Tidak terpilih sebagai komandan Kopassus karena beragama Hindu
Pemerintah belum memperhatikan umat Hindu dengan baik.
Sudah 67 tahun usia Republik ini. Tapi di negeri dengan asas “Bhinneka Tunggal Ika”, ini penghormatan terhadap penganut agama minoritas masih kurang. Menurut Sang Nyoman Suwisma, Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), bagi kelompok tertentu keberagaman belum dimaknai sebagai keistimewaan yang harus dihormati. Sebaliknya, perbedaan itu dipakai dalih menekan kelompok minoritas. Itulah yang masih dirasakan oleh penganut Hindu.
“Laporan saya terima dari beberapa daerah, ada penganut agama hindu mengurus KTP, tapi kecewa karena setelah KTP jadi, ternyata ditulis beragama lain,” kata dia ketika ditemui Muhammad Taufik dan Islahuddin dari merdeka.com di rumahnya, Jalan Kalisari 2, LAPAn, Jakarta Timur, Rabu (21/3) siang. Di beberapa daerah, rupanya pembuatan KTP masih sangat tergantung keyakinan apa yang dianut oleh penguasa di daerah itu.
Bentuk perlakuan tidak adil lain, di beberapa daerah umat Hindu masih belum berani membuat rumah-rumah ibadah berukuran besar. Mereka masih merasa ketakutan. Andai ada, dia melanjutkan, rumah ibadah itu berada di pojok-pojok kantor koramil dan kepolisian. Bahkan ketika masih berdinas sebagai tentara, dia juga sempat tidak terpilih menjadi Jenderal Pasukan Khusus (Kopassus) pada 1998, menggantikan Prabowo Subiyanto saat itu.
“Alasannya sangat tidak profesional karena agama Hindu yang saya anut,” ucapnya. Dengan demikian, ia melanjutkan, kerukunan antar umat beragama di Indonesia masih dalam perjalanan menuju lebih baik. Berikut penuturannya:
Bagaimana pendapat Anda tentang kerukunan beragama di Indonesia?
Saya kira kerukunan beragama di Indonesia saat ini masih dalam proses menuju lebih baik. Proses, karena belum sepenuhnya saling menghormati antar keyakinan. Ini bisa kita lihat masih ada pertentangan dalam hal agama, bahkan aliran-aliran dalam satu agama masih bertikai.
Semestinya dalam kehidupan bernegara bukan lagi menunjukkan itu. Namun, bagaimana timbal balik dari keyakinan yang selama ini kita anut dan percayai, seperti kehidupan penuh kasih sayang, saling menghormati. Kami dalam agama Hindu memiliki tiga hal harus dihindari, pertama menghindari pikiran buruk, kemudian bicara kasar dan jelek, dan tindakan buruk.
Apakah umat Hindu pernah menjadi korban kekerasan?
Umat Hindu di Indonesia jumlahnya kurang lebih 10 juta, tersebar di 31 provinsi. Mulai dari Papua, Sulawesi, Lampung, Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Bali, dan daerah lainnya. Tugas saya sebagai pengurus Parisada Hindu, membuat saya makin sering melakukan kunjungan ke daerah-daerah, baik itu tugas organisasi untuk kerohanian atau sekadar mampir.
Saya pernah mendapat laporan dari umat saya di beberapa daerah. Karena jumlah mereka kecil, di beberapa tempat ada yang belum mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara. Misalnya, ketika membuat KPT. Padahal dia sudah mengaku saya hindu, tapi di KTP justru ditulis beragama lain, tidak sesuai keyakinan pembuat KTP.
Ternyata masih ada hal seperti itu?
Iya. Buktinya, itu saya temukan langsung di lapangan, saat kunjungan di Toraja, Sulawesi Selatan. Saya langsung bertemu orangnya. Saya tidak mau berkomentar lebih tentang hal itu dan media juga jarang memberitakan itu. Silakan cek dan lihat sendiri.
Kami pemeluk Hindu di Indonesia dirugikan untuk ukuran jumlah. Ternyata data yang ada untuk jumlah pemeluk Hindu tidak bisa dikatakan valid. Itu adalah bentuk pemaksaan keyakinan identitas meski hanya dalam bentuk tulisan di KTP.
Bagaimana dengan diskriminasi politik?
Silakan lihat sendiri. Tapi ini menarik, ini saya rasakan sebagai anggota militer (dia berdiri, pamit masuk rumah mengambil buku berjudul “Bersaksi di Tengah Badai”, yang ditulis Wiranto). Silakan baca buku ini. Saya sempat tidak terpilih menjadi Jenderal Pasukan Khusus (Kopassus) pada 1998 karena alasan sangat tidak profesional. Karena saya beragama Hindu.
Menurut Anda, perhatian pemerintah kepada umat Hindu semakin baik?
Saya kira belum. Ini kalau kita lihat dengan perhatian-perhatian beberapa agama lain di Indonesia. Demian juga dengan perlakuan yang diterima oleh pemeluk Hindu. Padahal, makna “Bhinneka Tunggal Ika”, mayoritas melindungi minoritas. Mereka harus bebas menjalankan ibadah dan lain-lain.
Di komunitas Hindu Bali saya tidak pernah mengeluhkan hal ini. Saya katakan kepada mereka, meski penganut Hindu di Bali mayoritas, bukan berarti kita bisa semena-mena terhadap minoritas. Kita memiliki tugas melindungi minoritas. Pastikan kenyamanan dan keamanan mereka menjalankan keyakinan agama mereka.
Bali di kenal sebagai pusat umat Hindu di Indonesia, apakah dengan banyaknya tamu asing membuat pergeseran nilai-nilai religinya?
Pergeseran-pergeseran itu selalu ada tiap zaman. Namun, kita harus memiliki strategi menghadapi setiap perubahan. Hal itu sudah kita bicarakan dengan komunitas Hindu, namun setiap perubahan akan dilakukan harus tetap berpegang teguh pada kitab suci Weda.
Demikian juga ajaran-ajaran menghormati resi dan guru harus tetap kita tonjolkan. Merekalah yang diberikan ilham oleh Sang Hyang Widi Wase.
Biodata
Nama : Mayor Jenderal TNI (Purn.) Sang Nyoman Suwisma
Tempat/Tgl Lahir: Bangli, 10 Mei 1941
Agama : Hindu
Warga negara : Indonesia
Alamat : Jl. Kalisari Raya II, LAPAN, Nomor 5/6, RT 013/RW 001, Kelurahan Pekayon, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur
Pendidikan akhir : Akademi Militer (Akmil), Magelang (Lulus 1971)
Status : Menikah
Istri : Ir. Rataya B. Kentjanawathy
Anak : tiga orang putra
Jabatan dan Karir
1. Pernah menjabat sebagai Instruktur Akmil (1974)
2. Komandan Kompi Parako, Komando Pasukan Khusus (Kopassus) (1974)
3. Wakil Komandan Kopassus (1994)
4. Komandan Korem 043/Garuda Hitam, Lampung (1994-1996)
5. Komandan Sekolah Calon Perwira Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD), Bandung (1996)
6. Panglima Divisi I Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad) (1997)
7. Panglima Komando Daerah Militer (Kodam) VI/Tanjung Pura (1998)
8. Kepala Staf Kostrad (1999)
9. Asisten Teritorial Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD) (2000)
10. Asisten Teritorial Kepala Staf Umum (Kasum) TNI (2001)
11. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fraksi TNI/Polri, Komisi I (2003)
12. Direktur Utama (Dirut) Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) (2005)
13. Komisaris Global TV (2005)
14. Komisaris PT. Gajah Tunggal (GT Group, Jakarta) (2005)
Pengalaman organisasi kemasyarakatan
1. Pengurus Besar Persatuan Judo Seluruh Indonesia (1988–1990)
2. Ketua Umum Panitia Dharma Santi Nasional di Candi Prambanan (2000)
3. Pengurus Besar Payung Federasi Aero Sport Indonesia (PB FASI) (1997–2001)
4. Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Tinju Amatir Indonsia (PB Pertina) (2003–2007)
5. Ketua Umum Mahasabha Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) IX di Jakarta (2006, 2007)