Mengenal Mbah Soekijah Dalang Perempuan di Pedalaman Bojonegoro, Tak Tergoda Popularitas Hanya Pentas saat Hajatan Khusus
Bayaran besar tak menarik minat Mbah Soekijah untuk pentas pada banyak hajatan, ia hanya memilih hajatan khusus
Desa Soko di Kecamatan Temayang menyimpan kekayaan sejarah Bojonegoro pada masa purba. Jauh sebelum dikenal sebagai surga migas, Bojonegoro satu juta tahun lalu adalah lautan dalam.
Banyak ditemukan fosil hewan laut, seperti molusca, lobster, hingga karang. Fosil-fosil purba ini banyak ditemukan di Desa Soko Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro.
- Ketahuan Selingkuh dengan Mantan, Wanita di Bekasi Aniaya Pacar Barunya Pakai Kunci Motor
- Pria Ini Unggah Momen Beli Es Batu di Pedalaman Papua Pegunungan, Harganya Bikin Tercengang
- Jangan Coba-coba Motoran dengan Terobos Jalur Khusus Sepeda, Bisa Masuk Penjara
- Bos Jalan Tol Terkejut HP Sopir Ojol Perempuan Dipayungi, Saking Unik Bakal Dikirimi Hadiah Spesial
Tak hanya kaya akan jejak sejarah Bojonegoro sebagai lautan dalam, Desa Soko juga memiliki keunikan lain yakni keberadaan seorang dalang perempuan legendaris. Namanya Mbah Soekijah.
Sosok
Seorang kawan yang dulu berprofesi sebagai jurnalis Radar Bojonegoro, Amrullah Ali Moebin menceritakan pertemuannya dengan Mbah Soekijah.
Saat itu, ia berada di Desa Soko Kecamatan Temayang untuk meliput pegunungan purba, tanpa sengaja dirinya bertemu Mbah Soekijah di rumah salah satu warga. Pada hari yang sama, Mbah Soekijah hendak mempersiapkan pentas wayang pada hajatan ruwatan pemilik rumah.
Amrullah yang kini merupakan dosen di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung mengatakan bahwa Mbah Soekijah hanya mau menggelar pentas pada hajatan-hajatan khusus, salah satunya ruwatan.
Mengutip buku Jurnalisme Sejarah, dari Agama hingga Industri Migas karya Amrullah (UIN SATU, 2020), prosesi ruwatan dipimpin oleh Soekijah. Perempuan berusia lebih dari 80 tahun ini memanjatkan doa di dekat gunungan wayah dan para tokoh wayang yang sudah tertata di tempatnya. Uniknya, selama pementasan wayang, Mbah Soekijah tidak menggunakan unsur gamelan.
“Doa-doa diucapkan, Soekijah mulai memunggungi orang-orang yang akan diruwatnya. Dia menatap wayang. Tangannya bergerak mengangkat satu wayang. Ia bercerita tentang kehidupan disertai doa-doa. Salah satu kisah yang diceritakan Soekijah tentang pesan orang tua terhadap anaknya. Agar tetap belajar dan mengaji. Dia (Soekijah) berkata, mugo-mugo selamet kabeh (semoga selamat semua)” (Jurnalisme Sejarah, dari Agama hingga Industri Migas, hlm. 171)
Tirakat
Mbah Soekijah adalah antitesis dalam dunia pedalangan. Pasalnya, selama ini dalang sering dikenal sebagai sosok laki-laki. Perempuan desa yang jauh dari pusat Kota Bojonegoro itu layak dijuluki sebagai salah satu srikandi hebat kota migas.
Kemampuan mendalang ternyata sudah turun-temurun dari nenek moyang Mbah Soekijah. Hingga berita ini ditulis, belum diketahui pasti Mbah Soekijah merupakan generasi dalang ke berapa di Desa Soko Kecamatan Temayang.
Mbah Soekijah juga dikenal sebagai dalang yang kuat tirakat. Mengutip artikel Sejarah Kabupaten Bojonegoro karya Dicky Eko Prasetio (Unesa, 2022), ia menjalani puasa 40 hari sebelum mementaskan wayang pada sebuah hajatan.
Keberadaan Mbah Soekijah juga sangat lekat dengan Desa Soko sendiri. Di samping balai desa, didirikan rumah dalang khusus untuk ruwatan yang biasanya dipimpin Mbah Soekijah.