Mafia di Rusunawa Kapuk Muara
Di Rusunawa Kapuk Muara, Jakarta Utara ada mafia jual beli Rusun. Mereka memeras dan menipu pembeli.
Lily, nama samaran, hanya dapat menahan sedih. Matanya berkaca-kaca ketika dia menceritakan rencana penyegelan rumah susun sewa yang ia beli di Kapuk Muara, Jakarta Utara oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Penyegelan itu dilakukan karena Lily tak memiliki Surat Perjanjian untuk tinggal resmi.
Kejadian itu bermula ketika dia membeli salah satu unit kamar di Rusunawa Kapuk Muara dari penghuni asli. Dia tak mengetahui jika Rusun itu tak boleh di jual. Namun berkat rayuan calo bernama Aki-Au, Lily tertarik untuk menghuni Rusun itu. Sesuai kesepakatan Rusun itu di bandrol seharga Rp 105 juta. Pembeliannya pun bisa di cicil.
"Karena saya awalnya memang tak memiliki tempat tinggal," ujar Lily saat berbincang dengan merdeka.com beberapa waktu lalu. Sesuai kesepakatan dengan calo, Lily memberikan uang muka Rp 25 juta untuk menempati salah satu unit di Rusunawa itu. Namun keanehan terjadi ketika dia ingin menempati unit yang baru ia beli dengan cara di cicil itu.
Tiba-tiba, Lily dipaksa melunasi sisa pembayaran oleh salah seorang preman di Rusun itu. Adalah Daeng Lalung nama preman disebut oleh Lily. Kepada Lily, Daeng Lalung meminta pelunasan pembelian Rusun malam itu juga. Dia datang bersama Aki-Au dan pemilik Rusun. "Ternyata malam itu juga harus bisa lunas," ujarnya. Berkat bantuan keluarganya, malam itu juga Lily melunasi sisa pembayaran. "soalnya uang yang sudah masuk (Rp 25 juta) nanti hilang,".
Meski demikian Lily tak dapat menunjukkan bukti transaksi jual beli unit Rusunawa itu. Bermodal kepercayaan sesama etnis Tionghoa, Lily pun tak meminta kuitansi kepada Aki-Au. Belakangan, jual beli ini berbuntut panjang. Karena Lily bakal diusir oleh Pemprov DKI dari Rusun itu. Alasannya Lily tak dapat menunjukkan surat perjanjian untuk mendiami unit di Rusun itu.
Padahal Lily mengaku, setelah melakukan pelunasan pembelian unit di Rusun itu, dia juga langsung disodorkan biaya balik nama termasuk juga melunasi sisa tunggakan sewa belum dibayar pemilik terdahulu. Lily pun akhirnya membayar uang lagi Rp 24 juta untuk mengurusi balik nama surat perjanjian itu.
"Lalu kami memberikan uang kepada Daeng Lalung Rp 24 Juta dengan disaksikan oleh Aki-Au. Ada komisi juga buat Aki-Au," tutur Lily. Namun lagi-lagi Lily dibohongi, janji sebulan bakal mengeluarkan surat itu ternyata palsu. Daeng Lalung menghilang setelah diberikan uang untuk biaya pengurusan surat.
Lily dan suaminya semakin gusar. Mereka mencoba mencari kejelasan dengan menanyakan pengurusan surat itu kepada anak buah Daeng Lalung bernama Amsor. Sehari setelahnya, Lily mendapatkan surat itu. Namun sayang setelah di cek ke kantor Dinas Perumahan, surat itu ternyata palsu.
"Setelah cek ke kantor dinas ternyata bukan surat SP dan sampai saat ini kami belum dapat penjelasan dari Amsor," ujar Lily.
Kasus jual beli Rusun seperti dialami Lily memang banyak terjadi di Rusunawa Kapuk Muara, Jakarta Utara. Sumber merdeka.com tak mau disebut namanya mengungkapkan jika kebanyakan penghuni Rusunawa Kapuk Muara ialah warga Tionghoa. Mereka mendapatkan unit di Rusun itu dengan membeli dari seorang calo juga dikenal preman di tempat itu.
Harganya pun fantastis. Setiap unit di Rusun itu dihargai ratusan juta. Sumber itu juga mengungkapkan jika aksi jual beli itu dimainkan oleh seorang preman bernama Daeng Lalung. Dia juga berperan memainkan harga per unit di Rusun itu.
"Kalau orang kita (pribumi) mau beli pasti enggak mau dikasih itu. Makanya harganya gak atur-aturan deh," ujar sumber merdeka.com menuturkan. Dia pun mengatakan jika kebanyakan pembeli Rusun itu adalah pengusaha bagan dari Muara Angke. Pengusaha itu kebanyakan warga berdarah Tionghoa.
Sutan salah seorang warga tinggal di Rusun itu membenarkan jika ada praktik jual beli unit Rusunawa Kapuk Muara secara ilegal. Padahal menurut Sutan, Rusun itu diperuntukkan bagi warga relokasi. Namun sejak marak praktik itu, banyak penghuni Rusun menjualnya kepada para pengusaha. Unit-unit itu dijual oleh para penghuninya setelah didiami selama enam bulan. Dan Daeng Lulung lah menjadi calo jual beli Rusunawa milik Pemprov DKI Jakarta itu.
"Mereka rata-rata pengusaha. Pemilik asli paling tinggal 20 persen." ujar Sutan.
Kepala Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kapuk Muara Raviandri membenarkan adanya praktik jual beli unit Rusunawa Kapuk Muara. Menurut Raviandri, polanya ialah dengan memindahkan kepemilikan asli kepada pembeli melalui perantara calo. Menurut dia, maraknya penjualan Rusun itu terjadi dari tahun 2007 hingga 2014. Dia pun kini sedang melakukan pendataan siapa saja penghuni asli Rusunawa Kapuk Muara.
"Dalam SP tersebut diatur penghuni itu tidak boleh dijual ada di situ. Kalau seandainya itu dilanggar bisa hukuman 10 tahun dan denda 1 miliar," ujar Raviandri.