Celah ajaib di Kuta Pangwa
Namun, Marthonis mesti merelakan kepergian sang bunda dalam bencana itu.
Marthonis (42) sibuk membongkar puing-puing rumahnya. Dia sedang mencari sesuatu di balik reruntuhan yang merenggut nyawa ibundanya, di Gampong Kuta Pangwa, Kecamatan Trienggadeng, Kabupaten Pidie Jaya. Gempa 6,5 Skala Richter itu benar-benar membuatnya berduka.
Sesekali dia menunjuk ke kasur masih tergeletak. Bongkahan beton masih bercokol di atas kasur tempat ibunya tertimbun bangunan. Lalu dia bergeser sedikit ke arah kiri, menunjukkan sebuah lorong seukuran tubuh orang dewasa.
-
Kapan Gempi menunjukkan bakat berenang? Hal ini dapat dilihat dari unggahan Gisel beberapa waktu yang lalu. Di dalam gambar-gambar itu, Gempi sedang menjalani pelajaran berenang.
-
Kapan benua ini tenggelam? Sekitar 70.000 tahun yang lalu, daratan luas yang kini tenggelam di lepas pantai Australia kemungkinan pernah ditinggali setengah juta manusia.
-
Apa yang terjadi di Batang akibat gempa? Gempa itu menyebabkan kerusakan pada sejumlah bangunan. Hal itu terlihat dari sebuah video amatir warga. Tak hanya rusak, sejumlah warga tampak panik.
-
Bakat apa yang dimiliki Gempi? Gempita Nora Marten saat ini telah menginjak usia 9 tahun. Bagi mereka yang telah mengikuti perjalanan hidupnya sejak bayi hingga sekarang, tentu tidak percaya melihatnya tumbuh sebesar ini. Walaupun usianya masih muda, Gempi menunjukkan bakat yang luar biasa.
-
Di mana letak Agrowisata Bhumi Merapi? Ini merupakan tempat wisata edukasi yang terletak di lereng Gunung Merapi.
-
Kapan gempa di Gianyar terjadi? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali mencatat kerusakan ringan dampak gempa berkekuatan 4.9 magnitudo di Kabupaten Gianyar. Getaran gempa sempat membuat penghuni hotel berhamburan meninggalkan gedung."Kerusakan ringan, tembok retak dan genteng jatuh," kata Kepala BPBD Made Rentin dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (7/9).
"Dari situlah saya keluar, bersama anak dan istri setelah gempa," kata Marthonis kepada merdeka.com.
Sambil bercerita bagaimana bisa selamat dari maut, Marthonis membolak-balik beberapa puing-puing bangunan mencari benda-benda berharga. Satu persatu kertas-kertas dan juga pakaian masih layak dia ambil dan dikumpulkan.
"Ini sepeda motor masih terjepit," ujar Marthonis.
Sepeda motor dengan pelat nomor merah itu terhimpit reruntuhan bangunan. Butuh banyak orang buat mengangkat kuda besi dinas itu. Marthonis merupakan kepala gampong Kuta Pangwa.
"Ini sudah dapat," sergah Marthonis. Ternyata dia mencari buku hitam sepeda motor, buku rekening bank milik anaknya, dan stempel kepala gampong.
Raut wajah Marthonis terlihat tegar. Meski tak pernah tahu di dalam hatinya. Dia, istri, dan anak-anaknya mulai terlihat ceria. Meskipun masih tersimpan rasa trauma, takut tragedi itu terulang.
Marthonis terdiam sebentar sembari berdiri di atas reruntuhan kediamannya. Sambil menundukkan kepala ke bawah, dia melihat kembali lorong sempit itu.
"Secara logika, ini lorong enggak muat, tetapi entah bagaimana kami bisa keluar dari sini atas pertolongan Allah S.W.T.," lanjut Marthonis.
Sebelum terjadi gempa, Marthonis sudah terjaga dan hendak salat subuh. Dia juga sempat mengusir nyamuk hinggap di tubuh anaknya. Bahkan beberapa kali memukul serangga itu yang hinggap di dinding rumahnya.
Mendadak, bumi berguncang keras. Dalam sekejap rumahnya ambruk. Marthonis bersama istri dua anaknya tertimbun. Mujur, ranjang menahan puing-puing itu.
Pandangannya langsung gelap. Hanya terdengar kedua anaknya menangis dan menjerit memanggil sang ibu. Marthonis dan keluarganya sedang berada di ujung tanduk. Dia mencoba menenangkan istri dan kedua buah hatinya. Di benaknya hanya terlintas satu: dia harus segera mencari jalan keluar.
"Saya korek-korek pakai tangan. Ini semua gelap, lampu mati. Lalu tiba-tiba saya seperti dapat celah. Saya korek, ternyata bisa keluar," imbuh Marthonis.
Tak berlama-lama, Marthonis lantas meminta sang istri mendorong anak kedua mereka, Anis (6), segera keluar melalui lubang kecil itu. Disusul sang kakak, Anas (11), sambil merangkak.
"Setelah itu baru saya keluar. Hanya 30 menit kami dalam reruntuhan," lanjut Marthonis.
Setelah lolos, Marthonis terkejut karena rumah tetangganya juga ambruk. Saat itu dia hanya mendengar kepanikan dan jeritan minta tolong dimana-mana. Semua sibuk menolong keluarga masing-masing. Kemudian dia teringat sang bunda sedang terlelap di kamar sebelah kiri rumah. Ternyata sudah roboh.
Marthonis mencoba untuk memanggil nama ibunya, Tisapura Bantasyam (60), berkali-kali. Namun tak ada jawaban. Marthonis pun terus mencoba meraba-raba tanpa penerang, tetap tak ditemukan.
"Baru kami bisa lihat sekitar pukul tujuh. Tampak kepalanya dan beliau sudah meninggal," kenang Marthonis.
Setelah keluarganya selamat, dia berusaha menolong warganya yang menjadi korban. Sekarang dia mengungsi di dekat rumahnya dengan mendirikan tenda darurat dari terpal. Di balik tenda darurat itu, dia masih tetap melayani masyarakat.
Baca juga:
Didekap bunda di ambang maut
Kementerian BUMN salurkan bantuan Rp 9 Miliar bagi korban gempa Aceh
Tinggal aku dan Aura
Kesederhanaan warga Pidie Jaya rayakan Maulid Nabi di pengungsian
Panglima TNI temui ribuan prajurit sedang bersihkan sisa gempa Aceh
Pemerintah mulai bangun sekolah darurat di Aceh