Duet Macan Kemayoran dan Singa Karawang
Murtado menganggap Kiai Noer Ali sebagai sahabat sekaligus guru.
Sehabis mengalahkan Bek Lihun, Murtado diangkat sebagai mandor oleh Belanda. Namun, sikapnya tak pernah mencerminkan bagian dari penjajah. Selain tidak pernah kejam menarik pajak dari warga Kemayoran kala itu, Macan Kemayoran, julukannya, malah mendukung para pejuang kemerdekaan dalam mendistribusikan senjata.
Muhamad Ikhwani biasa dikenal Iwan Cepi Murtado mengatakan bapaknya sering mencuri gudang padi dan kelapa untuk dibagikan percuma kepada masyarakat di Kemayoran. Para mandor biasa bengis saat menagih upeti, Murtado sebaliknya. Dia melonggarkan pungutan buat pedagang dan petani.
“Setiap pagi sama sore warga selalu menunggu babeh lewat karena biasanya pasti bagi-bagi apa saja,” Kata Iwan saat ditemui merdeka.com Jumat pekan lalu di rumahnya, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Menurut Iwan sekitar akhir 1800 hingga 1900-an, Kemayoran masih banyak tumbuh kebun kelapa, sawah, hutan belantara dan sisanya rawa hingga ke laut Ancol sekarang ini. Hasil tanaman dan padi ikut melimpah. ”Semua diwajibkan memberikan pajak kepada Belanda,” ujar Iwan.
Murtado memang tak pernah bertempur dengan penjajah secara langsung. Mendiang bapaknya mempunyai jaringan pengiriman senjata api hingga Bekasi. Macan Kemayoran memegang kunci gudang senjata dan makanan di Kemayoran itu sering mencuri untuk dikirim kepada para pejuang hingga Bekasi.
Dari penuturan mendiang Muhamad Sidiq, kakak kandung Iwan, bapaknya pernah mengirim beras dan senjata kepada pemimpin pejuang wilayah Bekasi, Kiai Haji Noer Alie. Dulu Sidiq pernah ikut membawa karung beras berisi senjata api bersama ayahnya menyusuri sungai sampai Bekasi.
Dari Kemayoran menyusuri sungai dua hari dua malam. Puluhan pasukan Belanda menghadang di sekitar Pulogadung. Murtado nekat menerobos dengan mengaku sebagai suruhan pihak penjajah untuk mengirim beras. ”Jadi Babeh bawa surat sambil ngomong spereken (Bahasa Belanda) ke pasukan Belanda dan lolos juga,” tutur Iwan.
Murtado disebut dekat dengan Singa Kerawang, sebutan bagi Kiai Haji Noer Alie, pejuang asal Bekasi, Jawa Barat. Macan Kemayoran menganggap Singa Karawang sebagai sahabat sekaligus guru.