Menguak Sejarah Banten pada Masa Pra Islam, Diduga Jadi Ibu Kota Kerajaan Kuno
Kerajaan tua itu bahkan sudah ada sebelum era Padjadjaran

Kerajaan tua itu bahkan sudah ada sebelum era Padjadjaran

Menguak Sejarah Banten pada Masa Pra Islam, Diduga Jadi Ibu Kota Kerajaan Kuno
Pada masanya dulu, Banten merupakan salah satu pusat peradaban Islam di Pulau Jawa. Padahal menurut peneliti, peradaban di Banten sudah berkembang jauh sebelum Islam, bahkan sebelum era Kerajaan Padjadjaran.
Bahkan dulunya Banten diduga merupakan salah satu bagian dari ibu kota kerajaan kuno. Kerajaan itu letaknya berada di hulu teluk Banten.
Apalagi di sana banyak ditemukan tembikar kuno yang diperkirakan berasal dari abad ke-12 hingga 14.

Kerajaan itu diberi nama Banten Girang. Banyaknya keramik dari Negeri Cina menjelaskan kedekatan kerajaan itu dengan peradaban Cina era Dinasti Tang.
Dilansir dari Indonesia.go.id, dari temuan sumber-sumber Portugis, Banten Girang sebenarnya merupakan ibu kota kerajaan tua. Gambaran Diogo Cuoto pada abad ke-18 menjelaskan tentang kota di tengah teluk yang amat besar.
Panjang kota itu sekitar empat ratu depa di sisi laut dan lebih panjang lagi menjorok ke sisi daratannya.
Pada salah satu bagian kota terdapat benteng dengan tembok bata setebal tujuh jengkal. Bagian atasnya terbuat dari dinding kayu dan bertingkat dua.

Sementara itu, dari sumber China tempat tersebut dinamakan “Wan-Tan”. Sumber Arab yang ditulis pada akhir abad ke-15 menjelaskan pelabuhan di dekat “Djebel Sunda” atau Gunung Gende.
Dilansir dari Indonesia.go.id, satu hal lagi yang menguatkan kondisi Banten Girang sebagai ibu kota kerajaan adalah jejak Sungai Cibanten sebagai sungai besar yang dulunya bisa dilayari kapal-kapal dagang.
Sebuah peta Banten pada tahun 1635 menjelaskan tentang Sungai Cibanten yang lengkap dengan dua jalan penghubung ke ibu kota kerajaan di kiri kanannya.
Sementara itu, catatan orang Denmark tahun 1637 mengungkapkan jika Ia masih bisa menggunakan perahu dari Banten menuju Serang. Jalan di sebelah kiri kanan sungai oleh penduduk sekitar dinamakan “Jalan Sultan” yang membentang menuju sebuah gunung api.

Pada saat Sultan Hasanuddin dari Cirebon tiba di Banten sekitar abad ke-16, ia tinggal bersama penguasa lama tempat itu bernama Brahmana Kandali.
Di sana pula ia tinggal bersama delapan ratus ajar yang dipimpin oleh Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal di sana selama 10 tahun. Para ahli menyimpulkan bahwa selama itu pula proses konversi Islam terjadi di Banten.