9 tahun menyimpan dendam, anak Amrozi kini hormat pada merah putih
Untuk kali pertama, puluhan mantan narapidana teroris di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan, Jawa Timur hormat kepada Bendera Merah Putih. Mereka adalah warga binaan Yayasan Lingkar Perdamaian (YLK) pimpinan eks perakit bom Jamaah Islamiyah, Ustaz Ali fauzi, yang juga adik pelaku bom Bali jilid satu, Amrozi.
Untuk kali pertama, puluhan mantan narapidana teroris (napiter) di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan, Jawa Timur hormat kepada Bendera Merah Putih. Mereka adalah warga binaan Yayasan Lingkar Perdamaian (YLK) pimpinan eks perakit bom Jamaah Islamiyah, Ustaz Ali fauzi, yang juga adik pelaku bom Bali jilid satu, Amrozi bin Nurhasyim.
Pemandangan tak biasa ini diceritakan kembali oleh Bupati Lamongan, Fadeli saat mendampingi Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa yang tengah mengunjungi puluhan mantan napiter.
"Kemarin (17/8) yang lebih membanggakan, ada pandangan tidak seperti biasa. Di Desa Tenggulun ada upacara memperingata proklamasi kemerdekaan yang dibawa komando Yayasan Lingkar Perdamaian," terang Fadeli kepada Mensos.
Di upacara peringatan HUT RI ke 72 itu, Ali Fauzi bertindak sebagai pembaca teks proklamasi. "Begitu juga saya melihat ada anaknya Amrozi (Zulia Mahendra) yang merupakan pelaku bom Bali itu sebagai pembawa bendera. Yang tidak kalah pentingnya, inspektur upacaranya Pak Kapolres. Luar bisa berjalan dengan baik, lancar, dan ini menunjukkan pengakuan NKRI harga mati," tandas Fadeli.
Pun begitu dengan Ali Fauzi. Jebolan anggota Specialist Elite Force Moro Islamic Leberation Front (MILF) ini mengatakan, selain anak Amrozi, tim pengibar Bendera Merah Putih juga dilakukan oleh salah satu pelaku teror di Poso.
"Di acara HUT RI ke 72, di Indonesia baru pertama kali mantan napi teroris, mantan kombatan yang kemudian hormat pada bendera, menyanyikan Indonesia Raya. Bahkan salah satu pengibar bendera ada bermasalah di kakinya, masih ada pelornya, masih ada pelurunya karena pernah baku tembak dengan polisi di Poso," terang Ali fauzi.
Diceritakan, pada moment istimewa itu, anak terpidana mati kasus bom Bali jilid satu tersebut, setelah sembilan tahun 'mengharamkan' dirinya hormat kepada bendera negaranya, kini bersedia kembali mengangkat tangan: hormat kepada merah putih.
Zulia Mahendra begitu dendam kepada negaranya yang telah menghukum mati ayahnya sebagai seorang teroris pada 2008. Tak sekadar membenci, bahkan Zulia membentangkan spanduk bertuliskan: Akan aku lanjutkan perjuangan abi (ayah). Tapi kini semuanya berubah, anak Amrozi yang akrab disapa Hendra itu sudah sadar dan tinggal di YLK bentukan mantan napi teroris dan kombatan di Desa Tenggulun.
Bagi Zulia, tak mudah melepaskan diri dari dendam kesumatnya itu. Dan baru satu tahun lalu dia berhasil lepas dari luka akibat kematian sang ayah berkat bimbingan pamannya, Ali Fauzi. "Nah, di momen upacara 17 Agustus-an kemarin Hendra bertugas mengibarkan bendera bersama dua anak mantan teroris lainnya, yaitu Syaiful Arif dan Khoerul Mustain. Sekarang Hendra sudah tak punya dendam pada negaranya dan mau angkat tangan hormat pada Sang Merah Putih," tandas Ali Fauzi.