'Dangdut adalah kita'
Dalam evolusi menuju bentuk kontemporer sekarang masuk pengaruh unsur-unsur musik India.
Judul di atas memang terinspirasi dengan tagline kampanye Presiden Joko Widodo dulu, yang mengantarkan orang desa asal Solo, Jawa Tengah tersebut sebagai presiden Republik Indonesia. Tapi bukan berarti saya pasukan nasi bungkus (panasbung) yaa..
Tulisan ini cuma sekadar ingin mengupas dangdut, musik yang konon asli Indonesia. Padahal, sebenarnya tidak asli-asli amat. Tak percaya, monggo kita buktikan.
Dangdut, musik yang katanya paling populer di Tanah Air ini sebenarnya merupakan perpaduan dari musik India, Melayu, dan Arab. Dangdut bercirikan dentuman tabla dan gendang. Musik dangdut juga dipengaruhi musik 'ajegile' India melalui film Bollywood yang dulu kerap jadi kiblat musik tanah air. Sebut saja Ellya Khadam dengan lagu 'Boneka India'. Masih ingat liriknya?
Boneka cantik dari India,
Boleh dilirik tak boleh dibawa.
Boneka sayang berbaju biru,
Boleh dipandang tak boleh diganggu.
Dalam evolusi menuju bentuk kontemporer sekarang masuk pengaruh unsur-unsur musik India (terutama dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan harmonisasi). Perubahan arus politik Indonesia pada akhir tahun 1960-an juga membuka masuknya pengaruh musik barat yang kuat dengan masuknya penggunaan gitar listrik.
Bagi kalian yang doyan dangdut sejak lama, pasti familiar dengan Munif Bahasuan yang konon dianggap sebagai pelopor musik dan maestro dangdut Tanah Air. Munif Bahasuan, pencipta lagu-lagu Melayu yang juga seorang penggiat Orkes Melayu Kelana Ria ini tak salah jika disebut sebagai maestro dangdut Tanah Air lantaran karya-karyanya yang luar biasa.
Lagu ciptaannya, 'Kudaku Lari' yang dipopulerkan A Haris pada tahun 1953 silam, dianggap sebagai salah satu pelopor irama yang kelak bakal menjadi lagu dangdut. Kenapa demikian? Lagu tersebut telah berani memasukkan gendang, atau dalam bahasa India disebut tabla, pada orkes yang semula hanya menggunakan gitar, bas, mandolin, dan harmonium.
Dan dangdut bermetamorfosa menjadi kian moderen dengan dimasukkan unsur-unsur Barat di dalamnya, seperti gitar listrik. Nah, dalam hal ini, raja dangdut Rhoma Irama lah orang yang dianggap paling berjasa dalam memadukan dangdut tradisional dan dangdut kontemporer.
Kini, dangdut seakan tidak pernah surut. Tak sering, tapi konsisten, selalu muncul lagu-lagu dangdut yang menjadi buah bibir, dan akhirnya disuka sebagian besar masyarakat. Sebut saja Alamat Palsu nya Ayu Ting Ting, yang menggebrak jagat musik tanah air, dengan menampilkan lagu dangdut asli, tanpa sentuhan koplo atau pun kreasi goyangan-goyangan yang seronok.
Belakangan juga muncul lagu dangdut, 'Sakitnya tuh di sini' milik Cita Citata. Saya jamin, 90 persen rakyat Indonesia tau, dan mungkin hafal liriknya. Lagu dangdut Jawa 'Oplosan' serta goyangannya yang seronok juga sempat menghiasi acara-acara televisi setahun terakhir, sebelum akhirnya disemprit oleh KPI. Priittt.
Musik dangdut kian 'dramatis' dengan alay-nya para pedangdut seperti Nassar KDI, yang menye-menye itu, Saiful Jamiell, yang super lebay dan sok heboh, serta artis-artis dangdut lain yang maaf, kadang memang tampak kampungan.
Tapi menyebut dangdut sebagai musik kampungan, ndeso, dan sebagainya sebenarnya juga tidak patut. Padahal, dangdut adalah kita. Kalau Jokowi dalam kampanyenya dulu sukses dengan tagline 'Jokowi adalah kita', maka jangan ragu dan malu untuk menyebut 'dangdut adalah kita'. Yap, kita yang kadang norak, sok keren, dan kadang kampungan, seperti itulah rakyat Indonesia pada umumnya, demikian pula dengan dangdut (silakan isi komentar di artikel ini kalau tidak setuju).
Tapi bicara soal dangdut, memang tak afdhol rasanya kalau kita tidak membahas bang haji Rhoma Irama. Meski kadang-kadang kelakuannya bikin ibu-ibu makin protektif dengan suami, agar tidak ikut-ikutan poligami. Tapi harus diakui, Rhoma Irama memang bisa disebut orang yang paling berjasa dalam perkembangan musik dangdut. Sehingga wajar saja, tahta raja dangdut sampai saat ini tetap dia pegang, mungkin sampai kiamat nanti, meski dia sudah punya 'putra mahkota, Ridho Rhoma. Wallahu a'lam.
Bahkan, saking percayanya dengan Rhoma Irama, orang-orang di kampung di Jawa Timur sana punya lelucon alias guyonan, bahwa sumber hukum Islam itu tak cuma empat (bagi warga nahdliyin), tapi ada lima 1. Qur'an, 2. Hadits, 3. Ijma', 4. Qiyas, dan kelima, Lagu Rhoma Irama. Kenapa lagu Rhoma diplesetkan jadi sumber hukum Islam? Sebab sebagian besar lagu-lagu bang haji ini memang tentang syiar Islam. Meski ada lagu-lagu cinta, semisal, Piano, Ani, dan lain lain.
Tapi kadang memang ada orang yang sok jaim bilang gak suka dangdut. Bilang dangdut kampungan lah, musik orang kelas menengah ke bawah lah. Padahal, denger Cita Citata nanyi, saya yakin minimal tangan atau kaki mereka bergerak-gerak tanda bereaksi suka.
Saya ada sedikit cerita. Minggu lalu, di sebuah apartemen di bilangan Jakarta Selatan, para penghuninya larut dalam goyangan lalu dangdut 'Kereta Malam'. Mereka tumplek blek dalam sebuah acara rutin yang digelar tiap Jumat malam. Tampak semua suka, semringah, dan penuh suasana keakraban. Masih beranggapan dangdut musik kampungan?
Terakhir, mengutip sebuah komentar salah seorang teman saya di kantor, bahwa dangdut adalah sebuah keniscayaan. Tak ada dangdut, hati kian tersudut. "Karena dangdut bukanlah fanatisme, melainkan genetisme," demikian kata Pramirvan, temen saya yang mewanti-wanti tak mau disebutkan namanya tersebut. :)
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Bagaimana prajurit Mataram akhirnya berjualan di Jakarta? Meskipun kalah perang, para prajurit yang kalah justru mulai berjualan di Jakarta dengan dua menu yaitu telur asin dan orek tempe.
-
Siapa saja yang diarak di Jakarta? Pawai Emas Timnas Indonesia Diarak Keliling Jakarta Lautan suporter mulai dari Kemenpora hingga Bundaran Hotel Indonesia. Mereka antusias mengikuti arak-arakan pemain Timnas
-
Apa yang menjadi salah satu solusi untuk kemacetan di Jakarta? Wacana Pembagian Jam Kerja Salah satu ide yang diusulkan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono adalah pembagian jam masuk kerja para pekerja di Jakarta. Menurutnya, cara itu bisa mengurangi kemacetan hingga 30 persen.
-
Mengapa mertua Indah Permatasari mengunjungi Jakarta? Mertua Indah Permatasari beberapa waktu lalu datang ke Jakarta mengunjungi anak, menantu dan cucu mereka.
-
Pajak apa yang diterapkan di Jakarta pada masa pasca kemerdekaan? Di dekade 1950-an misalnya. Setiap warga di Jakarta akan dibebankan penarikan biaya rutin bagi pemilik sepeda sampai hewan peliharaan.
Anwar Khumaini
Penulis adalah wartawan www.merdeka.com. MerdeKata merupakan ruang opini para penulis di merdeka.com yang diunggah setiap Kamis.
Baca juga:
Nusakambangan, pulau kembang kehidupan sekaligus kematian