Dari Indonesia hingga fulus Amerika
Makanan khas Indonesia banyak dan mudah di temui di Timor Leste.
Pemandangan rumah makan Padang di Dili, Timor Leste merupakan hal lumrah. Hampir di setiap sudut, jalan mudah ditemui restoran khas sajian masakan minang. Tak terkecuali dengan Pecel Lele, sama seperti dengan rumah makan Padang, makanan khas Jawa Timur ini pun mudah di temui di daerah Kota Dili, Timor Leste.
Bukan hanya makanan khas Indonesia itu ada di Timor Leste, kebanyakan produk-produk kebutuhan pokok pun berasal dari Indonesia. Jumlahnya pun mendominasi. Misal seperti rokok maupun minuman ringan, berbagai merek termasuk tempat pembuatan pun masih berasal dari Indonesia. Banyak produk-produk asal Indonesia, beredar di Timor Leste.
"Karena memang Indonesia adalah negara yang terdekat dan paling mudah untuk distribusi barang," ujar Fatimah Ramos, salah seorang warga asli Timor Leste saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat pekan lalu.
Namun maraknya barang-barang buatan Indonesia tentu harganya tidak sama seperti peredarannya di wilayah Ibu Kota. Harga barang-barang kebutuhan pokok lebih mahal ketimbang harga jualnya di Indonesia. Bukan tanpa sebab mahalnya harga bahan pokok di daerah Timor Leste, penggunaan mata uang Dolar Amerika Serikat (USD) menjadi pemicunya. Misalkan untuk harga air mineral, untuk satu botol air kemasan 300 mili liter dijual seharga USD 1. Padahal di Indonesia, nilai jualnya masih sekitar Rp 3500 dengan ukuran yang sama.
Selain air mineral, untuk harga rokok pun lebih mahal ketimbang dengan Indonesia. Kebanyakan rokok dijual seharga USD 2 perbungkus. Sedangkan untuk makanan, harganya bervariatif, mulai dari USD 3 sampai dengan USD 6 per porsi. Termasuk juga penginapan di daerah Kota Dili, harganya mencapai USD 175 per malam.
Maraknya makanan asal Indonesia memang diilhami oleh para perantau asal nusantara itu di Bumi Lorosae. Menurut Abio, makanan khas Timor Leste sendiri adalah jagung, ubi, singkong dan pisang. "Kalau makanan khas jarang ada yang jual. Kalau mau makan bisa pesan untuk dibuatkan," ujar Abio di saat berbincang di Bandara Internasional Presidente Nicolau Lobato.
Lain hal soal makanan, penggunaan bahasa Indonesia juga masih banyak ditemui di Timor Leste. Masa disintegrasi Indonesia selama 23 tahun itu turut juga mempengaruhi penggunaan bahasa. Apalagi tayangan televisi pun kebanyakan orang Timor Leste menonton acara siaran Indonesia. Pun demikian dengan isi surat kabar lokal Timor Leste, ada dua bahasa digunakan yaitu bahasa Indonesia dan juga bahasa asli Timor Leste, yaitu tetun.
"Kalau bahasa ada empat bahasa, pertama Tetun, Indonesia, Porto (Portugis) dan juga bahasa Inggris," ujar Abio. Penggunaan bahasa Indonesia pun didasari karena sejauh ini orang Timor Leste banyak komunikasi dengan orang Indonesia dalam hal perdagangan.
Moreira, tokoh masyarakat termasuk juga mantan pejuang kemerdekaan Timor Leste menjelaskan soal penggunaan mata uang sebagai alat transaksi di Timor Leste. Menurut dia, penggunaan mata uang itu dikarenakan uang hasil dari perolehan minyak bumi Timor Leste ditaruh di Amerika dan juga karena ada perjanjian. Selain itu, sebagai negara baru, kata Moreira, Timor Leste perlu memiliki mata uang yang memiliki garansi. Karena jika tidak, itu bisa berbahaya.
"Nah secara perlahan-lahan kita sedang buat mata uang sendiri, namanya Centabus dan baru mulai nanti dari koin. tetapi sampai di situ, kita butuh aturan, butuh garansi marketnya dan itu-itu bank central kita mesti pelajari," ujar Moreira.
Jika makanan Indonesia mendominasi kemudian penggunaan mata uang Dollar Amerika Serikat juga menjadi alat transaksi, lain hal dengan nama-nama orang Timor Leste. Faktor penjajahan selama 450 tahun dilakukan oleh Portugis menjadi salah satu catatan kemudian banyak orang-orang asal Bumi Lorosae menggunakan nama mereka. Misalnya seperti nama Ramos Horta, Suares, Batista dan juga Fernandes.
"Portugis menjajah Timor Leste 450 tahun," kata Moreira.