Benteng terakhir petani dan nelayan melawan pemilik modal
"Yang saya pegang kampanye Bupati (Yoyo Riyo Sudibyo), mau membantu petani kecil".
Di bawah terik matahari, Cayadi berjalan menyusuri rel yang berada di tengah lahan persawahan Desa Karanggeneng, Kabupaten Batang. Dari kejauhan nampak gubuk bambu dengan warna kombinasi merah dan kuning dan hitam.
"Di sana posko perlawanan kami yang menolak PLTU. Selalu ada warga yang berjaga," ujar Cayadi sambil menunjukkan pada merdeka.com.
Posko itu berdiri di atas lahan yang tidak dikuasai PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) yang merupakan perusahaan konsorsium PT Adaro Energy dan perusahaan Jepang PT Itochu serta PT J-Power, penggarap megaproyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu bara berkapasitas 2x1.000 megawatt yang digadang-gadang sebagai PLTU terbesar seantero Asia Tenggara.
Posko ini dibangun dengan semangat gotong royong. Petani dibantu nelayan memikul bambu cukup besar untuk dijadikan tiang penyangga dan atap posko perlawanan. Mereka melintas area persawahan dan rel kereta ganda. Bendera merah putih menari menemani para petani yang sibuk menggergaji dan memasang bambu serta panji-panji penolakan megaproyek listrik yang membutuhkan dana hingga USD 4 miliar. Kaum perempuan menyiapkan makanan untuk disantap bersama-sama.
-
Dimana PLTU Batang berada? PLTU Batang adalah pembangkit listrik tenaga uap ultra critical sebesar 2x1.000 MW di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
-
Siapa yang membangun PLTU Batang? PLTU Batang merupakan proyek dengan pola Kerjasama Pemerintah Swasta skala besar pertama dengan nilai investasi lebih dari USD 4 miliar.
-
Mengapa PLTU Batang dibangun? Pembangunan PLTU Batang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Jawa dan merupakan bagian dari program penyediaan listrik 35.000 MW.
-
Kapan Desa Panggungharjo dibentuk? Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan maklumat monarki Yogyakarta tahun 1946 yang mengatur tentang tata kalurahan saat itu.
-
Apa yang menjadi keunggulan teknologi PLTU Batang? PLTU Batang menggunakan teknologi mutakhir terbesar di Asia Tenggara untuk saat ini, yaitu Ultra Super Critical, yang memberikan tingkat efisiensi yang tinggi dan memberikan dampak lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan teknologi PLTU sebelumnya.
-
Kapan Jalur Lingkar Barat Purwakarta dibangun? Sebelum dibangun jalan lingkar pada 2013, Kecamatan Sukasari yang berada paling ujung di Kabupaten Purwakarta aksesnya tidak layak.
greenpeace tolak pltu batubara batang ©2015 merdeka.com/imam buhori
Di depan posko mereka berdiri papan mural bergambar dan bertuliskan kecaman atas proyek PLTU yang memakan lahan seluas 226 hektar. Bunyinya, 'PLTU Jahat, kau pagari sawah ku, kau pagari masa depanku', 'Jangan Tukar Pangan Kami Dengan Polusi', 'PLTU Musuh terbesar Petani dan Nelayan'. Di bagian kanan terpampang tulisan besar berbunyi 'PLTU Merampas Tanah dan Kehidupanku'.
Cayadi dan warga lainnya menyatakan posko tersebut sebagai simbol masih ada warga yang berani melawan pemilik modal dan penguasa yang tak berpihak pada kehidupan petani. "Yang saya pegang kampanye Bupati (Yoyo Riyo Sudibyo), mau membantu petani kecil. Jokowi juga ngomong supaya petani kecil hidup," katanya.
Sejak benteng perlawanan itu berdiri kokoh, petani dan nelayan cukup rajin menggelar diskusi. Tidak hanya siang hari, tapi juga hingga dini hari. Tiap Kamis malam, warga menggelar istighosah. Mereka menyadari, perlawanan membutuhkan kekuatan doa restu sang pencipta. Kaum perempuan sibuk memasak makanan ringan dengan menggunakan kayu bakar. Sementara kaum pria terlibat diskusi serius. Pisang, kacang dan jagung rebus menambah hangat diskusi malam yang membahas keberlanjutan perlawanan terhadap proyek PLTU. Mereka tak bisa mengandalkan perangkat desa.
"Aparat desa dan pemkab pernah datang dan tanya mau kita apa. Ya kita jawab cuma satu, PLTU tidak dibangun di sini (Batang)," jawab Jaeni, nelayan Desa Roban.
demo pltu batubara ©2016 merdeka.com/imam buhori
Benteng perlawanan juga terlihat di pesisir pantai yang ada di Desa Roban. Jaeni mengatakan, 90 persen warga Desa Roban menolak PLTU. Semua perahu nelayan berbendera Tolak PLTU. Di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), biasa nelayan berkumpul, nampak jelas penolakan terhadap PLTU. Murah menghiasi tembok besar di TPI Desa Roban. Mural itu bergambar perlawanan nelayan. Tulisan besar berbunyi 'Tanah laut darah daging kami jaga sampai mati'. Ada pula yang berbunyi 'Bikin saja PLTU di bulan, jangan di sini'.
Jaeni menyadari ada beberapa warga yang mengkhianati perjuangan. Awalnya menolak keras, tapi sekarang justru berseberangan jalan dan mendukung proyek listrik tersebut. Tapi, kata dia, sebagian besar warga Roban masih konsisten menolak.
Abdul Hakim menambahkan, salah seorang direktur PT BPI pernah mengundang warga untuk mensosialisasikan proyek PLTU. Pertemuan itu digelar di Balai Latihan Kerja (BLK). Warga diberi gambaran bahwa proyek ini tidak akan menimbulkan masalah lingkungan. Awalnya memang warga tidak tahu apa-apa soal PLTU, tapi seiring perjalanan waktu, warga tak lagi bisa dibodohi.
"Sebaik-baiknya PLTU tidak ada manfaatnya bagi warga," kata Abdul Hakim.
(mdk/arb)