30 Jaksa Kasus Ferdy Sambo Cs akan Ditempatkan di Safe House, Ini Alasannya
Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak mengatakan, perlu ada langkah dalam menangani perkara Ferdy Sambo Cs. Langkah itu salah satunya dengan menempatkan jaksa di rumah aman untuk menghindari intervensi.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menunjuk 30 Jaksa Penuntut Umum (JPU) menangani perkara Ferdy Sambo Cs dalam kasus dugaan pembunuhan berencana dan Obstruction of Justice dalam kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat. Puluhan jaksa itu rencananya nanti akan ditempatkan di rumah aman atau safe house selama persidangan berlangsung.
Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak mengatakan, perlu ada langkah dalam menangani perkara Ferdy Sambo Cs. Langkah itu salah satunya dengan menempatkan jaksa di rumah aman untuk menghindari intervensi.
-
Apa sanksi yang diterima Ferdy Sambo? Ferdy Sambo diganjar sanksi Pemecetan Tidak Dengan Hormat IPTDH).
-
Siapa yang memimpin Sidang Kode Etik Polri untuk Ferdy Sambo? Demikian hasil Sidang Kode Etik Polri yang dipimpin jenderal di bawah ini: As SDM Polri Irjen Wahyu Widada.
-
Siapa Fredy Pratama? "Enggak (Tidak pindah-pindah) saya yakinkan dia masih Thailand. Tapi di dalam hutan," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa, Rabu (13/3).
-
Bagaimana proses Sidang Kode Etik Polri untuk Ferdy Sambo? Demikian hasil Sidang Kode Etik Polri yang dipimpin jenderal di bawah ini: As SDM Polri Irjen Wahyu Widada.
-
Kenapa Fredy Pratama sulit ditangkap? Sebelumnya, Polri berupaya menangkap gembong narkoba Fredy Pratama yang saat ini terindikasi berada di Thailand dan dilindungi oleh gangster dari negara tersebut."Fredy Pratama keberadaannya masih terindikasi di Thailand.
-
Apa yang dilakukan Fredy Pratama? Nur Utami berubah sejak menikah dengan pria berinisial S, yang dikenal sebagai kaki tangan gembong narkoba Fredy Pratama.
"Iya kan langkah-langkah perencanaan dalam menangani kasus yang menarik perhatian masyarakat kan," kata Barita saat dihubungi merdeka.com, Kamis (29/9).
Menurut dia, langkah penempatan jaksa di safe house itu sekaligus menjawab keraguan masyarakat terkait penanganan perkara pembunuhan Brigadir J.
"Semua mengkhawatirkan adanya intervensi, keragu-raguan. Oleh sebab itu, ini harus dijawab melalui indikator atau standard yang jelas antara lain pemantauan sarana komunikasi, juga termasuk kemungkinan untuk ditempatkan dalam satu tempat di mana pengawasannya bisa efektif dilakukan," ujar dia.
Selain itu, dikatakan Barita, penempatan para jaksa di rumah aman selama persidangan agar dapat menjalankan tugas dengan baik. Terlebih dalam kasus menyita sorotan publik seperti perkara Ferdy Sambo butuh pengamanan ketat.
"Ini kan berkas perkaranya banyak, perkaranya itu persidangan ketat. Karena itu kerja keras, kerja cepat dan kerja yang koordinatif dimungkinkan kalau mereka ada dalam satu tempat yang bisa memungkinkan mereka melakukan tugasnya dengan baik," ujar dia.
Diatur Undang-Undang
Dia menekankan, penempatan jaksa di rumah aman untuk menghindari intervensi itu merupakan wajar. Hal itu juga sesuai dengan peraturan dengan KUHAP.
Barita menjelaskan, dalam Undang-Undang Kejaksaan disebutkan memberikan perlindungan kepada jaksa dalam melakukan tugas-tugas penuntutannya. Oleh karena itu, JPU diharuskan untuk dilindungi dalam menjalankan tugas.
"Sehingga biar aman dan nyaman bekerja, apalagi target ini kan bisa persidangannya itu maraton ya. Coba bayangkan ribuan halaman itu berkas perkaranya yang harus dihadirkan dan dibuat agendanya di persidangan. Dari satu persidangan ke persidangan berikut, ini butuh energi, stamina dan juga profesionalitas jaksa," jelasnya.
"Karena itu maka kalau mereka dijaga dari segala intervensi, dilindungi keamanannya dan juga diberikan sarana prasarana yang mendukung, nah itu adalah bentuk support terhadap penegakan hukum agar bisa berjalan profesional, akuntabel dan transparan," tutupnya.
Ferdy Sambo Cs Segera Diserahkan ke Jaksa untuk Diadili
Polri mempersiapkan pelimpahan Tahap II yakni menyerahkan barang bukti dan tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat dan obstruction of justice ke Kejaksaan. Adapun Kejaksaan Agung (Kejagung) sebelumnya menyatakan berkas perkara Ferdy Sambo dan lainnya lengkap alias P21.
"Nanti penyidik ke JPU untuk mengambil surat P-21 nya dan dipersiapkan langkah-langkah lanjutnya oleh penyidik terkait tahap II," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Rabu (28/9).
Dedi mengapresiasi kinerja Tim Khusus (Timsus) dan Kejagung merampungkan berkas penyidikan perkara tersebut.
"Sejak awal Polri, tim khusus dan Kejaksaan Agung terus berkoordinasi untuk segera merampungkan dua perkara itu. Sejak awal semangat kami adalah mengusut tuntas kasus tersebut," kata Dedi.
Berkas Dinyatakan Lengkap
Kejagung sebelumnya menyatakan berkas lima tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Selain itu, berkas perkara para tersangka obstruction of justice pun telah dinyatakan sepenuhnya lengkap alias P21.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Fadil Zumhana mengatakan, Pasal yang disangkakan dalam obstruction of justice yakni menyangkut UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 yaitu Pasal 32 dan 33 juncto Pasal 48 dan 49 UU ITE.
"Ini karena yang dirusak adalah barang bukti elektronik," tutur Fadil di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (28/9/2022).
Sesuai pengenaan Pasal, kata Fadil, dalam perkara ini yang terberat secara primer adalah UU ITE dan subsider UU KUHP. Dia pun mengklaim terbiasa menangani perkara yang menyangkut menghalangi proses penyidikan hingga merusak barang bukti, sehingga prosesnya dapat segera P21.
"Sehingga berkas perkara juga sudah kami nyatakan lengkap P21," kata Fadil.
Adapun dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J, ada lima tersangka yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Sementara untuk perkara obstruction of justice di kasus kematian Brigadir J, Polri telah menetapkan tujuh tersangka. Mereka adalah Ferdy Sambo, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, dan Kombes Agus Nurpatria, yang sejauh ini sudah menjalani sidang etik dengan putusan PTDH atau pemecatan.
Kemudian ada tiga tersangka lainnya adalah mantan Karo Paminal Divisi Propam Polri Brigjen Pol Hendra Kurniawan, mantan Wakaden B Biropaminal Divisi Propam Polri AKBP Arif Rahman Arifin, dan mantan Kasub Unit I Sub Direktorat III Dittipidum Bareskrim Polri AKP Irfan Widyanto.
Mereka diduga melanggar Pasal 13 ayat (1) PP nomor 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian anggota Polri juncto Pasal 5 ayat (1) huruf C, Pasal 8 huruf C angka 1, Pasal 10 ayat (1) huruf T dan Pasal 10 ayat (1) huruf F Peraturan Polri Nomor 7 tahun 2022 tentang kode etik profesi dan komisi kode etik Polri.
(mdk/gil)