Adhie Massardi: Penetapan status tersangka komisioner KPK ilegal
Pimpinan KPK hanya bisa dijadikan tersangka apabila tindak pidana yang dituduhkan terjadi saat bertugas di KPK.
Semua komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa dijadikan tersangka, apalagi dipidana, atas dugaan atau tuduhan telah melakukan tindak pidana yang diduga dilakukan yang bersangkutan sebelum terpilih dan menjabat sebagai komisioner KPK.
"Makanya, terkait penetapan pimpinan KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Mabes Polri, serta kemungkinan hal yang sama terjadi pada komisioner KPK lainnya (Abraham Samad, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain) karena diadukan juga ke Bareskrim Mabes Polri, harus dianggap ilegal karena melanggar azas kepatutan dan mengada-ada," kata koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi melalui siaran pers, Sabtu (7/2) di Jakarta.
Menurut jubir presiden era Gus Dur ini, komisioner KPK hanya bisa dijadikan tersangka apabila tindak pidana yang dituduhkannya dilakukan pada saat yang bersangkutan menjabat komisioner KPK.
"Pada kondisi seperti itulah pasal 33 ayat 2 UU No 30/2002 Tentang KPK (yang berbunyi: Dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya) bisa diberlakukan.
"Kalau tidak, setiap saat mereka gampang disuruh mundur oleh orang-orang yang memiliki kewenangan memberikan status tersangka. Kalau tidak terbukti memang bisa kembali menjabat. Tapi kan untuk menangkis tuduhan itu, memerlukan waktu panjang dalam proses pengadilannya.
Sebab, jelas Adhie, bukankah panitia seleksi calon pimpinan KPK (2011-2015) yang dipimpin Menkum HAM (waktu itu) Patrialis Akbar telah memberi kesempatan cukup lama kepada masyarakat guna melaporkan kemungkinan adanya tindak pidana atau perbuatan tercela yang pernah dilakukan para kandidat itu.
"Kita ingat, Menkum HAM mengumumkan 8 (delapan) kandidat pimpinan KPK pada 18 Agustus 2011 untuk fit and proper test di DPR. Sedang Komisi Hukum DPR baru menetapkan empat (4) pimpinan KPK terpilih pada pekan pertama Desember, dan Presiden melantiknya seminggu kemudian (16/12/11)."
"Karena masyarakat sudah diberi cukup waktu untuk mengoreksi hasil seleksi pansel, maka cukup alasan bagi komisioner KPK untuk memperoleh impunity (kekebalan hukum) atas perbuatan tercela maupun pelanggaran hukum yang kemungkinan terjadi/dilakukan pada saat sebelum terpilih."
"Ini penting agar mereka tidak disandera (blackmail) oleh kasus-kasus lama sehingga mengganggu konsentrasi dan komitmen dalam menegakkan hukum. Kalau memang pelanggaran hukumnya serius, bisa dilakukan tindakan hukum setelah mereka selesai masa jabatannya. Apabila khawatir terganjal oleh tenggat waktu (kedaluwarsa) yang bisa menggugurkan proses hukum, maka masa tugasnya (di KPK) bisa saja dianggap tidak berlaku."
Tapi, menurut Adhie, aparat penegak hukum sebenarnya bisa mempidana orang-orang yang mengadukan tindak pidana pimpinan KPK atas perbuatan yang dilakukan jauh sebelum menjabat, padahal mereka tahu sejak masih dalam proses seleksi, maka mereka bisa didakwa melanggar KUHP pasal 165 (menutup-nutupi kejahatan). Apalagi bila melaporkannya setelah terlapor sudah bertahun-tahun menjadi komisioner KPK.
"Perlakuan yang sama (impunity seperti komisioner KPK) seharusnya diberikan juga kepada para komisioner Komite Pemilihan Umum )KPU), Komisi Yudisial (KY) dan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), yang rawan di-blackmail, karena keputusannya sangat strategis," pungkas Adhie.
Baca juga:
Aksi dukung KPK lewat senandung 'Protes Orang Pinggiran'
Tokoh lintas agama dan buruh doakan KPK semakin kuat
Jimly Asshiddiqie: Ancaman mogok staf KPK jangan dianggap sepele
Ratusan buruh dukung KPK
Gerindra: KMP bersikap usai Jokowi ambil keputusan soal KPK vs Polri
Mahfud MD temui Abraham Samad dkk bahas kisruh KPK-Polri
-
Apa yang diharapkan dari kolaborasi KPK dan Polri ini? Lebih lanjut, Sahroni tidak mau kerja sama ini tidak hanya sebatas formalitas belaka. Justru dirinya ingin segera ada tindakan konkret terkait pemberantasan korupsi “Tapi jangan sampai ini jadi sekedar formalitas belaka, ya. Dari kolaborasi ini, harus segera ada agenda besar pemberantasan korupsi. Harus ada tindakan konkret. Tunjukkan bahwa KPK-Polri benar-benar bersinergi berantas korupsi,” tambah Sahroni.
-
Siapa yang mengapresiasi kolaborasi KPK dan Polri? Terkait kegiatan ini, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni turut mengapresiasi upaya meningkatkan sinergitas KPK dan Polri.
-
Apa yang jadi dugaan kasus KPK? Pemeriksaan atas dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN Bupati Sidoarji Ahmad Muhdlor Ali diperiksa KPK terkait kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.
-
Mengapa kolaborasi KPK dan Polri dalam pemberantasan korupsi dianggap penting? Ini kerja sama dengan timing yang pas sekali, di mana KPK-Polri menunjukkan komitmen bersama mereka dalam agenda pemberantasan korupsi. Walaupun selama ini KPK dan Polri sudah bekerja sama cukup baik, tapi dengan ini, seharusnya pemberantasan korupsi bisa lebih garang dan terkoordinasi dengan lebih baik lagi,” ujar Sahroni dalam keterangan, Selasa (5/12).
-
Kapan Polri mengatur pangkat polisi? Hal itu sesuai dengan peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2016 tentang Administrasi Kepangkatan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
-
Siapa yang melaporkan Dewan Pengawas KPK ke Mabes Polri? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara perihal Nurul Ghufron yang melaporkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK ke Bareskrim Mabes Polri dengan dugaan pencemaran nama baik.