7 Persamaan Jenderal Hoegeng dan Irjen Ursinus
Keduanya antikorupsi, dan tak mempan sogok. Memilih hidup sederhana daripada bergelimang harta korupsi.
Kapolri Jenderal Hoegeng yang menjabat tahun 1968-1971, dikenal sebagai pejabat polisi paling jujur. Begitu juga Irjen Ursinus Elias Medellu yang menjabat sebagai komandan lalu lintas Polri tahun 1965-1972.
Teladan Hoegeng diikuti Ursinus. Keduanya antikorupsi, dan tak mempan sogok. Ursinus memang mengidolakan Hoegeng sebagai komandannya.
Tak hanya jujur, keduanya pun memiliki prestasi membanggakan di bidang pekerjaan masing-masing. Hoegeng memberantas perjudian dan narkoba. Dia juga membongkar penyelundupan ratusan mobil mewah Robby Tjahjadi.
Sementara Ursinus menciptakan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB). Dia juga yang memperbaiki sistem tilang polisi lalu lintas.
Berikut 6 persamaan dua jenderal jujur itu.
-
Apa yang dimaksud dengan pangkat polisi? Mengutip dari laman polisi.com, tanda kepangkatan Polri adalah daftar tanda pangkat yang dipakai oleh Kepolisian Negara Indonesia.
-
Bagaimana polisi tersebut disekap? Saat aksi percobaan pembunuhan itu dilakukan, korban memberontak sehingga pisau badik yang dipegang pelaku N mengenai jari korban dan mengeluarkan darah. "Selanjutnya tersangka N melakban kedua kaki agar korban tidak berontak.
-
Kenapa pangkat polisi penting? Selain itu pangkat juga merupakan syarat mutlak yang perlu dimiliki oleh anggota Polri jika hendak mendapatkan amanat untuk mengemban jabatan tertentu.
-
Apa itu polisi cepek? Istilah ‘cepek’ sendiri merujuk pada pecahan uang senilai Rp100. Fenomena ini menjadi lebih menonjol melalui popularitas Pak Ogah, seorang tokoh fiktif dalam serial televisi Si Unyil yang tayang pada periode tersebut. Pak Ogah menjadi ikon yang mengatur lalu lintas dan meminta bayaran sejumlah cepek dari pengendara.
-
Kenapa polisi itu disekap? Kejadian itu berawal dari rasa sakit hati pelaku AI terhadap istri korban. Karena telah memberitahukan tempat tinggal dan alamat bekerja tersangka terhadap orang yang mencarinya," ujar Kasat Reskrim Polrestro Tangerang, Rabu (8/11).
-
Kapan Polri mengatur pangkat polisi? Hal itu sesuai dengan peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2016 tentang Administrasi Kepangkatan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Tolak upeti di Medan
Ketika masih berpangkat perwira menengah, Hoegeng bertugas di Medan, Sumatera Utara. Hoegeng menolak semua pemberian dari bandar judi. Mulai dari mobil, rumah, bahkan perabot rumah tangga.
Tindakan Hoegeng ini melawan kebiasaan. Biasanya para aparat terlena disogok bandar judi sehingga membiarkan judi merajalela.
Sementara itu Ursinus menjabat Kadapol (kini Kapolda) Sumatera Utara tahun 1972-1975. Ursinus menolak pemberian para pengusaha, termasuk jatah 1.000 liter minyak sawit.
Dia marah dan meminta tak ada upeti semacam ini lagi untuk para polisi.
Gemar blusukan
Jenderal Hoegeng selalu berkeliling sebelum berangkat ke kantor. Dia tak segan-segan turun tangan mengatur lalu lintas sendiri jika ada jalan macet dan tak ada polisi lalu lintas.
Hoegeng bahkan pernah menyamar untuk membongkar sindikat peredaran narkoba.
Begitu pula Irjen Ursinus. Saat masih menjabat Dirlantas dia selalu memeriksa apakah ada polisi yang masih menerima suap di jalan raya. Sementara saat menjadi Kepala Polisi Sumatera Utara dia mengecek kesiapan pasukan pada pukul 04.00 dini hari.
Polisi yang tak disiplin langsung dikirim ke Markas Brimob untuk dilatih lagi.
Jujur dan antikorupsi
Kalau mau kaya, dua jenderal ini sebenarnya bisa korupsi dan makan uang negara. Jenderal Hoegeng dan Ursinus bahkan bisa memperkaya diri hingga tujuh turunan.
Tapi karena keduanya jujur dan antikorupsi, tak ada satu sen pun uang haram mereka ambil. Keduanya tak tergiur uang ratusan juta yang bukan hak mereka.
Hoegeng begitu keras memerangi korupsi. Begitu juga Ursinus.
"Kalau mau kaya saya tak jadi polisi. Saya jadi polisi karena ingin mengabdi," tegas Ursinus.
Kerja keras nyaris 24 jam
Kapolri Jenderal Hoegeng selalu membuka pintu walau di malam hari bagi semua urusan kepolisian. Jika tak ada tamu, Hoegeng gemar main radio panggil.
Lewat radio itu, Hoegeng mengecek kondisi seluruh Polda di Indonesia. Lewat radio juga seluruh rakyat bisa langsung mengadu pada Hoegeng. Jika ada kasus, paginya Hoegeng langsung memberikan perintah agar diusut.
Begitu juga dengan Irjen Ursinus. Seluruh waktunya dihabiskan untuk urusan kepolisian. Walau sudah larut malam, Ursinus tak akan berhenti bekerja. Keluarga pun dinomorduakan.
"Anak pertama papa itu polisi, lalu polisi, baru kami-kami ini," kata putra sulung Ursinus, Elias Christian Medellu menggambarkan kinerja ayahnya.
Jadi teladan untuk anak buah
Polwan Hajaty Chambo, asisten Ursinus menceritakan soal teladan bosnya. Hajaty bercerita walau cuma sebuah lemari, Ursinus ogah disuap.
"Pak Medellu sangat memegang prinsip kejujuran dan kedisiplinan. Dalam bekerja beliau lebih banyak melakukannya melalui tindakan nyata," cerita wanita yang 8 tahun bekerja bersama Ursinus.
Yang lebih membahagiakan lagi, lanjut Hajaty, sikap jujur dan disiplin Ursinus diteladani dirinya dan anggota lantas lainnya. Ursinus berpesan pada anak buahnya tidak coba-coba mengambil yang bukan hak mereka.
"Bila membeli barang harus ada bon. Bila ada uang sisa harus dikembalikan. Selain itu semua pertanggungjawaban keuangan harus lengkap dan tidak boleh meminta sesuatu dari kontraktor atau perusahaan jasa pengadaan barang (supplier)," tuturnya seperti dikutip dalam buku Ursinus buku Bhayangkara Pejuang Melawan Penjajah dan Arus Korupsi, terbitan Gramedia Pustaka.
Begitu juga Jenderal Hoegeng. Kejujurannya selalu dijadikan teladan anak buahnya. Termasuk Ursinus yang sangat mengagumi Hoegeng.
Kesal lihat polisi korup
"Wid, sekarang ini kok polisi sudah kaya-kaya. Sampai-sampai sudah ada yang punya rumah di Kemang, dari mana duitnya itu?"
Tulisan itu adalah memo dari mantan Kapolri Jenderal Hoegeng pada Kapolri Jenderal Polisi Widodo Budidarmo sekitar tahun 1977. Hoegeng kesal melihat polisi yang hidup mewah dari hasil korupsi.
Sementara itu Ursinus begitu marah melihat kelakuan polisi lalu lintas yang korup. Begitu juga mendengar kelakuan petugas yang kerap memeras pengguna jalan.
Saat itu sampai ada istilah 'prit jigo' atau 'KUHP' atau kasih uang habis perkara'.
Kesulitan punya rumah
Kapolri jenderal Hoegeng tak punya rumah pribadi. Baru setelah pensiun dia diberi rumah oleh Polri. Karena kesulitan membayar pajak, Hoegeng menjual rumah di Menteng itu dan membeli sebuah rumah di Depok.
Ursinus juga demikian. Dia baru punya rumah setelah mencicil mess bekas milik Polri. Mess yang katanya berhantu itu dia cicil Rp 100.000, padahal uang pensiunnya cuma Rp 200.000.
Bisa saja dua jenderal itu membeli 10 rumah mewah dengan uang korupsi. Tapi hal itu tak dilakukan.