Perma 2/2019, Jawaban Masyarakat Hadapi Sewenang-wenang Pemerintah
Pernahkah kita merasa putus asa terlebih saat menghadapi keputusan para penguasa?
Pemerintah sebagai otoritas “Penguasa” yang dipilih oleh rakyat untuk merepresentasikan sosok pemimpin pada dasarnya berhak untuk mengambil keputusan atau melakukan tindakan tertentu berdasarkan kewenangan yang dimilikinya sesuai ketentuan perundang-undangan. Namun demikian, berdasarkan teori hukum yang berkembang saat ini, dapat dibedakan antara “wewenang” sebagai landasan suatu subjek hukum untuk melakukan suatu tindakan berdasar hukum publik, serta “hak” sebagai landasan suatu subjek hukum untuk melakukan suatu tindakan berdasar hukum perdata.
Namun demikian, pernahkah kita merasa putus asa terlebih saat menghadapi keputusan para penguasa (pemerintah) yang dalam kewenangannya berhak untuk mengambil tindakan terhadap suatu hal yang terjadi di tengah masyarakat? Terlebih ketika keputusan atau tindakan yang dilakukan para pejabat tersebut kemudian berpengaruh besar terhadap keberlangsungan hidup keluarga kita dan masyarakat sekitar. Lantas apa yang terlintas dalam pikiran kita? Tentu rasa ingin melampiaskan amarah, namun apa yang bisa kita lakukan? Karena sejatinya pemerintah memiliki legitimasi mutlak dalam melakukan tindakannya sesuai hukum yang berlaku.
-
Kapan kalimat opini biasanya muncul? Menunjukkan peristiwa yang belum pasti terjadi atau terjadi dikemudian hari.
-
Siapa yang bisa membuat kalimat opini? Merupakan pikiran atau pendapat seseorang maupun kelompok.
-
Kenapa libur nasional penting? Libur nasional memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk beristirahat, bersantai, dan mengisi ulang energi setelah bekerja atau belajar dengan keras. Libur nasional juga dapat meningkatkan kesehatan mental dan fisik, serta produktivitas kerja.
-
Apa bedanya fakta dan opini? Fakta dan opini merupakan dua hal yang sering dikaitkan satu sama lain. Dua kata ini sering kali disebut dalam berita, berbagai macam buku, hingga jurnal penelitian. Bukan hanya itu, fakta dan opini juga sering dibahas dalam kehidupan sehari-hari di berbagai topik.Dalam hal ini, fakta dan opini adalah dua hal yang berbeda, bahkan saling bertolak belakang.
-
Apa yang membedakan kalimat fakta dan opini? Kalimat fakta dan opini memiliki fungsi dan tujuan yang tak sama.
-
Kenapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sebagai refleksi, ketika mengingat kasus penggusuran warga Bukit Duri pada tahun 2016 oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dapat kita bayangkan warga sekitar yang sudah tinggal di pemukiman tersebut puluhan tahun, di mana mereka bahkan menggantungkan kehidupan mereka di sana, karena sumber pencaharian mereka mayoritas sebagai pedagang di sekitar pemukiman tersebut, dan kemudian mereka harus menerima kenyataan bahwa pemukiman mereka harus digusur oleh pemerintah. Warga pun hanya bisa termenung tanpa arah, meratapi nasib, sembari membayangkan di mana keluarga mereka harus menyenderkan bahu untuk beristirahat dan berlindung dari kejamnya dunia di bawah panasnya matahari.
Selain kasus penggusuran permukiman warga Bukit Duri tersebut, masih banyak lagi contoh kasus tindakan kesewenang-wenangan pemerintah dalam menjalankan jabatannya, tanpa terlebih dahulu mengindahkan hak-hak masyarakat sipil yang cenderung terpinggirkan.
Seperti halnya pada kasus pemblokiran akses internet pada warga di Papua pada pertengahan tahun 2019. Pemblokiran internet di Papua saat itu dilakukan pemerintah melalui Kemenkominfo menyusul pecahnya aksi unjuk rasa di beberapa wilayah Papua seperti Fakfak, Sorong, Manokwari, dan Jayapura. Aksi demonstrasi besar-besaran itu kemudian berujung ricuh. Kasus ini kemudian ditutup dengan dikeluarkannya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang menyatakan Presiden Joko Widodo dan Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah terbukti bersalah atas pemblokiran dan pelambatan koneksi internet di Papua, di mana keduanya dinilai telah terbukti melakukan Perbuatan Melanggar Hukum oleh Pejabat atau Pemerintah (Onrechtmatig Overheidsdaad)
Seperti yang pernah disampaikan oleh seorang Sejarahwan dan Politisi terkenal Inggris, John Emerich Edward Dalberg-Acton, atau yang lebih dikenal sebagai Lord Acton, yakni “Power Tends to Corrupt, Absolute Power Corrupt Absolutely”.
Begitupula dengan para pemerintah dan penguasa yang memiliki kekuasaan. Sekelipun kekuasaan yang dimilikinya terbatas oleh hukum yang berlaku, akan tetapi kekuasaan yang dimiliki oleh mereka tetap berpotensi disalahgunakan atau mengarah ke penyelewengan kekuasaan. Oleh karena itu sebuah negara berdasarkan The Rule of Law memiliki salah satu ciri khas yakni menghadirkan suatu peradilan administrasi dalam wujud Pengadilan Tata Usaha Negara.
Pengadilan Tata Usaha Negara hadir sebagai perwujudan tata kehidupan negara yang seimbang antara aparatur negara dan rakyat terlebih saat berhadapan dengan kekuasaan. Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) merupakan lingkungan peradilan yang terakhir dibentuk, yang ditandai dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 pada tanggal 29 Desember 1986, adapun tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) adalah untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram serta tertib yang dapat menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum dan menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara aparatur di bidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat. Dengan terbentuknya Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kepastian hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Namun demikian, obyek sengketa Tata Usaha Negara sendiri berbentuk Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004. Lantas bagaimana dengan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam kuasa jabatannya? Sebelumnya, semua tindakan atau perbuatan melawan hukum oleh pemerintah dilakukan lewat pengadilan umum perdata. Namun demikian, pemerintah yang dianggap memiliki Power Oleh karena itu Mahkamah Agung menerbitkan sebuah aturan melalui Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2 Tahun 2019 tentang “Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad). Dengan kehadiran PERMA 2/2019 ini, kemudian lebih mengafirmasi lagi keadilan bagi warga masyarakat sipil saat berhadapan dengan pemerintah dan kekuasaannya.
Namun sayangnya, berdasarkan data yang dihimpun oleh Mahkamah Agung pada tahun 2020, bahwa peradilan Tata Usaha Negara menjadi lingkup peradilan dengan jumlah perkara masuk yang paling sedikit, dan bahkan tingkat presentase penyelesaian yang paling kecil juga. Sangat jauh tentunya apabila dibandingkan dengan perkara peradilan umum yang meliputi perkara pidana maupun perdata. Dimana hal ini kemudian menunjukkan bahwa eksistensi Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menjalankan fungsinya di tengah masyarakat belum optimal.
Padahal, pada hakekatnya Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan sebuah wadah/medium yang berakuntabilitas terhadap suara rakyat yang berusaha mencari keadilan dan mempertahankan hak-hak masyarakat terutama ketika berhadapan dengan pemerintah yang notabene merupakan penguasa dalam hal menjalankan jabatannya. Oleh karena itu, sosialisasi terkait fungsi Pengadilan Tata Usaha Negara harus lebih diperkuat sebagai prosedur hukum yang konkret dan transparan dalam menyelesaikan sengketa antara masyarakat dengan pemerintah agar pemerintah dalam menjalankan tugasnya dapat lebih berhati-hati dan memperhatikan asas-asas pemerintahan yang baik. Marilah kita buka ruang berdialog hukum seluas-luasnya dengan lebih peduli, aktif, dan berani bersuara untuk dapat membongkar stigma negatif yang selama ini berkembang di masyarakat bahwa “Hukum itu tumpul ke atas, tajam ke bawah”.
(mdk/has)