Serbuan barang Cina bikin merana
Pengusaha mengeluhkan serbuan barang impor dari Cina
"Iklim elektronik sangat berat sekali dibandingkan 2-3 tahun sebelumnya," ujar salah seorang pengelola kawasan industri di Cikarang tak mau di sebut namanya saat berbincang dengan merdeka.com beberapa waktu lalu. Dia pun mengatakan jika persaingan produk-produk asing menjadi salah satu penyebabnya penutupan pabrik multinasional PT Panasonic Gobel dan PT Toshiba tutup pada akhir tahun ini.
"Karena persaingan produk-produk dari negara asing yang lain belum bisa memberikan tren positif," katanya menjelaskan.
Memang hingga saat ini pemerintah masih belum bisa membendung barang-barang elektronik impor. Apalagi, barang-barang impor itu harganya jauh lebih murah ketimbang produk dalam negeri. Buntut serbuan itu membuat industri elektronik dalam negeri limbung. Penyebab lain dari tutupnya pabrik-pabrik itu disebut-sebut juga karena kebijakan pemerintah.
Menurut pengelola itu, kebijakan pemerintah tidak memberikan tren positif kepada pelaku industri. Apalagi ditambah tahun ini Indonesia resmi masuk dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Di mana produsen bebas untuk menentukan tempat produksinya. Contoh nyatanya ialah Samsung yang menjadikan pusat produksi mereka di Vietnam.
"Samsung, menjadikan Vietnam based produksi di ASEAN," tuturnya pengelola itu.
Eksekutif Direktur Panasonic Gobel Eco Solution, Ardi Moeharyoso mengakui jika barang-barang impor menjadi salah satu penyebab utama melorotnya industri elektronik di Indonesia. Dia menyebut salah satunya serbuan barang-barang impor asal negeri tirai bambu. Tak kalah penting disebut Ardi ialah soal perkembangan teknologi.
Panasonic juga salah satu produsen lampu di Indonesia mengakui jika saat ini serbuan lampu dengan teknologi light emitting diode (LED) perlahan menguasai pasar. Teknologi ini cukup diminati masyarakat karena lebih hemat ketimbang lampu pijar. Meski demikian, karena investasi untuk memproduksi lampu jenis ini butuh dana besar, Panasonic memilih untuk tidak beralih ke teknologi ini.
"Komitmen mengganti LED memang gak mudah karena memerlukan investasi yang besar. Beberapa pertimbangan kami hanya mengikuti trend teknologi," kata Ardi.
Perusahaan elektronik lain berdampak akan serbuan barang-barang impor dari Cina ialah PT Sharp Electronics Indonesia. Menurut Promotion Manager PT Sharp Pandu Setio, PT Sharp tidak bisa mengikuti perkembangan pasar yang saat ini banyak dimasuki barang-barang dari Cina. Sebagai alternatif dia mengatakan jika PT Sharp memperbaiki kualitas dan pelayanan dalam produk mereka buat.
"Kalau harga kami tidak bisa bersaing. Kami harus memperhatikan biaya produksi dan distribusi itu tidak bisa. Jadi kami tawarkan kualitas," ujar Pandu.
Ketua Logistik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Mintardjo Halim mengingatkan pemerintah jangan hanya fokus mengundang investor asing untuk masuk ke Indonesia. Menurut dia, investor yang telah menanamkan modalnya lebih dulu di Indonesia juga perlu mendapatkan perhatian. Salah satunya keleluasaan barang impor masuk ke Indonesia.
"Kesulitan jadi pengusaha itu banyak sekali. Kalau jadi pengusaha, dibandingkan bikin pabrik lebih baik dagang," ujar Mintardjo. Dia pun mendorong pemerintah membangun regulasi sehat bagi para pengusaha.
Terkait maraknya barang impor masuk ke Indonesia, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Muhammad Syarkawi Rauf mengatakan jika pengawasan pemerintah terhadap barang-barang itu masih lemah. Contohnya, barang-barang impor ilegal dengan mudah masuk melalui pelabuhan. Kondisi ini semakin di perparah dengan penegakan hukum yang lemah.
"Apalagi barang ilegal harganya lebih murah, ini membuat industri dalam negeri tidak bisa bersaing," ujar Syarkawi.