Menguak Sejarah Banten pada Masa Pra Islam, Diduga Jadi Ibu Kota Kerajaan Kuno
Kerajaan tua itu bahkan sudah ada sebelum era Padjadjaran
Kerajaan tua itu bahkan sudah ada sebelum era Padjadjaran
Menguak Sejarah Banten pada Masa Pra Islam, Diduga Jadi Ibu Kota Kerajaan Kuno
Pada masanya dulu, Banten merupakan salah satu pusat peradaban Islam di Pulau Jawa. Padahal menurut peneliti, peradaban di Banten sudah berkembang jauh sebelum Islam, bahkan sebelum era Kerajaan Padjadjaran.
Bahkan dulunya Banten diduga merupakan salah satu bagian dari ibu kota kerajaan kuno. Kerajaan itu letaknya berada di hulu teluk Banten.
Apalagi di sana banyak ditemukan tembikar kuno yang diperkirakan berasal dari abad ke-12 hingga 14.
-
Siapa pendiri Kerajaan Banten? Walau sebagai peletak pondasi berdirinya Kerajaan Banten, namun Sunan Gunung Jati diketahui tak pernah menjadi raja di sana hingga wafatnya.
-
Kapan Kerajaan Banten didirikan? Setelah wilayah Banten dan sebagian Jawa Barat berhasil dikuasai Demak, Sultan Trenggono lantas menjadikan Syarif Hidayatullah untuk mendirikan kerajaan bercorak Islam di tanah Banten pada 1527.
-
Bagaimana Kesultanan Banten dibangun? Dari hasil pajak cukai barang-barang yang diperjual belikan mampu membuat kota itu berdaulat dan mendorong lahirnya Kesultanan Banten lewat kepemimpinan Sultan Maulana Hasanudin.
-
Kapan kota kuno itu didirikan? Kota kuno ini diperkirakan didirikan pada akhir abad ke-6 SM dan eksis hingga abad ke-6 Masehi.
-
Bagaimana Sunan Gunung Jati mendirikan Kerajaan Banten? Setelah wilayah Banten dan sebagian Jawa Barat berhasil dikuasai Demak, Sultan Trenggono lantas menjadikan Syarif Hidayatullah untuk mendirikan kerajaan bercorak Islam di tanah Banten pada 1527.
-
Kapan Masjid Agung Banten didirikan? Dalam laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, disebutkan bahwa masjid besar ini mulai dibangun atas perintah Sultan Maulana Hasanuddin, Putra dari Sunan Gunung Jati, sekitar tahun 1552 – 1570 M.
Kerajaan itu diberi nama Banten Girang. Banyaknya keramik dari Negeri Cina menjelaskan kedekatan kerajaan itu dengan peradaban Cina era Dinasti Tang.
Dilansir dari Indonesia.go.id, dari temuan sumber-sumber Portugis, Banten Girang sebenarnya merupakan ibu kota kerajaan tua. Gambaran Diogo Cuoto pada abad ke-18 menjelaskan tentang kota di tengah teluk yang amat besar.
Panjang kota itu sekitar empat ratu depa di sisi laut dan lebih panjang lagi menjorok ke sisi daratannya.
Pada salah satu bagian kota terdapat benteng dengan tembok bata setebal tujuh jengkal. Bagian atasnya terbuat dari dinding kayu dan bertingkat dua.
Sementara itu, dari sumber China tempat tersebut dinamakan “Wan-Tan”. Sumber Arab yang ditulis pada akhir abad ke-15 menjelaskan pelabuhan di dekat “Djebel Sunda” atau Gunung Gende.
Dilansir dari Indonesia.go.id, satu hal lagi yang menguatkan kondisi Banten Girang sebagai ibu kota kerajaan adalah jejak Sungai Cibanten sebagai sungai besar yang dulunya bisa dilayari kapal-kapal dagang.
Sebuah peta Banten pada tahun 1635 menjelaskan tentang Sungai Cibanten yang lengkap dengan dua jalan penghubung ke ibu kota kerajaan di kiri kanannya.
Sementara itu, catatan orang Denmark tahun 1637 mengungkapkan jika Ia masih bisa menggunakan perahu dari Banten menuju Serang. Jalan di sebelah kiri kanan sungai oleh penduduk sekitar dinamakan “Jalan Sultan” yang membentang menuju sebuah gunung api.
Pada saat Sultan Hasanuddin dari Cirebon tiba di Banten sekitar abad ke-16, ia tinggal bersama penguasa lama tempat itu bernama Brahmana Kandali.
Di sana pula ia tinggal bersama delapan ratus ajar yang dipimpin oleh Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal di sana selama 10 tahun. Para ahli menyimpulkan bahwa selama itu pula proses konversi Islam terjadi di Banten.