Ramai Dibicarakan, Ini 4 Fakta Partai Golkar yang Jarang Diketahui Orang
Golkar tengah menjadi perbincangan hangat usai Ketua Umum partai berlogo beringin ini mundur. Ini sejumlah fakta menarik Partai Golkar.
Pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Surokim Abdussalam menyebut mundurnya Airlangga Hartarto dari kursi Ketua Umum Partai Golkar akan berimbas pada peta politik negeri ini, khususnya Pilkada Serentak.
Surokim Abdussalam mengatakan, mundurnya Airlangga akan berdampak pada rekomendasi dan persiapan pilkada di daerah yang waktunya sudah mepet, yakni akhir Agustus.
"Pascamundurnya pak Airlangga (Hartarto) tentu saja berdampak terhadap rekom pilkada, khususnya di daerah utama yang selama ini harus melalui ketum," terangnya, dikutip dari ANTARA, Senin (12/8/2024).
Meski demikian, Surokim memperkirakan mundurnya Airlangga tidak akan mengubah dukungan Partai Golkar pada Pilkada Jawa Timur. Selama ini, Partai Golkar yang masuk dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) menyatakan dukungan kepada pasangan cagub dan cawagub petahana, Khofifah dan Emil Dardak.
"Saya pikir Golkar akan konsisten mendukung KIM (Koalisi Indonesia Maju)," katanya.
Alasan Airlangga
Sebelumnya, Airlangga Hartarto mengumumkan pengunduran dirinya dari posisi Ketua Umum Partai Golkar. Airlangga menyebut keputusan itu diambil guna memastikan stabilitas transisi pemerintahan baru.
Pengunduran diri Airlangga terhitung sejak Sabtu malam (10/8/2024. Partai Golkar akan segera menyiapkan mekanisme organisasi sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan rumah tangga (AD/ART) organisasi yang berlaku.
Proses selanjutnya akan berjalan di dalam internal Partai Golkar, termasuk terkait dengan penunjukan pelaksana tugas (plt.) ketua umum dan persiapan menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub).
Menyusul Airlangga, politikus Partai Golkar sekaligus pebisnis jalan tol Yusuf Hamka pun resmi mundur dari partai berlogo pohon beringin ini.
Sejarah
Partai Golongan Karya (Golkar) didirikan pada akhir era kepemimpinan Presiden Soekarno. Tujuannya untuk menghadapi kekuatan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada tanggal 20 Oktober 1964, terbentuklah Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) yang terdiri dari pemuda, wanita, sarjana, buruh, tani dan nelayan yang dihimpun oleh golongan militer khususnya Angkatan Darat. Sekber Golkar merupakan sebuah tempat bagi golongan fungsional yang tidak terpengaruh akan politik tertentu.
Sekber Golkar dapat diterima di tengah-tengah masyarakat. Dibuktikan dengan jumlah anggotanya yang semakin meningkat.
Pada Pemilu 1971, Sekber Golkar ikut serta dalam Pemilu dengan nama Golongan Karya (Golkar) sesuai keputusan pada tanggal 4 Februari 1970.
Pada Pemilu 1971 Golkar dianggap remeh bagi sebagian partai lain. Hasilnya mengejutkan. Golkar sukses besar dengan perolehan suara sebesar 34.348.673 suara atau 62,79 % dari total perolehan suara.
Pada tanggal 17 Juli 1971 Sekber Golkar resmi merubah diri menjadi Golkar. Kini, partai ini merupakan salah satu partai yang terbesar di Indonesia.
Disebut Ide Bung Karno
David Reeve, peneliti dari University of New South Wales (UNSW) Australia menulis buku berjudul Golkar, Sejarah yang Hilang.
“Golkar lahir sebagai alternatif partai. Parlemen akan berdasarkan golongan-golongan yang berfungsi, tidak didasarkan pada ideologi-ideologi, yang pada tahun 1950-an, dianggap justru memecah belah Indonesia,” ungkapnya, dikutip dari laman Golkar Institute.
Reeve menyebut, pertarungan ideologi di Indonesia yang masuk hingga pelosok pedesaan pada 1954-1955 justru membahayakan Bangsa Indonesia. Sehingga menurut Soekarno ideologi harus digantikan dengan golongan fungsional.
Menurut Reeve, gagasan Soekarno tentang golongan fungsionil atau golongan karya ini bukan gagasan baru, namun sudah mengakar dalam masyarakat Indonesia. Ki Hajar Dewantara, menurut David Reeve menyebut bahwa Golongan Karya inilah yang dimaksud pada tahun 1940-an saat proses kemerdekaan dan penyusunan UUD.
“Waktu saya membaca perdebatan tentang penyusunan UUD 45, saya harus setuju bahwa ide-ide di belakang Golongan Karya sudah ada dari Bung Karno, Ki Hajar Dewantara dan Soepomo, seorang ahli hukum,” terangnya.
Masa Kelam
Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI saat ini, pernah menyebut tahun 2015 dan tahun 2016 adalah masa terkelam Partai Golkar.
Bambang menilai, sepanjang 2015, tantangan yang dihadapi Golkar berasal dari dalam yakni adanya perpecahan di antara pengurus ditambah intervensi pemerintah.
Pada 2016, imbuh pria yang akrab disapa Bamsoet ini, Partai Golkar menghadapii berbagai tantangan. Pertama, masalah solidaritas partai akibat pertikaian internal yang berlarut-larut dan desakan munas.
Kedua, masalah hukum terkait skandal papa minta saham yang menggerus suara partai dan menggerogoti citra partai yang tengah terpuruk akibat konflik internal.
Ketiga, sikap pemerintah yang makin terlihat sengaja mempersulit legalitas kepengurusan Golkar hasil Munas Bali 2014-2019.