Mengkritisi pragmatisme PDIP di balik revisi UU MD3
Kesan bagi-bagi jatah terbaca ketika PDIP merasa sudah cukup dengan adanya tambahan satu kursi pimpinan tanpa perlu mengubah sistem pemilihan pimpinan.
Salah satu alasan PDIP mendorong revisi Undang-undang No17 tahun 2014 tentang MPR, DPR dan DPD (MD3) adalah untuk mendapat jatah kursi pimpinan dewan. Sebab, sebagai pemenang pemilu 2014, PDIP justru diganjal oleh sistem paket yang diatur dalam UU MD3 tersebut.
Keinginan PDIP ini rupanya ditanggapi baik di Senayan. Sepuluh fraksi di DPR menyatakan persetujuan dalam rapat paripurna mengesahkan revisi UU MD3, Selasa (24/1) kemarin.
-
Apa jabatan Purwanto di DPRD DKI Jakarta? Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Purwanto meninggal dunia pada Selasa (5/12) pukul 20.05 WIB.
-
Apa yang dibahas dalam rapat pimpinan sementara DPRD Provinsi DKI Jakarta? "Pembahasan dan penetapan usulan nama Calon Penjabat Gubernur DKI Jakarta dari masing-masing Partai Politik DPRD Provinsi DKI Jakarta," demikian informasi tersebut.
-
Apa yang diumumkan oleh BPBD DKI Jakarta? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengumumkan, cuaca ekstrem berpotensi melanda Ibu Kota hingga 8 Maret 2024.
-
Apa yang dilakukan anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta saat rapat paripurna? Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Cinta Mega kedapatan tengah bermain game slot saat rapat paripurna penyampaian pidato Penjabat (Pj) Gubernur terhadap Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2022 di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Kamis (20/7).
-
Apa yang dilakukan Rizki Natakusumah di DPR? Melalui Instagram, Rizki sering membagikan momen rapatnya dengan berbagai komisi DPR. Misalnya, Rizki sering mengunggah foto ketika ia menyampaikan pandangannya mengenai pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2022 di hadapan anggota DPR lainnya.
-
Apa yang diminta oleh DPRD DKI Jakarta kepada Pemprov DKI terkait Wisma Atlet? Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Inggard Joshua meminta Pemprov memanfaatkan Wisma Atlet Kemayoran sebagai tempat rekapitulasi dan gudang logistik Pemilu 2024.
Namun, peneliti senior Formappi, Lucius Karus menilai, nuansa politik pragmatis masih kentara dalam revisi terbaru ini. PDIP, kata Lucius tidak bisa keluar dari kepentingan Pilpres 2019, bukan pada semangat mematenkan sistem yang ada.
"Sayang sebenarnya dengan upaya-upaya revisi MD3 ini. Revisi tersebut tak akan banyak membantu bangsa Indonesia untuk segera melihat institusi parlemen yang kuat. Atas nama kepentingan sesaat dan nafsu kekuasaan, UU bikinan DPR sendiri rela diobok-obok," jelas Lucius.
Agar tidak sekadar revisi dan mengakomodir kepentingan, PDIP, kata Lucius harus konsisten pada perubahan sistem proporsional. Menurut dia, sistem proporsional membuka ruang seluas-luasnya bagi pemenang pemilu untuk menduduki kursi pimpinan.
Menurut Lucius, masalah utama soal sistem pemilihan pimpinan tetap menjadi problem DPR selanjutnya. Itu berarti dalam waktu yang tidak terlalu lama, menjelang pelaksanaan Pemilu 2019, UU MD3 ini masih mungkin akan dirombak lagi demi mengakomodasi konfigurasi politik baru dalam Pemilu 2019.
"Kompromi di UU MD3 akan diteruskan dengan kompromi-kompromi lain pada RUU tertentu, yang penting semuanya bisa terpuaskan selera kekuasaannya," jelasnya.
Meski sudah disahkan dalam rapat paripurna, nasib undang-undang ini akan ditentukan di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Sejalan dengan itu, dua partai lain seperti Gerindra dan PKB juga mengincar masing-masing satu kursi.
Ketua DPP Partai Gerindra, Desmond J Mahesa mengatakan, usulan penambahan pimpinan DPR/MPR ini didorong karena tidak ingin lembaga parlemen hanya dijadikan alat untuk mengakomodir kepentingan PDIP sebagai partai penguasa.
"Jangan sampai memaksakan kehendak ya membuat tontonan enggak lucu, parlemen ada sejarahnya. Kok PDIP lucu, atau betapa bodohnya tunduk sama PDIP. Proporsi keadilannya jangan mentang-mentang sedang berkuasa," kata Desmond di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/1).
Perombakan atau penambahan jajaran pimpinan DPR/MPR, kata dia, harus didasarkan pada asas keadilan dan proporsionalitas. Untuk itu, pihaknya mengaku siap apabila kocok ulang membuat posisi wakil Ketua DPR dari Gerindra berubah.
"Bagi Gerindra, ya kita selesaikan dengan kondisi yang ada, siap menang siap kalah, kalau mengincar jabatan berarti enggak siap kalah, kenapa bongkar-bongkar. Kalau dibongkar asas proporsionalitasnya, Gerindra berubah enggak apa-apa, ini keadilan," tegasnya.
Desmond menilai sebenarnya tidak ada hak bagi PDIP untuk meminta jatah pimpinan DPR dalam UU MD3 yang sekarang. Dugaannya, ada kompromi atau 'kongkalikong' antarfraksi partai agar PDIP bisa menempatkan kadernya di pimpinan dewan.
"Pemenang pemilu dengan UU MD3 baru enggak ada hak-haknya, ini kan kompromi-kompromi. Koalisi Merah Putih (KMP) menang di parlemen tidak harus dibongkar berarti siap kalah, kenyataan tidak kalah," klaim Desmond.
Sementara itu, Lucius Karus mengatakan, permintaan kursi pimpinan yang juga diajukan oleh fraksi PKB dan Gerindra merupakan sebuah keniscayaan jika alasan yang digunakan oleh PDIP mengacu pada perolehan suara dan kursi pemilu 2014.
Sebab hal yang tak bisa dihindari PDIP jika kedua fraksi ini menuntut yang sama. "Saya kira dengan alasan tersebut, memang tak terhindarkan tuntutan fraksi lain yang juga secara proporsional menempati rangking lima besar untuk menuntut kursi pimpinan sebagaimana kini akan diberikan kepada PDIP," tegasnya.
Lucius menilai PDIP harus konsisten dengan memperjuangkan penggantian sistem pemilihan dari sekarang yang bersistem paket ke proporsional. Dengan sistem proporsional PDIP akan otomatis mendapatkan jatah kursi pimpinan.
Sayangnya, kata Lucius, kesan bagi-bagi jatah yang terbaca ketika PDIP merasa sudah cukup dengan adanya tambahan satu kursi pimpinan tanpa perlu mengubah sistem pemilihan pimpinan.
"Memang akhirnya dibalik alasan mulia yang disampaikan PDIP sesungguhnya yang paling kental tetap saja alasan bagi-bagi jatah alias transaksional," tukasnya.
Pengamat politik Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai, semangat revisi ini tidak lari jauh alasan kepentingan PDIP semata. Menjelang Pilpres 2019, kata dia, PDIP tentunya ingin 'merebut' kursi pimpinan.
"Ini kalau kita baca draf revisi UU MD3 itu hanya semata-mata untuk mengakomodir pemenang pemilu jadi pimpinan. Enggak ada yang urgent. Makanya mereka bilang ini revisi terbatas," kata Ray kepada merdeka.com dalam sebuah diskusi di kantor Formappi, Matraman, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Menurut Ray, revisi terbatas ini masih jauh dari harapan untuk kepentingan publik tapi lebih pada mengakomodir kepentingan PDIP sebagai pemenang pemilu. Alih-alih menghasilkan sebuah undang-undang yang berkualitas, Ray menduga revisi ini akan dilakukan pasca Pilpres 2019 nanti.
"Jadi 2019 mereka akan revisi lagi. Kenapa, ya karena ini hanya menjawab kepentingan dua tahun ini gitu lho. Bagaimana caranya supaya PDIP dapat kursi pimpinan," jelas Ray.
(mdk/bal)