BNPB: Eksploitasi Alam Tak Perhatikan Lingkungan
Beragam upaya terus dilakukan. Salah satunya meminta banyak daerah untuk memetakan potensi banjir dan tanah longsor.
Beragam bencana masih melanda Indonesia. Ketika seluruh masyarakat berjuang menghadapi pandemi Covid-19, justru bencana alam menjadi momok sejak awal Januari 2021. Situasi ini tentu membuat keadaan semakin sulit.
Seluruh pihak kini tengah berjibaku menanggulangi bencana alam. Semua tenaga dikerahkan agar beragam bencana tidak memakan banyak korban. Walaupun dalam catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 21 Januari 2021, sudah terjadi 185 bencana alam dan non alam. Dari peristiwa itu, terdapat 140 orang menjadi korban jiwa.
-
Kapan BBNKB dikenakan? BBNKB berlaku bila seseorang melakukan transaksi jual beli mobil bekas dan akan dikenakan biaya balik nama sehingga kendaraan tersebut memiliki nama sesuai dengan pemilik atau pembelinya.
-
Kapan BPS dibentuk? Sejarah BPS dimulai pada tahun 1960, ketika Biro Pusat Statistik didirikan.
-
Kapan Kepala BPIP meresmikan Pojok Taman Baca Pancasila di bantaran Kali Code Yogyakarta? Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Yudian Wahyudi, meresmikan Pojok Taman Baca Pancasila sekaligus membagikan Program Basis (Bantuan Atasi Stunting) berupa pemberian makanan sehat serta pemberian paket belajar kepada anak-anak Bantaran Kali Code Yogyakarta, Senin (28/8/23).
-
Kenapa Kepala BPIP meresmikan Pojok Taman Baca Pancasila di bantaran Kali Code Yogyakarta? Yudian mengatakan, anak-anak merupakan harapan kepemimpinan masa depan bangsa dan Pojok Taman Baca Pancasila sebagai bentuk gotong royong untuk turut mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
-
Apa yang diumumkan oleh BPBD DKI Jakarta? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengumumkan, cuaca ekstrem berpotensi melanda Ibu Kota hingga 8 Maret 2024.
-
Di mana lokasi bencana banjir yang ditangani oleh BRI Peduli? Banjir bandang akibat hujan dengan intensitas tinggi menerjang beberapa wilayah di tanah air. Hujan deras pada Sabtu (8/6) menyebabkan meluapnya Sungai Masamba dan Sungai Rongkong menimbulkan banjir di wilayah Kecamatan Malangke dan Malangke Barat, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan terendam banjir.
BNPB merespon cepat terkait data selama Januari 2021. Beragam upaya terus dilakukan. Salah satunya meminta banyak daerah untuk memetakan potensi banjir dan tanah longsor. Terutama untuk penguatan kesiagaan menghadapi bencana.
Berikut penjelasan Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati, kepada jurnalis merdeka.com Angga Yudha melalui pesan elektronik pada Jumat, 22 Januari 2020:
Catatan BNPB hingga 21 Januari 2021 terjadi 185 bencana alam dan non alam dengan total 140 korban jiwa. Bisa dijelaskan upaya apa saja yang dilakukan BNPB terkait kondisi tersebut?
BNPB mendorong pemerintah daerah, khususnya BPBD, dalam melakukan upaya kesiapsiagaan. Misal, beberapa waktu lalu, BNPB berkirim surat kepada BPBD provinsi terhadap potensi bahaya banjir dan tanah longsor.
BNPB menginformasikan wilayah-wilayah yang berpotensi terdampak bencana. Ini memberikan kesempatan kepada daerah untuk berkoordinasi dengan dinas maupun Lembaga terkait untuk penguatan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bahaya.
Di samping itu banyak instrumen yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko bencana, seperti dengan magma Indonesia, Info BMKG, maupun inaRISK.
Banjir di Kalsel ©2021 Merdeka.com
Dalam setiap kejadian bencana, 1 korban jiwa adalah tragedi dan ini selalu menjadi evaluasi kepada BNPB dan BPBD untuk meningkatkan kompetensi dalam penanggulangan bencana. Satu hal yang menjadi catatan bahwa BNPB dan BPBD tidak dapat sendiri. Penanggulangan bencana adalah urusan bersama, kami menyebutnya dengan pentaheliks. BNPB selalu mendorong hal tersebut. Misalnya dalam penanganan gempa Sulbar, ratusan relawan dengan berbagai kompetensi dan sumber daya bekerja untuk membantu pos komando.
Pada saat tanggap darurat, BNPB dan K/L akan memberikan dukungan seperti saat longsor Sumedang, banjir meluas di Kalimantan Selatan maupun gempa bumi Sulawesi Barat. Berbagai bantuan, khususnya diberikan oleh BNPB, baik personel, peralatan dan perlengkapan hingga alokasi dana siap pakai.
Kejadian hidrometeorologi sepertinya menjadi sorotan khusus di awal 2021 ini. Analisa BNPB seperti apa kondisi di lapangan, terutama di wilayah bencana banjir dan tanah longsor?
Bencana ini sudah dapat diprediksi seiring analisis prakiraan cuaca maupun pergerakan tanah yang dikeluarkan oleh BMKG dan PVMBG maupun Lembaga terkait lain. Pencegahan bahaya hidrometeorologi tidak dapat dilakukan sekejap.
Ini membutuhkan proses yang holistik tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga semua pihak. Misalnya daerah aliran sungai (DAS) kritis, menjadi pertanyaan bersama apakah masyarakat yang berada di kawasan tersebut sudah mengikuti tata pemukiman yang telah ditetapkan? Atau misalnya tata guna lahan yang sudah sesuai dengan karakteristik wilayah.
Ini menjadi pekerjaan rumah bersama dan perlunya keterlibatan semua pihak.
Bisa dijelaskan apakah bencana hidrometeorologi yang kerap terjadi di Indonesia murni akibat faktor curah hujan atau ada faktor lain?
Banyak faktor yang dapat menjadi pemicu terjadinya bencana hidrometeorologi, seperti DAS kritis, anomali cuaca hingga factor antropogenik, seperti tata guna lahan yang kurang tepat dan eksploitasi alam tanpa memperhatikan lingkungan.
Lalu langkah mitigasi seperti apa yang diterapkan BNPB terkait bencana banjir dan tanah longsor?
Sesuai instruksi Kepala BNPB Doni Monardo, melalui Kedeputian Pencegahan sudah mengirimkan surat peringatan imbauan kepada seluruh Kepala BPBD Provinsi/Kabupaten/Kota untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam ancaman bencana hidrometeorologi, khususnya banjir dan longsor. Sesuai data BMKG, puncak musim hujan ada di bulan Januari dan Februari 2021.
Meski angka bencana banjir lebih tinggi, namun total korban jiwa paling rendah dibandingkan gempa bumi. Banjir sebanyak 34 korban jiwa, sedangkan gempa bumi 91 korban jiwa. Dari data ini, Bisa dijelaskan bagaimana faktor apa seharusnya menjadi perhatian khusus bagi masyarakat?
Menjadi catatan, ini tidak dapat dijadikan patokan. Apabila diakumulasi setiap tahunnya, bencana hidrometeorologi seperti tanah longsor merupakan bencana paling mematikan. Ini disebakan frekuensi bencananya yang lebih sering dibandingkan gempa bumi.
BNPB mengusung tagline #SiapUntukSelamat. Di belakang tagline tersebut, ada harapan besar bahwa pengetahuan terhadap potensi bahaya dan risiko tidaklah cukup. Namun, latihan menjadi pelengkap yang sangat berharga dalam menyelamatkan masyarakat. Pengetahuan tanpa Latihan akan sia-sia.
Misalnya, suatu keluarga memiliki risiko terhadap bahaya gempa bumi, di setiap keluarga, tingkat risiko bisa berbeda-beda. Ini dipengaruhi banyak faktor, seperti apakah di keluarga memiliki anggota yang disabilitas, lansia, atau yang termasuk kelompok rentan, kemudian bagaimana tata ruang di dalam rumah, pemahaman dan pengetahuan setiap anggota keluarga hingga struktur bangunan yang dimiliki.
Jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, apakah data BNPB terkait bencana alam dan non alam sekaligus korban jiwa ini menunjukkan adanya sejumlah perbaikan yg signifikan atau justru lebih buruk?
Dilihat dari jumlah kejadian dan korban meninggal tahun 2020 menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2019 sejumlah 3.814 kejadian bencana dan 589 korban meninggal & hilang, sedangkan di tahun 2020 mengalami penurunan kejadian dan jumlah korban, yakni 2.952 kejadian bencana dan 409 korban meninggal & hilang (validasi 5 Januari 2021, Saat ini tim Pusdatin masih melakukan validasi ke daerah/BPBD sampai dengan akhir Maret).
Jika sesuai standar SFDRR dan UU No.24 tahun 2007 keberhasilan dalam penanggulangan bencana alam diantaranya adalah dapat menekan jumlah korban, jumlah kerugian harta benda serta sarana dan prasarana.
Namun, tidak dapat kita pungkiri juga untuk bencana non alam yang ditetapkan sebagai bencana nasional, yaitu Epidemi COVID-19 juga berdampak besar untuk sosial dan ekonomi.
Tim SAR Bersihkan Material Banjir Bandang ©2020 Merdeka.com/Arie Basuki
Terkait bantuan bencana, masih banyak warga di sejumlah daerah terdampak bencana terpaksa berebut bantuan. Bisa ceritakan apa yg sebenarnya terjadi di lapangan ketika pembagian bantuan?
Fenomena tersebut memang menjadi keprihatinan bersama. Apa yang terjadi sangat disayangkan. Ini menjadi pembelajaran bersama. Satu hal yang dapat membantu masyarakat dalam situasi seperti ini yaitu adanya persiapan. BNPB selalu mengingatkan pentingnya tas siaga bencana. Kebutuhan tas siaga bencana ini disesuaikan dengan keluarga.
Dalam konteks gempa, keluarga dapat mempersiapkan bahan makanan, minuman, obat-obatan dan tenda keluarga. Sering ditemui dalam bencana gempa, keluarga mengungsi di bawah terpal di samping rumah. Mereka tidak ingin jauh dari aset yang dimiliki, namun tinggal di bawah terpal dapat berdampak yang lebih buruk terhadap keluarga, misalnya ada anak-anak. Mereka yang seperti ini biasanya yang masih trauma dengan guncangan gempa.
Di sisi lain, apabila kita lihat dalam kejadian bencana, ada banyak pihak memberikan bantuan dan yang terjadi tidak terkoordinasi dengan baik. Yang dapat dilakukan yaitu berkoordinasi dengan pos komando. Dalam setiap kejadian bencana, pemerintah daerah akan membentuk pos komando yang berfungsi untuk merespons penanganan darurat termasuk mengkoordinir bantuan dari berbagai pihak. Ini dimaksudkan supaya tidak ada duplikasi bantuan, serta pendistribusian yang lebih tepat sasaran dan cepat.
Selain sulitnya akses untuk memberikan bantuan logistik kepada korban bencana. Biasanya apa kendala lain yang kerap ditemukan di lapangan?
Transportasi terkadang menjadi kendala di lapangan, baik operator maupun kendaraannya.
Kendala lain tidak terkoordinasinya bantuan dari organisasi masyarakat atau relawan yang seharusnya diberitahukan kepada pos komando. Hal tersebut akan sangat membantu dalam menghadapi kesenjangan distribusi bantuan dan kecepatan distribusi bantuan kepada keluarga terdampak.
Selama masa pandemi corona, bagaimana BNPB menerapkan pola kerja dalam memberi pengarahan, bantuan bahkan rehabilitasi kepada para korban bencana dalam keadaan darurat?
BNPB sejak dini mengarahkan daerah untuk menerapkan protokol kesehatan, khususnya apabila terjadi penanganan darurat. Ini difokuskan pada petugas yang memberikan pertolongan maupun warga yang harus diungsikan. Misalnya dalam konteks gempa Sulbar, BNPB membantu pos komando dengan mendirikan desk relawan yang melayani rapid test antigen kepada para sukarelawan sebelum melakukan respons ke lapangan. Contoh lain, penanganan kelompok rentan yang mengungsi karena aktivitas vulkanik Gunung Merapi. Tempat pengungsian dilengkapi dengan fasilitas cuci tangan maupun partisi antar keluarga.
Dalam kondisi darurat, BNPB mendorong antigen yang dibutuhkan dalam mencegah penularan Covid-19 di lokasi pengungsian.
Apa rencana BNPB ke depan guna memperbaiki penanggulangan bencana Indonesia di masa depan?
Pertama, BNPB tidak dapat bekerja sendiri dalam penanggulangan bencana. Penanggulangan bencana adalah urusan bersama. Kami menyebutkan pentaheliks, yang melibatkan pemerintah, akademisi atau pakar, dunia usaha, masyarakat dan media massa.
Berikutnya BNPB akan selalu memberikan perkuatan kepada BPBD baik di tingkat provinsi, kabupaten dan kota, seperti peningkatan kapasitas, dukungan perlengkapan dan peralatan hingga penyusunan dokumen kebencanaan, seperti rencana kontingensi.
Selanjutnya BNPB dan K/L akan mengevaluasi penanggulangan bencana yang selama ini diimplementasikan dan dampaknya terhadap ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana.
(mdk/ang)