Sistem hukum 'wani piro' tidak berhak membunuh orang
"Menurut saya konteks hukum di Indonesia pada umumnya tidak bisa dipercayai."
Rabu dini hari kemarin, delapan terpidana mati kasus narkoba dieksekusi. Di depan regu tembak, Andrew Chan, Myuran Sukumaran, Martin Anderson, Raheem Agbaje, Rodrigo Gularte, Sylvester Obiekwe Nwolise, Okwudili Oyatanze, dan Zainal Abidin mengembuskan napas terakhir. Mereka dieksekusi setelah sebelumnya menjalani proses peradilan di Indonesia lantaran kepemilikan narkoba dalam jumlah besar.
Jauh sebelum mereka dieksekusi, banyak kalangan mendukung dan menolak eksekusi mati tersebut. Bahkan dorongan agar eksekusi mati tak dilakukan datang dari luar negeri. Sementara di Indonesia, sejumlah kalangan juga menyuarakan penolakan serupa, salah satunya tokoh lintas agama, Franz Magnis Suseno. Romo Magnis begitu dia disapa, menolak eksekusi mati di Indonesia. Bahkan sejak eksekusi enam terpidana mati Januari lalu.
Penolakan itu bukanlah tanpa alasan. Menurut Romo Magnis, proses hukum di Indonesia masih belum bisa dipercaya lantaran para penegak hukumnya masih bisa disuap. "Menurut saya konteks hukum di Indonesia pada umumnya tidak bisa dipercayai karena baik hakim maupun jaksa bisa disogok dan ini diketahui," kata Romo Magnis saat berbincang dengan merdeka.com semalam.
Lalu bagaimana pandangan Romo Magnis soal eksekusi yang telah dilakukan di Nusakambangan kemarin. Berikut penuturannya kepada Arbi Sumandoyo dari merdeka.com melalui sambungan telepon:
Kemarin pemerintah kembali mengeksekusi terpidana mati kasus narkoba, bagaimana pandangan anda?
Saya mengharapkan bahwa itu eksekusi yang terakhir. Saya merasa bahwa ini jangan terulang lagi. Ketika bangsa dan dunia akan tarik menarik menganiaya orang bukan masalah prinsip, bagi saya lebih baik tidak melaksanakan hukuman mati. Saya bisa mengerti ada orang mengatakan bahwa hukuman mati itu perlu. Ada seorang narapidana saya lupa namanya. Dia waktu menjalani pemeriksaan polisi, dia disiksa. Dia disiksa lalu memutuskan hukuman mati di bawah siksaan itu sudah dalam sistem hukum yang masih kritis dan juga busuk.
Kalau orang disiksa, hukuman di dalam tahanan ya tentu tidak boleh dihukum mati dan saya tidak tahu yang lain-lain. Saya merasa bahwa sistem hukum dimana kita tahu begitu banyak hakim dan jaksa bisa disogok, bisa melakukan pendekatan 'wani piro' dengan sistem itu kita berhak membunuh orang, itu saya tidak mengerti.
Saya merasa sangat risau bahwa jika mayoritas besar masyarakat menyebut bahwa itu bagus sekali, orang itu orang narkoba dan dihukum mati. Padahal keputusan itu diberikan hakim Yudisial yang tidak dapat dipercayai.
Artinya sistem hukum di Indonesia harus dibenahi?
Betul. Jadi menurut saya harus ada moratorium terhadap semua, bukan saja hukuman mati. Semua hukuman lain sama harus direvisi, orang dihukum seumur hidup. Di Jakarta dia melaporkan karena takut di bunuh. Nah andai kata tidak, biarkan saja itu sudah mati. Padahal kemungkinan besar urusan trafficking.
Bagaimana dengan Fredy Budiman yang juga dijatuhi hukuman mati?
Kalau Fredy Budiman itu jadi bandar narkoba di penjara, yang banyak terjadi bukan sistem hukum kita membenarkan bahwa asal orang punya duit dia malah bisa apa saja. Saya berpendapat memang saya heran, semua orang itu yang sekarang adalah kurir, tapi dimana orang itu dibawa ke tempat eksekusi, saya secara prinsip menolak tapi sama sekali kalau betul dikatakan memang betul-betul orang yang punya tanggung jawab.
Saya begini ya, termasuk Rani juga ya yang dari Tasikmalaya. Perempuan begitu mudah di manipulasi, diperah, diancam, mereka kurang tahu, Si Mary Veloso bahkan tidak bisa berbahasa inggris, oke pengadilan dia tidak mendapat pembela yang bisa berbahasa tagalog. Sehingga bisa dia berkomunikasi bahwa dia punya masalah dan kemudian semua menginginkan ditinjau kembali langsung ditolak. Menurut saya, sesuatu yang salah dan sangat jelek di sistem hukum kita itu bagi saya alasan utama.
Menurut anda ini ada yang salah saat para terpidana mati itu menjalani proses peradilan?
Menurut saya konteks hukum di Indonesia pada umumnya tidak bisa dipercayai karena baik hakim maupun jaksa bisa disogok dan ini diketahui. Nah sistem seperti itu, tidak boleh menjadi dasar mencabut nyawa orang. Itulah argumen saya.
Kemarin juga ada kontroversi terkait eksekusi mati, ada yang mendukung dan menolak?
Ini negara hukum bukan masyarakat yang menentukan. Bagaimana seseorang itu diberlakukan di pengadilan, bukannya di pengadilan masyarakat. Dan bahwa masyarakat merasa gembira mereka (terpidana) itu dihukum mati, mereka (masyarakat) tidak boleh dalam penindakan yudisial atau menghakimi suatu konflik, jangan juga kembali kepada paham 'Vox Populi, Vox Dei' seakan-akan suara rakyat sama dengan suara Tuhan. Dari Tuhan keadilan rakyat bisa emosi.
Kita tahu itu masalah serius sekali, tetapi juga telah ditanggapi oleh siapapun, fakta, bahwa para ahli mengatakan hukuman mati tidak bikin jera para penjahat. Jadi juga tidak betul bahwa dengan hukuman mati, masyarakat lebih diselamatkan. Jadi alasan itu katanya omong-omong didukung oleh rakyat. Tetapi nyawa orang itu terikat kebenaran dan keadilan itu yang harus menentukan dan menjadi prioritas.