Peristiwa 19 Juli: Wafatnya Sapardi Djoko Damono, Pujangga Legendaris Indonesia
Kontribusinya dalam sastra Indonesia begitu besar. Sapardi Djoko Damono adalah seorang sastrawan legendaris Indonesia yang wafat tahun lalu pada hari ini, yakni 19 Juli 2020, diusianya yang menginjak 80 tahun. Berikut biografi singkatnya.
Sapardi Djoko Damono adalah seorang sastrawan legendaris Indonesia yang wafat tahun lalu pada hari ini, yakni 19 Juli 2020, diusianya yang menginjak 80 tahun. Sastrawan yang menorehkan banyak karya dan kenangan di hati para penggemarnya ini lahir di Surakarta, pada 20 Maret 1941.
Puisi-puisinya dikenal dan disukai oleh banyak orang, lantaran menggunakan kata-kata sederhana namun memikat dan mengena di hati dan perasaan. Selain dikenal sebagai pujangga, Sapardi Djoko Damono juga adalah seorang dosen, kritikus, pakar dan pengamat sastra. Sepak terjangnya sudah tidak diragukan lagi.
-
Dimana Djamaluddin Adinegoro lahir? Gunakan Nama Samaran Djamaluddin Adinegoro lahir di Talawi, sebuah kecamatan di Sawahlunto, Sumatra Barat pada 14 Agustus 1904.
-
Dimana Djohan Sjahroezah lahir? Djohan Sjahroezah lahir di Muara Enim, Sumatera Selatan pada 26 November 1912.
-
Dimana Hanung Cahyo Saputro dilantik? Pj Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana melantik pejabat Bupati Banyumas, Hanung Cahyo Saputro di Gradhika Bhakti Praja Building, Komplek Kantor Gubernur Jawa Tengah, Jalan Pahlawan No 9 Semarang pada Minggu (24/9) kemarin.
-
Kenapa Jogja sekarang darurat sampah? Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan masih ditutup dan akan terus berlangsung dalam beberapa hari ke depan.
-
Siapa Jhony Saputra? Merupakan Pengusaha Muda Jhony Saputra, yang disebut sebagai pengusaha muda berkecukupan, menjabat sebagai komisaris utama di PT Jhonlin Argo Raya (JARR), sebuah perusahaan yang tergabung dalam Jhonlin Group milik Haji Isam.
Kontribusinya dalam sastra Indonesia begitu besar. Sapardi Djoko Damono jugalah yang merintis sekaligus memprakarsai terbentuknya Himpunan Kesusatraan Indonesia (Hiski), yang hingga kini setiap tahunnya selalu menyelenggarakan seminar dan pertemuan sarjana sastra yang tergabung di dalamnya.
Karya-karyanya selalu sarat akan makna kehidupan, meski dijabarkan dengan bahasa dan kata yang sederhana. Populer baik di kalangan sastrawan dan masyarakat umum, berikut ini adalah cerita singkat mengenai kisah hidup Sapardi Djoko Damono.
Latar Belakang Pendidikan Sang Penyair
Sapardi Djoko Damono lahir dari pasangan Sadyoko dan Sapariah. Ayahnya adalah seorang abdi dalem di Keraton Kasunanan Solo. Oleh orangtuanya, ia diberi nama Sapardi lantaran lahir pada bulan Sapar, berdasarkan kalender Jawa. Menurut kepercayaan orang Jawa, siapa saja yang lahir di bulan Sapar kelak akan menjadi sosok yang pemberani dan teguh dalam keyakinan.
Sapardi mengenyam pendidikan dasar di SD Kesatryan Keraton Surakarta. Pendidikan menengah ditempuh di SMP Negeri 2 Surakarta dan dilanjutkan di SMA Negeri 2 Surakarta. Setelah lulus SMA, Sapardi Djoko Damono kuliah di Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Jurusan Sastra Inggris, dilansir dari ensiklopedia.kemdikbud.go.id.
Sejak SMA, Sapardi sudah aktif menulis dan mengirimkan karya-karyanya ke majalah. Aktivitas menulisnya semakin berkembang saat duduk di bangku kuliah. Ia juga sempat menempuh pendidikan singkat mengenai humanities di University of Hawaii, Amerika Serikat pada tahun 1970 hingga 1971.
Pada tahun 1989, Sapardi Djoko Damono memperoleh gelar doktor dalam ilmu sastra melalui disertasinya yang berjudul "Novel Jawa Tahun 1950-an: Telaah Fungsi, Isi, dan Struktur". Tahun 1995, ia dikukuhkan sebagai guru besar di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Di UI, ia juga pernah menjabat sebagai dekan dan guru besar, serta menjadi redaktur pada majalah Horison, Basis, dan Kalam.
Karier Kepenulisan Sapardi Djoko Damono
Telah disebutkan sebelumnya bahwa ia telah menekuni dunia tulis menulis sejak remaja belia. Saat masih di sekolah menengah, karya-karyanya sudah sering dimuat di majalah. Kegemarannya menulis semakin berkembang saat ia kuliah di Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM.
Pria yang dijuluki sajak-sajak SDD ini tidak hanya menulis puisi, namun juga cerita pendek. Ia juga menerjemahkan berbagai karya penulis asing, esai, dan sejumlah artikel di surat kabar, termasuk kolom sepak bola. Sapardi juga sedikit menguasai permainan wayang, karena kakeknya selain menjadi abdi dalem juga bekerja sebagai dalang.
Peranan Sapardi Djoko Damono dalam kancah sastra Indonesia sangatlah penting. A. Teeuw dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989) menyatakan bahwa Sapardi adalah seorang cendekiawan muda yang mulai menulis sekitar tahun 1960.
Terdapat perkembangan yang jelas terlihat dalam puisi Sapardi, terutama dalam hal susunan formal puisi-puisinya. Ia adalah seorang penyair orisinil dan kreatif, dengan percobaan-percobaan pembaharuannya yang mengejutkan dan membawa perkembangan sastra bagi masa yang akan datang.
Sastrawan, budayawan dan ahli filsafat Indonesia Abdul Hadi W.M menyebutkan bahwa puisi-puisi karya Sapardi memiliki banyak kesamaan dengan persajakan Barat sejak akhir abad ke-19 yang disebut simbolisme.
Hingga untuk bisa memahami karya-karya Sapardi dengan sebaik-baiknya, pembaca haruslah mengingat bahwa ia dengan sengaja memilih tetap berada dalam hubungan dengan konvensi-konvensi persajakan.
Karya-Karya Sastra Sapardi
Pamusuk Eneste dalam bukunya yang berjudul Ikhtisar Kesusastraan Indonesia Modern (1988) memasukkan Sapardi Djoko Damono ke dalam kelompok pengarang Angkatan 1970-an.
Sapardi mengumpulkan sajaknya dalam buku-buku yang berjudul Duka-Mu Abadi (1969), Mata Pisau (1974), Akuarium (1974), Perahu Kertas (1983), Sihir Hujan (1984), Hujan Bulan Juni (1994), Arloji (1998), Ayat-Ayat Api (2000), Mata Jendela (2000), dan Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro (2003). Dalam tahun 2001 terbit kumpulan cerpennya berjudul Pengarang Telah Mati. Tahun 2009 terbit kumpulan sajaknya yang berjudul Kolam.
Sebagai pakar sastra, ia juga menulis beberapa buku yang sangat penting, yaitu;
- Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas (1978),
- Novel Sastra Indonesia Sebelum Perang (1979),
- Kesusastraan Indonesia Modern: Beberapa Catatan (1999),
- Novel Jawa Tahun 1950-an:Telaah Fungsi, Isi, dan Struktur (1996),
- Politik, Ideologi, dan Sastra Hibrida (1999),
- Sihir Rendra: Permainan Makna (1999) dan
- Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan: Sebuah Catatan Awal.
Semasa hidupnya, Sapardi Djoko Damono juga telah menerima beberapa penghargaan dan hadiah sastra. Di antaranya adalah;
- hadiah dari majalah Basis pada tahun 1963 atas puisinya yang berjudul "Balada Matinya Seorang Pemberontak",
- tahun 1978 menerima penghargaan Cultural Award dari Pemerintah Australia;
- tahun 1983 memperoleh hadiah Anugerah Puisi-Puisi Putera II untuk bukunya Sihir Hujan dari Malaysia;
- tahun 1984 mendapat hadiah dari Dewan Kesenian Jakarta atas bukunya yang berjudul Perahu Kertas;
- tahun 1985 menerima Mataram Award;
- tahun 1986 ia menerima hadiah SEA Write Award (Hadiah Sastra Asean) dari Thailand.
- Anugerah Seni dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1990.
- tahun 1996 ia memperoleh Kalyana Kretya dari Menristek RI.
- tahun 2003 Sapardi mendapat penghargaan The Achmad Bakrie Award for Literature,
- tahun 2004 memperoleh Khatulistiwa Award, dan
- tahun 2012, mendapat penghargaan dari Akademi Jakarta.