Ekonomi syariah Indonesia mengejar ketertinggalan
Ibarat lari, Indonesia berada di garis start bersama sejumlah negara minoritas muslim yang kini mengincar pasar syariah global
Indonesia dikenal sebagai negeri dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Namun, itu belum berbanding lurus dengan perkembangan ekonomi syariahnya. Berdasarkan indeks termuat dalam Global Islamic Economy Report (GIER) 2016-2017, Indonesia mendiami peringkat sepuluh dengan skor 36. Posisi itu tak berubah jika dibandingkan laporan tahun periode sebelumnya (2015-2016).
Pun demikian dengan peringkat tiga teratas . Malaysia masih menjadi pemuncak dengan skor 121, dibuntuti Uni Emirat Arab (86), dan Bahrain (66).
-
Sertifikat halal itu apa sih? Sertifikat halal merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan berdasarkan fatwa halal tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
-
Apa saja manfaat sertifikat halal? Sertifikat halal memiliki beberapa fungsi penting, terutama dalam konteks konsumen Muslim dan industri makanan serta produk lainnya.
-
Kenapa sertifikat halal penting untuk perusahaan? Banyak perusahaan yang bergerak di berbagai industri, seperti makanan, minuman, kosmetik, dan obat-obatan, membutuhkan sertifikat halal untuk memastikan keamanan dan kualitas produk mereka. Sertifikat halal bukan hanya merupakan syarat wajib, tetapi juga menjadi nilai tambah yang signifikan dalam meningkatkan kepercayaan konsumen.
-
Siapa yang mengeluarkan sertifikat halal? Sertifikat halal merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan berdasarkan fatwa halal tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
-
Gimana cara mendapatkan sertifikat halal? Secara umum, ada dua cara yang bisa ditempuh untuk memperoleh sertifikasi halal, yaitu, self declare dan metode reguler.
-
Bagaimana cara mendaftarkan sertifikat halal? Setelah beberapa syarat di atas lengkap, berikut langkah atau cara daftar sertifikat halal: 1. Langkah pertama, ajukan permohonan sertifikat secara daring di laman ptsp.halal.go.id.
Global Islamic Economy Report disusun oleh Dubai Islamic Economy Development Center dan Thomson Reuters yang berkolaborasi dengan DinarStandar. Laporan itu memuat enam sektor yang bisa menjadi indikator perkembangan terkini ekosistem ekonomi Islam di 73 negara: 57 anggota Organisasi Kerja sama Islam (OKI) dan sisanya non-anggota.
Adapun enam sektor itu adalah industri makanan halal (halal food), keuangan syariah (Islamic finance), wisata halal (halal travel), busana (modest fashion). Kemudian, hiburan dan media halal (halal media and recreation), dan farmasi -kosmetik halal (halal pharmaceuticals and cosmetics).
Hanya dua dari enam sektor itu Indonesia baru bisa unjuk gigi. Yaitu, keuangan syariah, Indonesia peringkat sembilan, dan farmasi-kosmetik (8). Bandingkan dengan negara jiran, Malaysia yang menonjol di tiga sektor: halal food (peringkat 5), halal travel (2), dan farmasi-kosmetik (2).
Niken Iwani Surya Putri menilai industri halal di Indonesia baru berkembang di era 1990-an. Ditandai dengan kemunculan bank syariah pertama di Tanah Air dan kelahiran Masyarakat Ekonomi Syariah. Sehingga, wajar jika masih kalah ketimbang industri halal di negara muslim lainnya.
"Seperti Malaysia, Mesir, dan Turki yang sudah memulai mengembangkan industri halalnya sejak 1970an," kata peneliti industri halal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Senin (16/1).
Ibarat lari, lanjutnya, Indonesia berada di garis start bersama sejumlah negara minoritas muslim yang kini mengincar pasar syariah global. Seperti Jepang, Brazil, dan Jerman.
"Sementara negara-negara Islam lain telah lebih dulu memulai industri halalnya," katanya. "Di Asean, Malaysia dan Singapura sudah lebih mapan dalam mengembangkan sistem dan infrastruktur untuk industri halal."
Di sisi lain, ekonomi syariah global diprediksi bakal terus membesar seiring meningkatknya kesadaran masyarakat muslim dunia mengonsumsi produk-produk halal. GIER 2016-2017 mengestimasi belanja muslim global mencapai di atas 1,9 triliun dolar AS dan aset keuangan syariah sekitar 2 triliun dolar AS, pada 2015. Berpotensi meningkat, masing-masing 3 triliun dolar AS dan 3,5 triliun dolar AS pada 2021.
Atas dasar itu, Indonesia dituntut untuk meningkatkan daya saing industri halal agar tidak sekedar menjadi pasar produk syariah dari negara lain. Dan, pemerintah dinilai sudah memulainya lewat penerbitan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
Namun, beleid itu tentu saja tak cukup. "Belum adanya blueprint nasional yang secara formal memasukkan industri halal sebagai salah satu kepentingan nasional, sehingga belum ada payung dan arahan yang pasti untuk industri halal nasional," kata Niken.
"Inilah yang saat ini ditunggu dari pemerintah, selain pelaksanaan dari UU JPH dan berbagai inisiatif lainnya."
Ikhsan Abdullah, Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, menilai UU JPH seharusnya menjadi tonggak pemerintah membenahi industri halal di Tanah Air. Beleid itu mensyaratkan semua produk beredar di Indonesia harus memiliki sertifikat halal selambatnya Oktober 2019.
"Bagaimana roadmapnya? kayaknya Indonesia belum memulai. Bahkan ada tarik menarik," katanya saat ditemui terpisah.
"Bayangkan, negara lain tak punya UU halal tetapi pemerintahnya mendukung. Sebaliknya walaupun UU JPH sudah dari 2014, tetapi sampai detik ini peraturan pemerintah untuk melaksanakan itu saja nggak ada."
(mdk/yud)