Hikayat kereta penyelamat Soekarno
Soekarno diselamatkan oleh Kereta Api saat pemindahan Ibu kota dari Jakarta ke Jogjakarta.
Di penghujung tahun 1945 situasi kota Jakarta dalam keadaan genting. Tepat malam pergantian tahun, suasana di ibu kota Jakarta pada malam itu terjadi ketegangan. Saban hari terdengar suara rentetan tembakan. Kabar banyak orang tewas di jalan-jalan juga makin membuat suasana dalam ketakutan.
Empat bulan setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Belanda makin berulah mereka datang kembali ke Jakarta dengan membonceng tentara sekutu. Sementara di jalan-jalan Jakarta, Barisan Keamanan Rakyat dalam posisi siaga. Mereka menghadang musuh dengan berbagai pertempuran. Di saat-saat genting itulah, Ibu kota sempat dipindahkan ke Jogjakarta. Tujuannya tak lain menjaga kedaulatan atas kemerdekaan Indonesia.
Selepas malam pergantian tahun dirayakan tentara Belanda dan Sekutu dengan letusan meriam serta tembakan, tepat tanggal 1 Januari 1946, Presiden Soekarno memanggil Kepala Eksploitasi Barat, Soegandi di kediamannya, Jalan Pegangsaan Timur No 56, Cikini, Jakarta Pusat. Saat itu dia meminta Soegandi mempersiapkan sebuah perjalanan paling bersejarah. Soekarno bersama Bung Hatta dan para menterinya bakal dipindahkan ke Jogjakarta, daerah yang mendukung kemerdekaan Indonesia.
"Saat itu hanya kereta api alat transportasi yang paling aman," ujar Pemerhati sejarah Kereta Api, Aditya Dwi Laksana saat berbincang dengan merdeka.com semalam.
Tanggal 2 Januari, setelah Soekarno memanggil Soegandi, unit Balaiyasa Manggarai mempersiapkan gerbong khusus untuk memberangkatkan Soekarno bersama para menterinya menuju Jogjakarta. Ada delapan gerbong saat itu. Untuk memuluskan perjalanan, Dipo Lokomotif stasiun Jati Negara menyiapkan lokomotif C2849.
Lokomotif itu merupakan kereta uap tercepat pada masa itu. Lokomotif itu juga mampu berlari dengan kecepatan 120 kilometer per jam. "Lokomotifnya dipilih yang terbaik dengan kecepatan terbaik pada saat itu," ujar Aditya.
Hingga saat hari bersejarah itu tiba. Tepat tanggal 3 Januari 1946, para pegawai kereta api dikenal militan membantu para pejuang melawan penjajah itu mulai mengelabui tentara Belanda. Sejak siang hari, mereka melakukan strategi. Beberapa kereta melakukan lansiran-lansiran. Hingga tepat pukul enam sore, Lokomotif C2849 itu bergerak dari Stasiun Jatinegara.
Di Jalur tiga Stasiun Manggarai sudah berjejer gerbong kereta untuk membawa Presiden Soekarno bertolak menuju Jogjakarta. Lokomotif C2849 berjalan perlahan menuju jalur tiga. Sementara tentara Belanda sudah siap berjaga di seberang stasiun mengawasi pergerakan mencurigakan. Namun mereka berhasil di kelabui.
Gerbong-gerbong kereta telah diparkir di jalur lima Stasiun Manggarai untuk memuluskan aksi penyelamatan Bung Karno. Kereta berjalan mundur dari Stasiun Manggarai. Sang masinis dan juru api (Asisten Masinis) telah siaga dengan mesin lokomotifnya. Mereka bergerak menuju arah Stasiun Cikini.
Tepat di sana, Presiden Soekarno dan Wakilnya, Mohammad Hatta telah menunggu dengan keluarga mereka. Tidak ada yang boleh bersuara saat itu. Semua dilakukan secara hati-hati. "Bahkan menyalahkan rokok saja tidak boleh, karena menyebabkan cahaya," tutur Aditya.
Perjalanan dimulai. Kereta pembawa Soekarno berjalan lambat. Kecepatannya hanya lima kilometer per jam. Untuk memuluskan misi penyelamatan Bung Karno, semua lampu kereta di matikan dan jendela dalam keadaan tertutup. Hingga akhirnya Stasiun Manggarai bisa di lewati tanpa halangan, kereta kemudian menambah laju kecepatan menuju stasiun Jatinegara.
Di jalur tiga, stasiun dikenal dulunya daerah kekuasaan Cornelis itu sudah berjejer gerbong kereta. Lokomotif membawa rombongan Presiden Soekarno melaju dengan kecepatan 25 kilometer per jam. Semua berjalan lancar hingga akhirnya sampai di Stasiun Bekasi.
"Di Bekasi, karena sudah masuk daerah republik Indonesia, lampu dinyalakan," kata Aditya. Rombongan Presiden Soekarno pun berhasil selamat menuju Jogjakarta untuk menjalankan pemerintahan. Selama 15 jam Kereta Luar Biasa pembawa Bung Karno dan Bung Hatta itu sampai di Jogjakarta.
Sayang, lokomotif kereta pembawa presiden Soekarno saat itu tidak diketahui keberadaannya. Lokomotif sejenis hanya tinggal satu dan berada di Museum Ambarawa. Sementara tiga gerbong kereta berada di Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah. Meski kondisinya masih tetap pada aslinya, namun karena umur, beberapa bagian gerbong ada yang mengalami kerusakan.