Hanura, Anjing urakan yang lumpuh
Kendati lumpuh, wangsitan wukunya, urakan dan banyak cincong. Maka, Hanura acap tampil sebagai Hati Nuraninya Akbar.
Selain keraton Solo berpusaka keramat meriam Kanjeng Nyai Setomi, Partai Hanura pun bermeriam Bellina, yang tahun 1982 juga bom seks, agaknya perintisnya bom bunuh diri.
Sebagai bontotnya pemilu 2009, Hanura hanya penunggu 17 kursi, bersuara 3,77 persen. Tarikan nomor buntut buncitnya KPU 10 ngepas pula. Mistisnya segaib keramatnya meriam. Tentu, dalam sistem proporsional daftar terbuka suara terbanyak, dentuman meriam Bellina dan pelet terpesonanya Krisdayanti diandalkan mampu mengadalkan Ambang Batas Parlemen (ABP).
Wiranto, identiknya Hanura, Jenderal, berpartai cuma hati nurani. Lumpuh dan pasrah. Bedanya Prabowo, Letjen, tapi berpartai gerakan. Aktif dan agresif. Kala Orde Barusan, gerakan itu subversif. Ingat GAM dan GPK. Mungkin gara-gara letnannya jenderal, harus gerak agar ngejenderal, lalu cukup gerak-gerik sebatas hati nurani.
Bokeknya suara, bisa jadi akibat keraguan pemilih. Intip logo banteng tertegunnya PDI-P, beringin klenikannya Golkar atau garuda siaga mematuknya Gerindra. Logo Hanura itu ibarat rambu lalu lintas. Seolah mewanti-wanti: Hatihatilah Nurani Rakyat atau Hatihati Nurutin Rakyat.
Lahir 14 November 2006, Selasa Kliwon, dina ala (hari buruk), berwuku Julungwangi, dikomandani Bethara Sambo. Nujuman wukunya: lumpuh dan gak suka harta. Alhasil, peraupan suaranya tiarap dan berpredikat bersih rilisan Seskab.
Kendati lumpuh, wangsitan wukunya, urakan dan banyak cincong. Maka, Hanura acap tampil sebagai Hati Nuraninya Akbar.
Di DPR, ada 11 komisi kerja (komja), sedang kementeriannya (tanpa Menko) ada 31. Di Komja II, Akbar bertarung sama 3 Kementerian plus 10 lembaga negara lainnya. Karena shio dan bintangnya Hanura itu Anjing Scorpio, anjing yang gak bisa ngurusin diri sendiri, lalu yang lain diurus. Dan berjibun pula. Tahun 2010-11 contohnya, Akbar kongkow di 6 Panja (Panitia Kerja) dan 1 Timja (Tim Kerja). Akbar omong soal pemilu, parpol, otda Yogya, pertanahan, aset negara. Juga Century. Dan entah apa lagi. Gak fokus.
Di 19 negara Barat 1970 s/d 1999 misalnya, 1 komja melayani 1,28 kementerian. Dinilai afdol itu perbandingan jumlah komja dengan jumlah kementerian umpamanya di Denmark (23:21), Austria (24:16), Jerman (22:17) atau AS (20:17). Di Cile 2002, 17 kementerian ngadepin 18 komja DPR dan 19 komja Senat.
Riksdag (DPR Swedia) melarang 1 komja diisi melebihi 15 orang. Komja efisien, studi Susan Benda, beranggotakan antara 13 sampai dengan 25. Duelnya 1 komja dengan 1 kementerian bertujuan "to give the House the capacity to monitor or to shadow the work of all federal government departments", cuap House of Representatives Australia 2001. Komja atau subkomja dapat difaedahkan guna penyederhanaan sistem kepartaian di parlemen. Contoh DPRD Landsberg Jerman 2004: 4 partai gurem gak berhak berkomja hasil hitungan perimbangan kekuatan. Terpaksalah, yang 3 membentuk fraksi bersama.
Jika Komja II DPR beranggotakan 45 orang itu misalnya dipecah ke dalam 3 subkomja buat menghadapi 3 kementerian, maka sesuai perimbangan otot, Hanura gak berhak bersubkomja.
Hanura dan Gerindra mesti gabung atau nggabung, bila Komja dibagi berdasar ruang lingkup tugas setel Jerman 2009-13.
Juga lewat pembentukan fraksi. Gak semua partai di Bundestag (DPR Jerman) berstatus fraksi, bersyarat 5 persen kursi DPR. Non-fraksi, antara lain gak berhak ber-RUU atau berinterpelasi. Di dalam komja, statusnya tamu, gak berhak berbacot atau berusul.
Di Bundestag 1990-94, Buendnis 90/Die Gruenen dan PDS/Linke Liste masing-masing berwakilkan 8 dan 17. Berstatus hanya kelompok anggota. Kalau di Jerman, Hanura dan Gerindra bukanlah fraksi. Di Bundestag 2002-06, PDS cuma punya 2 wakil, berstatus legislator non-fraksi.
Nah, bertele-tele atau sulit berkonsensusnya DPR sebagai penyebab ketakefektifan presidensialisme seperti keterangan pemerintah di depan Mahkamah Konstitusi Januari 2009 itu, bisa diakali lewat penyederhanaan sistem kepartaian di DPR, tanpa harus memasung partisipasi partai gurem atau gonta-ganti UU Pemilu.
Kemujuran Hanura lolos dari ABP itu persis tarikan nomor buntut KPU 10, berangka primer 1. Ciu-ciam (ramalan) Engkong Fengsui, bintang doku, angka yang selalu menguntungkan. Busyetnya, Nasdem saingan beratnya.
Bak tipu I-jwe-hoan-hiat (Ganti Sumsum Tukar Darah), dari Nasdem nadah Hary Tanoe, ke Nasdem setor Akbar Feisal. Hanura tukar Hanoera: Hati nuraninya Akbar aplos Hary Tanoenya selera. Biar kata Paloh Akbar itu "vitamin tambahan yang baik", tokh laknat Hanura diidap Akbar: buruk untuk pindah tempat.
"Hanura bersih, tapi tak dapat respek dari masyarakat," rintih Akbar. Mungkin diagnosanya, masyarakat sakit, pro tilepan, nyoblosnya kalau disuap. Maklum, Golkar partai terkorup rilisannya Seskab, kok survei-survei justru bilang paling top. Jelas, Hanura gagal. Sebab sengkala wukunya, brengsek buat mengobati. Mungkin sesajen nasi kebuli lauknya ayam merah akan mewaraskan Hanura jadi partai korup, lincah memainkan tipu-tipu culasan secantik gocekan Lionel Messi, demi Negara Kesatukorupsian RI.