Makan malam bersama Gerwani dan anak Pahlawan Revolusi
Makan malam bersama Gerwani dan anak Pahlawan Revolusi. Selama makan malam, mereka tampak berbincang ringan. Bahkan Catherine sempat memberikan resep obat herbal kepada Soemini untuk mengobati asam urat. Resep itu segera dicatat.
Pandangan Soemini sesekali menengok ke arah jendela. Dua tangannya mendekap. Diletakkan di atas paha. Jari-jemarinya tak bisa diam. Tatapannya agak sendu. Di dalam mobil lebih banyak diam. Hanya sesekali menanggapi pembicaraan.
Dia mantan anggota Gerakan Wanita (Gerwani), organisasi dimiliki Partai Komunis Indonesia (PKI). Kami mengajaknya ke Jakarta dari Pati, Jawa Tengah. Tujuannya sederhana. Mempertemukan dia dengan anak Pahlawan Revolusi untuk rekonsiliasi. Pertemuan diatur rapih. Di sebuah restoran kawasan Jakarta Pusat. Kami memfasilitasi.
Soemini datang didampingi Moh Tarup, eks tahanan politik. Usia mereka sudah sepuh. Di atas 70 tahun. Kami menjemput mereka di Pati. Selanjutnya menuju Semarang, memakan waktu tiga jam. Kami lalu naik kereta dari Stasiun Semarang Tawang menuju Ibu Kota.
Dua anak jenderal Pahlawan Revolusi sebelumnya sudah bersedia menemui. Adalah Agus Widjojo dan Catherine Panjaitan. Mereka anak Brigjen Sutoyo Siswomihardjo dan Donal Issac (DI) Pandjaitan. Agus dan Catherine memang sudah dikenal lebih terbuka dalam masalah ini. Hari Kamis, 28 September 2017 pada jam 5 sore, akhirnya dipilih. Keduanya sepakat bertemu Soemini.
Tanggal 28 September 2017, pukul 4 pagi. Soemini dan Moh Tarup tiba di Jakarta. Kami menjemput di Stasiun Gambir. Mereka langsung kami antar ke hotel bintang dua bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Melanjutkan istirahat.
Pukul 1 siang, kami kembali menjemput Soemini dan Moh Tarup di hotel. Lalu mengajak keduanya ziarah ke Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta Selatan. Siang itu Soemini mengenakan batik cokelat dan celana panjang berwarna cokelat. Sebuah selendang dikalungkan ke lehernya. Rambutnya diikat sebagian. Meski sudah berusia lanjut namun tak banyak uban terlihat di rambutnya. Langkahnya pun pelan memasuki tempat pertemuan. Sedangkan Moh Tarup memakai batik hijau lengan panjang.
Tujuh makam Pahlawan Revolusi kami sambangi. Tangisan mendadak pecah dari mata Soemini di depan makam Jenderal Ahmad Yani. Dia mengirim doa. Lalu berdiri menaburkan bunga. Kemudian melanjutkan ke makam para Pahlawan Revolusi lainnya.
Ini pengalaman pertama mereka mendatangi makam para Pahlawan Revolusi korban peristiwa 30 September 1965. Selama ziarah, Soemini mengaku tak kuat menahan kesedihan. "Seperti merasakan ada sosoknya dekat di diri kita," ucap Soemini kepada kami.
Langkah Soemini sebenarnya mulai lemah. Dia sudah diingatkan dokter agar tidak berjalan terlalu lama. Tapi tidak ketika berziarah. Dia begitu semangat. Mesti harus dipandu bila tengah menaiki anak tangga.
Setengah jam kemudian, ziarah usai. Kami sengaja beristirahat sejenak. Mencari tempat makan di sekitar Tebet, Jakarta Selatan. Karena siang itu cuaca cukup cerah. Sambil menunggu waktu pertemuan dengan para anak jenderal Pahlawan Revolusi. Sekitar pukul 3 sore, kami langsung menuju lokasi pertemuan.
-
Kapan peristiwa G30S PKI terjadi? Sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 28 Tahun 1975, G30S PKI adalah peristiwa pengkhianatan atau pemberontakan yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan atau pengikut-pengikutnya terhadap Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 30 September 1965, termasuk gerakan atau kegiatan persiapan serta gerakan kegiatan lanjutannya.
-
Kapan peristiwa G30S/PKI terjadi? Tanggal 30 September sampai awal 1 Oktober 1965, menjadi salah satu hari paling kelam bagi bangsa Indonesia.
-
Kapan pasukan G30S dikalahkan? Gerakan 30 September langsung ditumpas habis sehari usai mereka menculik dan menghabisi para Jenderal Angkatan Darat.
-
Apa tujuan utama dari peristiwa G30S PKI? Terdapat latar belakang dan tujuan tertentu yang berada di balik sejarah G30S PKI yang kelam ini. G30S PKI dilakukan bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan saat itu.
-
Mengapa Soebandrio dianggap terlibat dalam G30S/PKI? Bagi AD, Soebandrio dianggap terlibat PKI, atau setidaknya memberi angin terjadinya G30S.
-
Siapa yang memimpin PKI saat peristiwa G30S PKI terjadi? Di mana peristiwa ini dilancarkan oleh PKI yang saat itu dipimpin Dipa Nusantara (DN) Aidit dan Pasukan Cakrabirawa di bawah kendali Letnan Kolonel Untung Syamsuri.
Soemini dan Moh Tarup tiba di lokasi setengah jam lebih awal. Kami kembali mengajaknya beristirahat. Sambil minum teh manis hangat. Wajah Soemini terlihat mulai gugup. Waktu pertemuan semakin dekat. Kami lantas mengajak mereka ruangan pertemuan. Naik lift ke lantai 3. Namun, keduanya tiba-tiba berpapasan dengan Agus Widjojo. Mereka kaget. Ini pertemuan pertama mereka. Kami memperkenalkan keduanya kepada Agus. Sedangkan Catherine sudah menunggu di ruangan.
Tepat pukul 5 sore pertemuan berlangsung. Tiba di ruangan, Soemini kembali kaget. Dia senang bisa bertemu dengan Catherine. Mereka berpelukan. Suasana semakin hangat dan cair. Dalam ruangan, Soemini dan Moh Tarup duduk bersebelahan. Mereka satu meja makan berbentuk bulat bersama Agus dan Catherine. Selain itu juga hadir Ketua Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB) Suryo Susilo dan Mayang Pandjaitan, putri Catherine sekaligus cucu DI Pandjaitan. Hadir pula Pemimpin Redaksi merdeka.com, Wens Manggut di tengah mereka.
Soemini diberikan kesempatan pertama berbicara. Hanya satu keinginannya bertemu anak jenderal Pahlawan Revolusi. Menjelaskan bahwa dirinya tak pernah ikut membunuh Pahlawan Revolusi di Lubang Buaya ketika peristiwa kelam 1 Oktober 1965.
"Saya dituduh ikut membunuh jenderal, mencungkil mata dan menyayat penis mereka. Itu tidak benar," kata Soemini dalam pertemuan itu. Selanjutnya pembicaraan berlangsung santai. Soemini mengaku tak percaya bisa bertemu dengan anak para Jenderal. Suasana pun menjadi haru.
Dia melanjutkan menceritakan kehidupannya dulu dan sekarang. Masa kelamnya ketika itu, Soemini mengaku pernah ditahan tanpa diadili selama 6,5 tahun. Sebagai anggota Gerwani, dia pernah menjabat Ketua ranting Gerwani Desa Ngerandu, Pati.
Keterlibatannya dalam organisasi Gerwani membuatnya ikut dituduh sebagai pelaku pembunuhan enam jenderal dan satu perwira. Padahal saat kejadian, Soemini tengah berada di Bogor untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
"Saya memang ikut Gerwani, jujur. Saya ikut Gerwani itu tidak karena paksaan," ungkap Soemini.
Mendapatkan kesempatan bertemu dan berbincang dengan Agus dan Catherine, Soemini pun tak kuasa menahan air mata. Tangisannya kembali pecah. Sebab selama ini dia hanya bisa membayangkan bertemu sedekat ini.
Meski merasa korban, namun dari kaca matanya, Soemini merasa para anak jenderal senasib. Apalagi mereka menyaksikan bagaimana ayahnya dibunuh di depan mata.
"Mari kita bersama-sama mengisi kemerdekaan itu bersama-sama. Mari kita selalu bergandengan tangan, kita lepaskan dan kita merajut kembali kebersamaan dan kita lepaskan itu hal-hal yang dulu, itu harapan kami," ujar Soemini mengakhiri pernyataannya sambil mengelap tisu ke mata.
Selanjutnya satu per satu diberikan kesempatan berbicara. Moh Tarup giliran selanjutnya. Sebelum berbicara, Tarup membenarkan posisi duduk. Kedua tangannya mendekap di atas meja.
Dia memulai dengan memperkenalkan diri. Kemudian Moh Tarup menceritakan bahwa dirinya tahun 1965 hanyalah kuli. Kehidupannya sangat sederhana karena memang dulu hanya mengenyam Sekolah Rakyat. Dia ditangkap lantaran bosnya diduga anggota PKI hilang bersembunyi. Di rumah itu hanya ada Moh Tarup. Dia lalu ditangkap. Karena dituduh sebagai bagian dari PKI.
Selama menjalani hukumannya, Moh Tarup menceritakan kerap disiksa dan disuruh bekerja secara paksa. Setelah dibebaskan, dia harus tetap wajib lapor tiap pekan ke Koramil. Kartu Tanda Penduduk (KTP) miliknya pun diberi tanda ET, berarti mantan tahanan politik. Bahkan di usia senjanya, dia diawasi aparat negara.
"Kemarin-kemarin itu saya didatangi intel, katanya (punya) kaos palu arit. Saya bilang di desa saya tidak ada palu arit," cerita Moh Tarup. Meski terus mendapatkan pengawasan, namun dirinya sempat beberapa kali mendapatkan bantuan sembako dari tentara.
Usai Soemini dan Tarup menyampaikan pernyataannya, kini anak para jenderal mendapat giliran. Kesempatan pertama diberikan kepada Agus. Namun, dia menolak. Agus melempar kesempatan kepada Suryo Susilo untuk memberikan tanggapan.
Dalam kesempatan itu, Suryo menerangkan bahwa proses rekonsiliasi sebenarnya sudah berjalan dengan hadirnya FSAB. Forum ini digagas almarhum Taufik Kemas, suami Megawati Soekarnoputri saat menjabat sebagai ketua MPR. Suryo juga menjelaskan bahwa dalam proses rekonsiliasi sudah tak lagi mencari pihak salah atau benar.
Lalu giliran Catherine. Dia juga memberikan tanggapan dari kisah Soemini dan Moh Tarup. Putri DI Pandjaitan itu meminta keduanya tidak rendah diri lantaran pernah menjadi tahanan politik dan dituduh membunuh para jenderal. Dengan bijak, Catherine mengajak Soemini dan Tarup tak lagi kembali terjebak dengan masa lalu.
"Kalau menurut saya ibu sudah jangan terlalu rendah diri. Kita berpikirnya maju ke depan," ucap Catherine.
Catherine lalu menceritakan kehidupannya setelah menyaksikan ayahnya tewas di rumahnya sendiri. Dia menjelaskan bahwa kehidupannya pun hancur setelah kematian ayahnya. Bahkan dia mengaku sering berusaha untuk bunuh diri dengan cara menyilet kedua lengannya. Hingga mengalami depresi selama 20 tahun.
Trauma berkepanjangan itu membuat Catherine tak bisa mengendalikan diri. Dia kerap meledak-meledak. Bahkan lupa bahwa dirinya adalah seorang perempuan, seharusnya bersikap lemah lembut dalam bertutur kata dan bersikap. Sebab sebelum kematian ayahnya, Catherine muda dikenal periang. Dia pun membenci perubahan sikapnya itu.
"Saya sendiri susah sama diri saya sendiri, mengontrol diri saya dan saya tahu saya menyakiti orang," kata Catherine sambil menepuk-nepuk dada.
Sebagai sulung, kata Catherine, belum semua adiknya telah selesai dengan masa lalu tersebut. Hingga kini salah satu adiknya itu masih memiliki luka dan kebencian terhadap para pelaku pembunuhan ayahnya. Catherine juga menceritakan bagaimana ibunya setiap pekan selama 10 tahun selalu mendatangi makam ayahnya dan menangis. Sebab, di rumah ibunya berusaha untuk tidak menunjukkan kesedihan di hadapan semua anaknya. Meski begitu Catherine mengaku telah memaafkan masa lalunya.
Kini giliran Agus angkat bicara. Dia hanya menjelaskan bahwa dirinya berupaya untuk bersikap rasional setelah kematian sang Ayah, Brigjen Sutoyo Siswomihardjo. Sebab, putra sulung dan menggantikan posisi ayahnya di keluarga. Berbicara soal kabar penyiksaan dialami ayahnya di Lubang Buaya, Agus berusaha untuk rasional. Terlebih di awal tahun 2000 saat hasil visum et repertum menyatakan bahwa penyiksaan berupa pemotongan alat kelamin tidak pernah ada. Hanya ada luka tembak dan tusukan benda tajam di tubuh para Pahlawan Revolusi.
"Saya percaya itu, Saya percaya bahwa tidak ada pencukilan mata, pemotongan alat kelamin itu tidak ada," kata Agus.
Hasil visum tersebut menurutnya sudah cukup untuk menggambarkan bahwa ayahnya mati karena pembunuhan. Walaupun demikian Agus tetap tidak bisa menghilangkan rasa ingin tahunya tentang bagaimana kematian sang ayah 52 tahun silam. Termasuk rasa ingin tahu tentang siapa yang melaksanakan itu kepada ayahnya.
Di samping itu, Agus juga menjelaskan bahwa sebelum tragedi 1965, PKI pernah terlibat konflik berdarah. Menjadi dalang pelbagai pemberontakan. Seperti terjadi di Madiun, Jawa Timur pada tahun 1948 dan aksi sepihak di Bandar Betsy, Sumatera Utara.
Saat itu, kata Agus, PKI pernah bersikap sombong, mengintimidasi dan melakukan aksi teror kepada masyarakat. Sehingga PKI bersama gerakannya telah lebih dulu menanamkan kebencian kepada masyarakat. Hal ini diwaspadai militer angkatan darat. Mereka tak ingin kecolongan di tengah kabar bahwa kesehatan Presiden Soekarno terus menurun dan diperkirakan akan meninggal dalam waktu dekat.
Selain ada kepentingan politik, angkatan darat menilai PKI adalah anak emas Soekarno. Ini setelah diketahui adanya poros Jakarta-Peking-Pyongyang. "Nah, ini masalahnya politik perebutan kekuasaan (power struggle). Kalau Bung Karno meninggal siapa yang akan merebutnya," ujar Agus.
Terlepas dari hakikat perebutan kekuasaan terjadi di masa lalu, Agus menilai bahwa dalam satu fenomena peristiwa kekerasan. Selain itu, dia merasa, semua pihak yang terlibat harus bertanggungjawab atas terjadinya peristiwa kekerasan tersebut. Sebagai generasi penerus, Agus justru mengajak menatap masa depan dan menanggalkan perjalanan pahit masa lalu.
Agus mengaku sudah selesai dengan masa lalunya. Pelbagai upaya rekonsiliasi telah dilakukan. "Tantangannya sekarang adalah menggulirkan perdamaian ini untuk menjadi gerakan nasional. Rekonsiliasi harus menjadi gerakan sosiokultural."
Rekonsiliasi, dalam pandangan Agus, merupakan bentuk rasa saling percaya. Caranya dengan melakukan pengakuan dari tiap pihak tentang kesalahan pernah dilakukan dan mengambil tanggung jawab atas semua kejadian. Hal ini tidak akan mencapai titik temu bila semua masih menempatkan posisi sebagai korban tanpa mengakui kesalahan.
Lebih kurang 1,5 jam mereka berbincang. Sambil menyantap hidangan pembuka roti cane kuah kari. Waktu menunjukkan pukul 18.30. Perbincangan mereka selesai untuk sementara. Sebagian izin melakukan ibadah salat Magrib.
Tepat pukul 7 malam, pertemuan dilanjutkan. Sekaligus menutup pertemuan mereka dengan menyantap hidangan utama. Mereka makan satu meja dengan menu nasi goreng, udang goreng, ikan kerapu hingga ayam. Hidangan malam itu terlihat menggugah selera.
Selama makan malam, mereka tampak berbincang ringan. Bahkan Catherine sempat memberikan resep obat herbal kepada Soemini untuk mengobati asam urat. Resep itu segera dicatat. Catherine mengaku sudah bertahun mengonsumsi ramuan herbal itu. Hasilnya tidak lagi mengalami penyakit tersebut.
Setelah itu mereka saling bertukar nomor telepon dan foto bersama. Pada sesi foto bersama, mereka tampak akrab. Bahkan Catherine dan Soemini berpose sambil rangkulan. Keduanya tampak bahagia. Hal serupa terlihat pada tamu undangan lainnya. Mereka menutup pertemuan ini dengan suasana hangat dan diselingi tawa antar mereka.
Baca juga:
Catherine Pandjaitan: Saya maafkan yang membunuh Papa
Mendikbud siap gandeng ahli sejarah produksi film G30S versi milenial
Tommy Soeharto setuju film G30S versi milenial asal tak ubah sejarah
Mendikbud: Film G30S belum layak ditonton anak-anak
Menko Polhukam: Jangan peristiwa G30S jadi komoditas buat Pilpres