Malaysia melihat Indonesia sebelah mata
Indonesia tidak lagi memiliki kekuatan menggetarkan buat negara-negara tetangga.
Hubungan Indonesia dan Malaysia kerap bersitegang kembali memanas setelah negara jiran itu dituding mengklaim produk budaya Indonesia. Kali ini menjadi korban adalah budaya warga Batak Mandailing, yakni tari Tor-tor dan alat musik Gondang Sambilang.
Polemik kembali muncul, masyarakat kebali bereaksi keras. Kalau dihitung dengan klaim terbaru itu, sudah 23 kali mengklaim budaya Indonesia, termasuk batik, kain ulos, reog ponorogo, keris, dan angklung.
Menurut Ketua Komisi I DPR menangani bidang pertahanan dan luar negeri, Mahfudz Siddiq, Malaysia memang memiliki desain buat mengklaim semua dianggap berbau Melayu. "Ini kemudian mempengaruhi kebijakan-kebijakan Malaysia dan terkait hubungan dengan Indonesia," katanya.
Berikut penjelasan Mahfudz saat ditemui Faisal Assegaf dari merdeka.com di ruang rapat Komisi I, Selasa (19/6):
Kenapa sentimen negatif antara Indonesia dan Malaysia masih hidup?
Saya melihat berbagai konflik terjadi, mulai sengketa perbatasan, kasus TKI, dan klaim budaya, ini memang sudah terakumulasi menjadi satu sentimen negatif masyarakat Indonesia terhadap Malaysia. Persoalan-persoalan itu sampai sekarang belum diselesaikan melalui jalur diplomasi.
Menurut saya, ada satu persoalan mendasar dan mungkin ini menjadi alas dari seluruh persoalan itu. Saya menduga ada satu desain dari Malaysia untuk mengidentikkan Malaysia dengan Melayu. Ini kemudian mempengaruhi kebijakan-kebijakan Malaysia dan terkait hubungan dengan Indonesia. Pemerintah Indonesia harus mencermati betul hal ini karena kalau terus dibiarkan akan menjadi bom waktu.
Apakah Anda melihat para pemimpin Malaysia memang bersikap arogan terhadap Indonesia?
Kita termasuk sulit merekam pernyataan pejabat-pejabat publik Malaysia terkait Indonesia. mereka cenderung tidak banyak bicara, tapi kita bisa menilai dari fakta-fakta terjadi. Saya melihat ada pergeseran cara pandang sebagian masyarakat Malaysia dan mungkin sebagian pejabat poltik mereka tentang Indonesia. Mereka melihat Indonesia sebelah mata sebagai negara secara ekonomi dan budaya jauh tertinggal dari Malaysia. Bahkan, mereka sudah mulai mampu membangun pengaruh-pengaruh secara ekonomi terhadap Indonesia.
Menurut Anda, apa motif Malaysia kerap mengklaim budaya Indonesia?
Malaysia punya keterbatasan secara geografis, demografis, sumber daya alam jika dibanding Indonesia. Salah satu yang digenjot Malaysia sejak sepuluh tahun lalu, bagaimana menjual potensi pariwisata. Itu dilakukan dengan slogan besar 'ASia Seungguhnya' (the Truly Asia). Mereka ingin mengidentifikasi Asia sebagai Malaysia. Di bawah itu, sesungguhnya mereka ingin mengklaim Melayu itu Malaysia dan itu sudah berhasil.
Kalau kita ketemu sejumlah kalangan di berbagai negara, ketika mereka berbicara Melayu, ya Malaysia. Nggak ada lagi persepsi Melayu itu Indonesia. Padahal secara historis, bagaimana kerajaan Melayu Sumatera menguasai Malaysia. Pandangan ini akan mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik Malaysia terhadap Indonesia.
Apa kita perlu mematenkan semua budaya kita?
Pertama, Indonesia harus melakukan desain komunikasi ke masyarakat dunia tentang Indonesia secara umum. Dalam rapat dengan kementerian Luar Negeri, ada anggota komisi (Komisi I DPRD) menyoroti dalam kampanye Indonesia di luar negeri, Melayu itu tertinggal. Indonesia mengenalkan dirinya di luar negeri dengan mengidentifikasi Bali, Papua, Jawa. Melayu dan Sumatera sering tertinggal. Bisa jadi, karena Indonesia dipandang Malaysia tidak mengeksplorasi Sumatera notabene Melayu, mereka masuk di ruang kosong itu.
Indonesia dengan ragam budaya aslinya harus bisa mematenkan kalau kita melihat gelagat Malaysia cenderung ingin mengkooptasi sejumlah produk budaya Indonesia.
Persoalan-persoalan konflik dengan Malaysia harus diselesaikan. Jangan kita berpikir sebagai saudara serumpun kita berunding tapi kita tidak bergerak apa-apa. Mereka sudah maju dua dan tiga langkah di depan kita.
Apakah sikap arogan Malaysia itu lantaran presiden kita lembek?
Saya melihat pemerintah secara keseluruhan. Semua pihak harus menyadari betul. Saya mengambil contoh kasus tiga TKI ditembak mati tanpa prosedur. Ini menyangkut nyawa warga negara dilindungi oleh konstitusi dan itu tugas negara. Ini terkait harkat dan martabat bangsa. Tapi tindak lanjutnya apa, hilang saja kayak asap ditiup angin.
Apakah sudah saatnya kita mengusir duta besar Malaysia?
Indonesia sudah kehilangan kekuatan mampu menggetarkan negara-negara di sekitarnya. Secara politik, ekonomi, dan militer, efek menggetarkan kita sudah sangat melemah. Jadi untuk negara lain menghormati Indonesia, kita harus punya kekuatan cukup secara ekonomi, politik, dan militer. Kalau sekadar usir, memutuskan hubungan dengan Malaysia, itu akan memicu persoalan lain.
Biodata
Nama : Mahfudz Siddiq
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Agustus 1966
Agama : Islam
Pendidikan : S1 FISIP UI jurusan Ilmu Politik
Pekerjaan
Ketua Komisi I DPR (politikus Partai Keadilan Sejahtera)
Direktur Yayasan Iqra, Bekasi, Jawa Barat