Cerita Menarik Palangka Raya, Pernah Hampir Jadi Ibu Kota Indonesia
Soekarno melihat Palangka Raya memiliki potensi yang kuat sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian negara.
Soekarno melihat Palangka Raya memiliki potensi yang kuat sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian negara.
Cerita Menarik Palangka Raya, Pernah Hampir Jadi Ibu Kota Indonesia
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) masih terus dikerjakan. Nantinya seluruh pemerintahan Indonesia akan dipusatkan di IKN, tidak lagi di DKI Jakarta.
Namun tahukah Anda bahwa sebelum pembangunan IKN digencarkan, Indonesia pernah hampir menjadikan Palangka Raya di Kalimantan Tengah sebagai calon ibu kota negara?
Gagasan ini sebelumnya dilemparkan oleh Presiden Soekarno pada 1950-an lalu.
-
Apa contoh kota yang gagal jadi ibu kota? Dia mencontohkan Naypyidaw, Ibu Kota Myanmar, yang dianggap gagal karena kotanya sepi dan desainnya hanya berfokus pada pusat pemerintahan.
-
Di mana Palangkaraya terletak? Palangkaraya juga berada di posisi strategis, yakni terletak di titik tengah garis imajiner yang menghubungkan Kota Sabang di Aceh (paling barat) dengan Kota Merauke di Papua (paling timur). Kota ini juga berada tepat di tengah-tengah antara garis utara dan selatan yang melewati Palangkaraya.
-
Bagaimana rencana pemindahan ibukota gagal? Gagalnya gagasan ini diterapkan karena tiga alasan. Pertama, fasilitas dan aksesibilitas yang terbatas, terutama untuk mendukung acara-acara nasional dan kenegaraan yang diprioritaskan oleh Sukarno saat itu, seperti Asian Games (1962), Ganefo (Games of The New Emerging Forces) (1963), dan Konferensi Wartawan Asia Afrika (1963).
-
Kenapa Sukarno memilih Palangkaraya? Selain itu, Palangkaraya dipilih sebagai calon ibu kota negara karena, menurut Sukarno, Pemerintah RI belum pernah merancang kota baru sendiri. Semua kota yang ada saat awal kemerdekaan merupakan peninggalan dari masa kolonial. Gagasan Gagal Dan Palangkaraya sendiri merupakan kota baru mandiri pertama di awal kemerdekaan.
-
Kenapa Kerajaan Pajajaran runtuh? Terlebih setelah itu, batu untuk penobatan raja kemudian diambil alih oleh pasukan Kesultanan Banten sehingga di masa-masa setelahnya tidak ada lagi penobatan. Sejak itu, Kerajaan Pajajaran jadi mudah diserang hingga akhirnya runtuh pada 1579.
-
Kenapa Banten Girang diduga sebagai ibu kota? Dilansir dari Indonesia.go.id, dari temuan sumber-sumber Portugis, Banten Girang sebenarnya merupakan ibu kota kerajaan tua.
Saat itu, Soekarno melihat Palangka Raya memiliki potensi yang kuat sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian negara.
Namun, wacana penetapan tersebut akhirnya dibatalkan dan Kota Jakartalah yang kemudian dipilih sebagai Ibu Kota Indonesia lewat penetapan Undang-Undang No. 10 tahun 1964 tentang Daerah Chusus Ibukota (DCI) Djakarta Raja.
Seperti apa kisahnya? berikut informasinya.
Sekilas Tentang Kota Palangka Raya
Palangka Raya merupakan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Tengah. Sebelumnya kota ini berdiri pada 1957 dan pernah bernama Pahandut di era sebelumnya.
Pahandut merupakan perdesaan di wilayah Kalimantan Tengah, dengan tanah khas dataran rendah yang dipenuhi rawa. Wilayah ini juga masuk kawasan hutan belantara, dengan aliran utama dari Sungai Kahayaan.
Secara geografis, kota ini terletak pada 113º30' - 114º07' Bujur Timur dan 1º35' - 2º24' Lintang Selatan. Saat ini, secara administratif, wilayahnya berbatasan dengan Gunung Mas di sebelah utara dan timur, Kabupaten Pulau Pisang di sebelah selatan dan Kabupaten Katingan di sebelah barat.
Kota Mandiri Pertama di Indonesia
Kota ini sempat berhasil dibangun setelah kemerdekaan oleh bangsa pribumi. Ini sangat berbeda dengan kota-kota besar lainnya, termasuk Jakarta sebagai ibu kota negara yang dulu didirikan oleh bangsa kolonial.
Palangka Raya perlahan berkembang di era awal pemerintahan Soekarno. Kota ini juga diperhatikan pembangunannya, melalui peletakan batu pertama pada 17 Agustus 1958 dan kemudian ditetapkan sebagai provinsi ke-17 di Indonesia.
Dari sebuah kampung kecil bertanah rawa gambut dan berpenduduk kurang lebih 6.000 jiwa, kota ini perlahan mulai terlihat modern dan siap dicalonkan sebagai pusat Ibu Kota Negara Indonesia.
Foto: Islamic Center Palangka Raya/Wikipedia
Disiapkan Sebagai Calon Ibu Kota Negara Indonesia
Di tahun yang sama, Soekarno semakin optimis dan menggencarkan promosi Palangka Raya sebagai calon ibu kota negara.
Foto: MasjidAgung Kubah/Wikipedia
Keyakinan Soekarno sederhana, karena saat itu Pemerintah Republik Indonesia belum pernah membuat kota sendiri secara mandiri.
Pemerintahan Soekarno pun jor-joran membangun sejumlah fasilitas di tengah kondisi negara yang baru saja merdeka.
Beberapa bangunan yang didirikan di antaranya pusat kota seluas 10 x 10 kilometer persegi, gedung perkantoran, perumahan pegawai, sekolah, poliklinik, rumah sakit, pasar, hotel, dan pembangkit listrik.
Ketika itu proyek raksasa ini dikerjakan dengan menggelontorkan dana awal sebesar Rp25.000.000. Instruksi pembangunannya dijalankan oleh Kepala Pekerjaan Umum saat itu Van der Pijl.
Palangka Raya Batal Jadi Ibu Kota Negara Indonesia
Setelah pembangunan besar-besaran, status kotamadya kemudian ditetapkan pada 17 Juni 1965 dengan perkembangan kota yang signifikat.
Foto: Tugu Soekarno Palangka Raya/Wikipedia
Setidaknya, sampai 1971 jumlah penduduknya bertambah menjadi 27.132 juwa dari yang sebelumnya hanya sekitar 6.800 jiwa.
Namun sebelum itu, pada 17 Juni 1964, Soekarno sempat melemparkan pernyataan bahwa penetapan Palangka Raya sebagai Ibu Kota Indonesia batal. Ini beriringan dengan keluarnya Undang-Undang No. 10 tahun 1964 tersebut.
Pembatalan ini kembali memperkuat Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959, tentang fungsi Jakarta hanya memangku tugas sebagai Ibu Kota RI.
Faktor Palangka Raya Batal Jadi Ibu Kota Indonesia
Adapun terdapat beberapa faktor yang menyebabkan Kota Palangka Raya batal jadi ibu kota Indonesia. Pertama karena sebagian besar tanah di sana merupakan daerah gambut, sehingga kualitasnya akan sangat buruk untuk menunjang pembangunan ibu kota pemerintahan juga kebutuhan air.
Kemudian, wilayah tersebut juga jauh dari pelabuhan dan harus memutar ke wilayah Sampit, Kalimantan Tengah dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan dengan jarak masing-masing sekitar 4 jam.
Pembangunan di Palangka Raya akan memakan banyak biaya, karena proses perkerasan tanah akan dilakukan berulang-ulang dan memakan waktu yang lama, sehingga pembangunan akan banyak yang tertunda.
Selain itu, kembali dipilihnya Jakarta adalah karena keberadaannya yang strategis, dengan penunjang bandara, pelabuhan dan lain sebagainya. Lalu di tahun 1962, Indonesia memiliki tawaran yang dianggap menguntungkan, yakni penyelenggaraan Asian Games sebagai tuan rumah.
Dari sana, mau tidak mau, Soekarno harus mendirikan sejumlah fasilitas umum yang juga memakan biaya banyak yakni stadion, Hotel Indonesia, Sarinah, dan patung selamat datang di Bundaran HI. Jadi, persiapan Asian Games tersebutlah yang membuat wacana tersebut gagal terlaksana.
Soekarno Memimpikan Palangka Raya Seperti Eropa dan Amerika
Sebelumnya, ada fakta menarik lainnya bahwa Soekarno telah memimpikan pembangunan Palangka Raya mirip negara-negara besar di Eropa dan Amerika.
Penyebabnya, karena Soekarno sangat menyukai makanan Pizza Del Popolo di Roma, mal-mal di Washington DC dan tata ruang Berlin serta Jerman.
Dari sana, Soekarno juga membaca kemiripan masterplan Palangka Raya yang berada di titik tengah garis imajiner Kota Sabang di Nanggroe Aceh Darussalam (paling barat) kota Merauke, Pulau Papua (paling timur), di tengah-tengah lalu ditarik ke utara dan selatan melalui Palangka Raya.
Dari sisi arsitektural, Kota Palangka Raya juga memiliki desain dengan konsep nasionalisme melalui Bundaran Besar Pusat Palangka Raya.
Lokasi ini menggambarkan jumlah rumpun kepulauan RI seperti Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku, Kalimantan, Nusa Tenggara sampai Papua.
Itulah beberapa fakta menarik tentang batalnya Kota Palangka Raya menjadi pusat pemerintahan negara yang sebentar lagi akan dipindah ke Kalimantan Timur.