Arti Pohon Hayat yang Jadi Logo Resmi IKN Nusantara, Sumber Kehidupan Sarat Makna
Presiden Joko Widodo secara resmi telah memilih Pohon Hayat sebagai logo Ibu Kota Nusantara atau IKN. Pohon Hayat disebut juga pohon kalpataru. Kalpataru berasal dari akar kata ‘kalp‘ yang berarti ‘ingin atau ‘keinginan‘, pohon yang dapat mengabulkan segala keinginan manusia yang memujanya.
Presiden Joko Widodo secara resmi telah memilih Pohon Hayat sebagai logo Ibu Kota Nusantara atau IKN. Tak ayal, arti dan makna filosofis dari logo ini pun menjadi ramai diperbincangkan oleh masyarakat.
Rupanya, Pohon Hayat sudah cukup familiar bagi sebagian orang. Dikenal juga dengan sebutan Tree of Life, arti Pohon Hayat adalah pohon yang diharapkan mampu memberikan hayat atau kehidupan bagi umat manusia.
-
Kapan Cak Imin ikut potong tumpeng di IKN? Gibran Rakabuming Raka mengungkit keikutsertaan Muhaimin Iskandar pada acara potong tumpeng di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
-
Kenapa Cak Imin ikut potong tumpeng di IKN? "Cak Imin dulu belum tahu dan dalam situasi belum kontestasi terpaksa harus ikut seremonial bersama pemerintah," ujar Jubir Timnas AMIN Angga Putra Fidrian dikutip Sabtu (23/12).
-
Apa yang diusulkan Cak Imin terkait IKN? Cak Imin mengusulkan membangun 40 kota lain untuk ditingkatkan levelnya agar menyamai Jakarta. Itu sebagai bagian pemerataan pembangunan di Indonesia.
-
Kenapa Palangka Raya gagal jadi Ibu Kota Indonesia? Adapun terdapat beberapa faktor yang menyebabkan Kota Palangka Raya batal jadi ibu kota Indonesia. Pertama karena sebagian besar tanah di sana merupakan daerah gambut, sehingga kualitasnya akan sangat buruk untuk menunjang pembangunan ibu kota pemerintahan juga kebutuhan air. Kemudian, wilayah tersebut juga jauh dari pelabuhan dan harus memutar ke wilayah Sampit, Kalimantan Tengah dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan dengan jarak masing-masing sekitar 4 jam. Pembangunan di Palangka Raya akan memakan banyak biaya, karena proses perkerasan tanah akan dilakukan berulang-ulang dan memakan waktu yang lama, sehingga pembangunan akan banyak yang tertunda.
-
Siapa yang terlibat dalam tim terpadu pembebasan lahan IKN? Tim terpadu itu terdiri dari komponen Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara, dan Badan Pertanahan Nasional.
-
Kapan Palangka Raya ditetapkan menjadi calon Ibu Kota? Gagasan ini sebelumnya dilemparkan oleh Presiden Soekarno pada 1950-an lalu. Saat itu, Soekarno melihat Palangka Raya memiliki potensi yang kuat sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian negara.
Pohon hayat juga dipercaya untuk memberikan pengayoman dan perlindungan serta mempertebal semangat dan keyakinan masyarakat. Logo IKN Nusantara merupakan hasil karya seorang desainer grafis Bandung, Aulia Akbar.
Lantas, seperti apa arti pohon hayat yang dipilih menjadi logo IKN Nusantara? Simak ulasan selengkapnya.
Arti Pohon Hayat
Pohon Hayat atau Tree of Life telah banyak ditemukan di motif-motif relief bangunan suci di Jawa. Istilah ’hayat’ dari namanya berarti hidup atau kehidupan. Jadi, pohon hayat merupakan pohon yang memberikan kehidupan bagi semua makhluk hidup.
Pohon Hayat juga merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada motif (berupa pohon) dalam karya seni trimatra yang merupakan simbol harapan dan keinginan manusia dalam mitologi Hindu-Buddha mengutip Vita Sabrina Azda Laili, dan kawan-kawan dalam Jurnal Sejarah dan Budaya.
Pohon Hayat disebut juga pohon kalpataru. Kalpataru berasal dari akar kata ‘kalp‘ yang berarti ‘ingin atau ‘keinginan‘, pohon yang dapat mengabulkan segala keinginan manusia yang memujanya. Menurut Soediman, kalpataru berasal dari kata ‘kalpa‘ yang berarti ‘masa dunia‘, suatu periode yang sangat lama, yaitu periode antara penciptaan dan penghancuran dunia, serta, ‘taru‘ yang berarti ‘pohon.
Sejarah Perkembangan Pohon Hayat
Pohon hayat telah dikenal oleh masyarakat dan kebudayaan Jawa sejak zaman prasejarah, jauh sebelum agama-agama masuk ke Pulau Jawa. Mengutip Jurnal IMAJI UNY, kepercayaan terhadap ‘pohon hayat’ yang muncul pada masa prasejarah berkaitan dengan paham animisme dan dinamisme.
Pada saat itu masyarakat percaya bahwa pada beberapa pohon tertentu terdapat kekuatan ghaib yang menjadi sumber hidup dan mampu mengabulkan segala permohonan manusia. Adapun pohon yang dianggap penting pada waktu itu adalah pohon Waringin, yang berasal dari akar kata ‘ingin‘ dan mendapat awalan ‘war‘ (dalam bahasa Indonesia menjadi Beringin).
Selain itu juga terdapat pohon Awar-awar, Timaha, dan pohon Pelet. Baik agama Hindu ataupun Budha yang dianut di Indonesia keduanya mengenal ‘pohon hayat’. Dalam agama Buddha, pohon hayat ini dikenal dengan nama ‘pohon Bodhi‘ yang dikaitkan dengan Pencerahan yang diterima Pangeran Sidharta. Setelah agama Buddha masuk Indonesia, nama pohon itu dikaitkan dengan pohon Waringin yang keduanya termasuk jenis Ficus religius.
Adapun dalam agama Hindu, Pohon Hayat dikenal dengan nama kalpataru, kalpawreksa, dan memiliki arti yang sama dengan pohon Waringin. Menurut naskah Jawa Kuno, pohon kalpawreksa ada dalam dua bentuk. Pertama, pohon kalpawreksa yang merupakan pohon surga dan berhubungan dengan cerita mitos. Kedua, pohon kalpawreksa sebagai pohon dunia yang wujudnya dapat diamati dengan panca indra dan berupa pohon emas.
Pada zaman Jawa-Islam, kepercayaan orang Jawa terhadap ‘pohon hayat’ telah mengalami perkembangan lebih lanjut. Orang Jawa menggambarkan pohon hayat ini dalam bentuk hiasan ‘Gunungan‘ yang merupakan bentuk lain dari kalpataru. Hiasan semacam ini dapat dilihat di kompleks masjid dan makam Sunan Sendang dan juga pada pertunjukan wayang.
Sampai sekarang sisa-sisa kepercayaan terhadap pohon hayat masih ada walau samar-samar, seperti yang tampak pada kepercayaan sebagian masyarakat Jawa pada ‘pohon waringin kurung’ yang terdapat di Alun-alun Keraton Yogyakarta, yaitu Kyai Janadaru dan Kyai Dewandaru yang konon melambangkan manunggaling kawula gusti (bersatunya hamba dan Tuhannya).
Di Pulau Karimunjawa, sampai sekarang masih ditemukan pohon keramat yang diberi nama pohon dewandaru, yang mungkin perubahan dari kata dewataru. Menurut cerita setempat, pohon ini berasal dari sepasang tongkat seorang anak yang terdampar di pulau itu.
Dikisahkan bahwa suatu ketika seorang ayah tega mengusir putra kesayangannya karena anak itu berani membangkang perintahnya. Anak itu kemudian pergi meninggalkan Pulau Jawa dengan naik perahu. Berhari-hari perahu yang ditumpanginya dihantam badai dan gelombang, hingga akhirnya ia terdampar di Pulau Karimunjawa.
Setelah berjalan lama dengan kedua tongkatnya, ia beristirahat di Desa Nyamplungan. Ketika akan duduk, ia menancapkan kedua tongkatnya di atas tanah dan tiba-tiba kedua tongkat itu berubah menjadi dua pohon besar. Pohon itu dinamakan pohon dewandaru yang artinya anugerah dewa.
Sampai sekarang mitos tentang kesaktian pohon ini masih dipercaya oleh sebagian besar penduduk Pulau Karimunjawa. Pohon ini diyakini dapat menyembuhkan penyakit perut atau sebagian penawar dari gigitan ular berbisa yang banyak berkeliaran di pulau tersebut. Bahkan pohon ini dapat dijadikan sebagai semacam ajimat untuk melindungi diri dari berbagai kejahatan manusia, di samping itu juga sebagai penolak dari gangguan roh-roh jahat.