Kunci sukses KPU: transparan, rendah hati, kerja keras
Belajar dari kekacauan Pemilu 2009, KPU akan bisa mengatasi masalah data pemilih.
Pemilu 2014 tinggal 96 hari lagi. Ada baiknya kita mengenang kembali kekacauan Pemilu 2009. Bukan untuk mencari-cari atau mengungkit-ungkit kejelekan atau kesalahan orang lain, tapi sekadar berkaca diri agar kita lebih siap menghadapi hajatan lima tahunan nanti.
Saat itu, tepatnya sejak KPU menerima data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) dari Mendagri pada 1 April 2008, kalangan pemantau sudah mengingatkan akan amburadulnya DP4 pilkada yang bisa terulang dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden.
Tapi KPU meyakinkan, DP4 baik-baik saja. Kalau di sana sini ada masalah, bisa diatasi. Usulan pemantau untuk membuka DP4 agar bisa dikritisi bersama, disambut kata-kata manis: kita akan selesaikan secepatnya. Dalam perjalanan kemudian DP4 menjadi daftar pemilih sementara (DPS), selanjutnya menjadi daftar pemilih tetap (DPT).
Keraguan, kritik, bahkan protes terhadap ketidakberesan DPS dan DPT pun bermunculan. Kali ini datangnya bukan hanya dari pemantau, tetapi juga dari partai politik, calon, dan masyarakat. Namun KPU menyatakan, semua akan baik-baik saja. Saking seringnya mengkritik dan memprotes DPS dan DPT, sementara respons KPU begitu-begitu saja, banyak orang jadi bosan dan males bersuara. Mereka pasrah dalam amarah.
Sebaliknya, KPU menganggap berhentinya kritik terhadap DPS dan DPT adalah bentuk penerimaan atas kinerjanya. Padahal yang terjadi adalah orang-orang sedang memendam emosi. Maka, amarah itu meledak menjelang dan selama hari H pemilu.
Petugas TPS atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan dan Penghitungan Suara (KPPS), jadi sasaran. Tapi mereka tak mau disalahkan atas amburadulnya DPT karena mereka bukan petugas pendata pemilih. Mereka melawan pemrotes sehingga keributan terjadi di sana sini. Di tempat lain, KPPS menyerah, menolak meneruskan pemungutan suara. Hanya kearifan politik rakyat yang menjadikan semua berjalan kembali.
Kekecewaan rakyat semakin menjadi-jadi, karena DPT buruk dalam pemilu legislatif, ternyata terulang lagi pada pemilu presiden. Lalu, ngapain saja KPU dan jajarannya selama satu bulan menyiapkan DPS dan DPT pemilu presiden? Bukankah kekurangan dan kesalahan DPT pemilu legislatif demikian jelasnya? Mengapa tidak bisa diperbaiki?
Dalam suasana banyak orang kecewa karena tidak bisa memilih, tiba-tiba mereka melihat ketua KPU mengunjungi TPS calon presiden SBY. Apa maksudnya? Di mana independensi dan integritas KPU? Mungkin SBY tidak mengundang KPU untuk hadir di TPS SBY, tapi mengapa ketua KPU harus setor muka?
Kekecewaan dan kemarahan banyak orang itulah yang berpengaruh terhadap nilai kemenangan Partai Demokrat yang suaranya melonjak 300 persen dan kemenangan pasangan SBY-Boediono dalam satu putaran. Sebagian rakyat menerima kemenangan itu dengan penuh ragu, sebagian lain hanya separuh hati.
Caleg Demokrat terpilih memang dilantik menjadi anggota legislatif; demikian juga SBY-Boediono dilantik menjadi pejabat puncak eksekutif. Tetapi legitimasinya selalu dipertanyakan. Inilah dampak rendahnya integritas dan profesionalitas KPU, terlepas apakah Demokrat dan SBY melakukan hal buruk yang dicurigakan, atau tidak.
KPU pun mengakhiri penyelenggaraan pemilu dengan rendah diri. Komnas HAM menuduh mereka telah menghilangkan hak politik warga negara. Tidak main-main, Komnas HAM menemukan angka 30 persen warga negara yang punya hak pilih tidak bisa memilih karena namanya tidak tercantum dalam DPT.
DPR mengusulkan ke presiden agar mereka dipecat secepatnya. Tapi usulan yang diputuskan oleh rapat paripurna itu tidak ditindaklanjuti. KPU penyelenggara Pemilu 2009 lengser sesuai jadwal, tampak tepok tangan, tanpa apresiasi. Mereka pergi meninggalkan Gedung KPU Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, tanpa orang mengenali lagi. Di mana mereka kini, ngapain saja saja mereka?
Kini, orang juga meributkan DPT. Partai politik dan calon trauma dengan kekacauan pemilu lima tahun lalu. Demikian juga banyak pemilih gusar karena namanya tidak tercantum dalam DPS maupun DPT.
Yang beda dari lima tahun lalu, kini KPU bersikap terbuka atas semua kritik. Pemilih dipersilakan mengecek statusnya melalui situs KPU. Memang tidak semua rakyat Indonesia melek internet, tapi dari 82 juta pengguna internet di Indonesia, di antaranya pasti bisa membantu saudara-saudaranya dalam melihat DPT KPU.
KPU juga rendah hati, menerima dan mengolah semua masukan, sambil berjanji memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada. Solusi untuk mengatasi masalah DPT juga sudah jelas: pertama, mencarikan NIK pemilih yang NIK-nya bermasalah; kedua, mencoret nama yang tidak punya hak pilih dari DPT, termasuk nama ganda, dan; ketiga, memasukkan nama yang punya hak pilih ke DPT tambahan.
Ketiga langkah itu dijalankan sampai 14 hari menjelang pemungutan suara. Agar tetap memenuhi prosedur hukum, maka langkah-langkah tersebut selalu diikuti oleh berita acara yang akan diketahui oleh pengawas pemilu. Yang diharapkan adalah partisipasi partai politik dan calon untuk membantu pemilih agar bisa memilih dengan baik nanti.
Jika KPU tetap konsisten mengelola pemilu secara transparan dan mau bekerja keras untuk memenuhi hak politik rakyat, kita tidak perlu risau. Pengalaman buruk Pemilu 2009 bisa dihindari. Memang ramai, ribet dan memekakkan telinga. Tetapi semua itu harus diterima, semata demi suksesnya hajatan politik lima tahunan ini.
Baca juga:
Media, survei dan bisnis pemilu
Protes Bawaslu dan trauma partai politik
Akar masalah data pemilih
Pemilu, sumber korupsi partai politik
Susah, mengatur kampanye orang tak mau diatur
-
Apa itu Kurikulum Merdeka? Kurikulum merdeka adalah metode pembelajaran yang mengacu pada pendekatan bakat dan minat.
-
Apa pengertian dari Kurikulum Merdeka? Kurikulum Merdeka adalah aturan atau rencana pembelajaran intrakurikuler yang beragam. Dalam kurikulum ini, pendidik diberikan keleluasaan untuk memberikan konten pembelajaran yang beragam agar lebih optimal dalam penyampaiannya. (Foto/@pixabay.com) Dengan berbagai macam materi pembelajaran, diharapkan peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep serta menguatkan kompetensinya dalam berbagai bidang.
-
Kapan Singapura merdeka? Singapore Independence Day was on the 9th of August 1965.
-
Kapan Malaysia merdeka? Negara monarki konstitusional ini baru memperoleh kemerdekaannya pada 31 Agustus 1957.
-
Kenapa Kurikulum Merdeka diterapkan? Seperti disebutkan, Kurikulum Merdeka diterapkan untuk mengganti kurikulum sebelumnya. Meski belum mencakup seluruh Indonesia, namun mayoritas daerah terutama di kota besar sudah mulai menerapkan kurikulum baru ini.