Urgensi daerah pemilihan luar negeri
WNI yang di luar negeri memiliki kebutuhan dan kepentingan khas.
Pertengahan Desember lalu, 31 WNI yang tinggal di luar negeri, mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menggugat Pasal 22 ayat (1) dan (5) UU No. 8/2012 yang mengatur tentang daerah pemilihan pemilu anggota DPR.
Pasal 22 ayat (1) menyatakan, bahwa daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota. Sedang Pasal 22 ayat (5) mengalokasikan 560 kursi DPR ke provinsi dan ke daerah pemilihan pada masing-masing provinsi, yang disertakan dalam lampiran.
Ke-31 WNI yang tinggal di luar negeri tersebut, sesungguhnya melaksanakan mandat Diaspora Indonesia. Ini adalah organisasi global yang menghimpun WNI di luar negeri, mereka yang punya hubungan darah, mereka yang punya ikatan sejarah dengan Indonesia, atau bahkan mereka yang peduli dengan Indonesia.
Diaspora Indonesia menuntut pembentukan daerah pemilihan luar negeri untuk menampung dan menyalurkan aspirasi WNI yang tinggal di luar negeri. Mereka perlu perwakilan tersendiri di DPR, karena mereka memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda dengan kepentingan WNI yang tinggal di Tanah Air.
Karena Pasal 22 ayat (1) dan (5) tidak mengakomodasi pembentukan daerah pemilihan luar negeri, maka pasal tersebut digugat Diaspora. Tujuannya agar MK mengabulkan permintaannya untuk pembentukan daerah pemilihan luar negeri.
Dengan tidak adanya daerah pemilihan luar negeri, apakah selama ini WNI yang di luar negeri tidak punya wakil di DPR? Tentu saja tidak. Sebab, seperti WNI pada umumnya, setiap lima tahun, WNI yang di luar negeri juga mengikuti pemilu.
Hanya saja, selama ini suara mereka dimasukkan ke daerah pemilihan yang ada di Provinsi DKI Jakarta. Pada Pemilu 2009 lalu, suara pemilih luar negeri, dimasukkan ke daerah pemilihan DKI Jakarta II (Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan).
Dengan demikian pemilih luar negeri sesungguhnya memiliki wakil di DPR, yakni 7 anggota DPR yang terpilih dari daerah pemilihan DKI Jakarta II. Sayangnya, mereka selama ini, tidak pernah menunjukkan dirinya sebagai wakil WNI di luar negeri.
Hal ini tidak saja ditunjukkan oleh fakta bahwa ke-7 anggota DPR tersebut tidak satu pun yang menjadi anggota Komisi I (membidangi luar negeri) atau Komisi IX (membidangi ketenagakerjaan); tetapi juga tidak ada jejak kesungguhan mereka dalam memperjuangkan kepentingan atau kebutuhan WNI di luar negeri.
Jangankan memperjuangkan kepentingan atau kebutuhan WNI di luar negeri, menemui konstituen, mengajak bicara, dan menampung aspirasi pun, mereka tidak pernah. Paling banter mereka menemui mereka pada saat kampanye pemilu. Itu pun terbatas di beberapa tempat di Malaysia dan Arab Saudi.
Memang tidak mudah bagi anggota DPR yang mewakili WNI di luar negeri. Selain karena mereka tersebar luas di banyak negara sehingga membutuhkan biaya mahal untuk menemuinya, kenyataannya mereka juga harus mengurus kepentingan konstituen yang tinggal di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.
Padahal kepentingan dan kebutuhan konstituen yang tinggal di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, jelas berbeda sama sekali dengan kepentingan dan kebutuhan konstituen WNI di luar negeri. Misalnya, mereka yang tinggal di Jakarta dihadapkan pada masalah macet dan banjir, sementara mereka yang di luar negeri butuh jaminan keselamatan kerja; mereka yang di Jakarta terkungkung lingkungan kumuh, sementara yang di luar negeri terbelit perizinan bisnis.
Oleh karena itu, sudah seharusnya dibentuk daerah pemilihan luar negeri buat WNI yang tinggal di luar negeri. Jumlah mereka juga terus bertambah. Departemen Luar Negeri mendata hampir 5 juta WNI yang tinggal di luar negeri. Ini setara dengan Riau yang punya 5,5 juta penduduk dan memiliki 11 kursi DPR. Pada Pemilu 2009 terdapat 1,4 juta pemilih, sama dengan Sultra yang memiliki 5 kursi DPR.
Pembentukan daerah pemilihan luar negeri juga semakin banyak dipraktikkan. Dalam hal ini Filipina dan Yunani bisa dijadikan contoh. Karena itu jangan heran jika isu-isu yang menyangkuat perlindungan dan pemajuan warga kedua negara tersebut di luar negeri, sangat menjadi perhatian parlemen dan pemerintah. Apalagi kontribusi mereka terhadap perekonomian nasional cukup signifikan.
Adakah di antara kita yang masih meragukan kontribusi ekonomi para WNI di luar negeri?