauh, bahkan bisa berhari-hari dari tempat mereka tinggal menuju lokasi pembangunan jalan.
-
Bagaimana KEK Singhasari memanfaatkan sejarah? Keunggulan lain dari KEK Singhasari yakni adanya sektor pariwisata dengan tema heritage and sejarah. Hal ini dilatarbelakangi nilai situs sejarah kerajaan Singhasari.
Daud Beureueh adalah pejuang kemerdekaan Indonesia dan mantan Gubernur Aceh. Hasil dari dana yang ia kumpulkan bersama seluruh rakyat Aceh oleh Presiden Soekarno digunakan untuk membeli sebuah pesawat terbang.
Pesawat terbang tersebut bernama Seulawah Air. Nantinya, pesawat ini mengalami pergantian nama menjadi Indonesia Airways dan menjadi cikal bakal terbentuknya maskapai udara Garuda Indonesia. Berikut kisah sejarahnya.
Pesawat Dakota RI-001 Seulawah
Pesawat Dakota RI-001 Seulawah adalah pesawat angkut pertama milik Republik Indonesia. Pesawat ini dibeli dari uang hasil sumbangan rakyat Aceh, yang didapat oleh Presiden Soekarno pada 17 Juni 1948. Dalam kunjungan pertamanya ke Aceh itu, Soekarno berhasil membujuk dan mengobarkan semangat masyarakat Aceh untuk membantu Republik Indonesia melawan penjajahan Belanda yang masih berlanjut.
Rencana pembelian pesawat terbang sendiri telah disusun dengan matang. Mengutip laman tni-au.mil.id, daerah Sumatra dipilih sasaran propaganda dana Dakota ditinjau dari beberapa segi. Antara lain karena teritorialnya merupakan daerah propaganda strategis yang memungkinkan diadakannya hubungan dagang dengan luar negeri.
Selain itu, potensi kekayaan alam dan letak geografisnya memungkinkan mendapatkan devisa dengan cara penyelundupan barang ke luar negeri, yang terpaksa harus dilakukan karena adanya blokade Belanda yang tidak memungkinkan melaksanakan perdagangan dengan luar negeri secara wajar.
Karena potensi itulah Sumatra sangat tepat untuk dijadikan sasaran dana Dakota. Daerah yang dituju adalah Lampung, Bengkulu, Jambi, Pekanbaru, Bukittinggi, Tapanuli, dan Aceh. Dalam pengumpulan dana Dakota tersebut, Presiden Sukarno berpidato untuk pertama kalinya pada 16 Juni 1948 di Hotel Aceh, Kutaraja, yang kini bernama Banda Aceh.
Pidato yang disampaikan ternyata berhasil menggugah semangat rakyat Sumatra, khususnya di Aceh. Dengan serta merta terbentuklah Panitia Dana Dakota yang diketuai oleh Djuned Yusuf dan Muhammad Al Habsji. Dalam waktu dua hari masyarakat Aceh telah berhasil mengumpulkan uang sebanyak 130.000 straits Dollar.
Untuk pelaksanaan pembelian pesawat terbang, AURI menugaskan Opsir Muda Udara II Wiweko Supono sebagai ketua misi pembelian. Opsir Muda Udara II Wiweko Supono ditunjuk sebagai ketua misi pembelian oleh sebab keahliannya dalam bidang teknik pesawat dan kedudukannya sebagai Kepala Biro Rencana dan Konstruksi.
Cikal Bakal Garuda Indonesia
Pesawat angkut pertama Republik Indonesia ini diberi nama "Seulawah" yang artinya Gunung Emas. Seulawah adalah nama sebuah gunung yang terdapat di perbatasan Aceh Besar dan Kabupaten Pidie. Nama ini dipilih sebagai tanda terima kasih kepada rakyat Aceh. Dua pesawat tersebut, yakni Seulawah R-001 dan Seulawah R-002 nantinya akan menjadi cikal bakal maskapai Garuda Indonesia.
Hadirnya pesawat Dakota RI-001 Seulawah mendorong dibukanya jalur penerbangan Jawa-Sumatra, bahkan hingga ke luar negeri. Pada bulan November 1948, Wakil Presiden Mohammad Hatta mengadakan perjalanan keliling Sumatra dengan rute Maguwo-Jambi-Payakumbuh-Kutaraja-Payakumbuh-Maguwo.
Pada 6 Desember 1948 pesawat Dakota RI-001 Seulawah bertolak dari Lanud Maguwo-Kutaraja dan bertolak menuju Kalkuta, India. Pesawat diawaki Kapten Pilot J. Maupin, Kopilot OU III Sutardjo Sigit, juru radio Adisumarmo, dan juru mesin Casselberry. Perjalanan ke Kalkuta bertujuan untuk melakukan perawatan berkala berupa servis penambahan kapasitas tangki bahan bakar. Perawatan tersebut diperkirakan menghabiskan waktu tiga pekan.
Ketika terjadi Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948, Yogyakarta yang kala itu merupakan ibu kota RI diserang dan diduduki tentara Belanda. Akibatnya, Dakota RI-001 Seulawah tidak bisa kembali ke tanah air. Hubungan antara pemerintah pusat di Yogyakarta dengan awak pesawat terputus.
Kemudian, untuk membiayai hidup personel serta perawatan pesawat, dibentuklah perusahaan penerbangan Indonesia Airways yang diawaki personel AURI. Dikutip dari laman garuda-indonesia.com, karena tak bisa kembali ke Indonesia, AURI menyewakan Seulawah Air yang dinamai Indonesian Airways kepada pemerintah Burma, kini Myanmar, pada 26 Januari 1949.
Layanan pesawat angkut “Garuda Indonesian Airways” di Burma berakhir setelah disepakatinya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949. Seluruh awak dan pesawatnya pun bisa kembali ke Indonesia pada 1950. Setibanya di Indonesia, semua pesawat dan fungsinya dikembalikan kepada AURI ke dalam formasi Dinas Angkutan Udara Militer.
Garuda Indonesian Airways yang merupakan cikal bakal Garuda Indonesia awalnya adalah perusahaan patungan Indonesia-Belanda yang dibentuk bersamaan dengan pengakuan hasil KMB. Bentuk kerja sama ini dipilih Indonesia karena keterbatasan ekonomi dan personel.
Nama Garuda diusulkan oleh Presiden Soekarno, diambil dari cerita mengenai kendaraan Dewa Wisnu. Meski sudah terbang sebelumnya selama dioperasikan di Burma, akta pendirian perusahaan ini baru dibuat pada 31 Maret 1950. Kemudian pada 24 Maret 1954 perusahaan penerbangan ini dinasionalisasikan, membuat kepemilikan Garuda Indonesia jatuh sepenuhnya ke tangan pemerintah Indonesia hingga saat ini.