Adian Napitupulu: Jangan-jangan Harun Masiku Korban Iming-iming
Politikus PDIP Adian Napitupulu melihat, yang menimpa koleganya Harun Masiku yakni kasus penipuan. Dia menduga, Harun kena tipu karena diimingi bisa menjadi anggota DPR dengan menyerahkan sejumlah uang.
Politikus PDIP Adian Napitupulu melihat, yang menimpa koleganya Harun Masiku yakni kasus penipuan. Dia menduga, Harun kena tipu karena diimingi bisa menjadi anggota DPR dengan menyerahkan sejumlah uang.
"Jangan-jangan dia (Harun) korban iming-iming. Harun Masiku pegang putusan MA, dia punya hak menjadi anggota DPR, dia mendapat hak dari keputusan partai berdasarkan putusan MA. Lalu dia tunggu haknya diberikan oleh KPU, tapi tidak diberikan," kata Adian dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (19/1).
-
Apa yang diputuskan DKPP terkait Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan jajarannya? Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran menanggapi soal putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari dan jajaran melanggar kode etik terkait penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming sebagai cawapres.
-
Siapa yang diperiksa oleh KPK terkait kasus Harun Masiku? Perburuan Harun Masiku kini menyasar ke Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Pemeriksaan Hasto setelah penyidik sempat memeriksa seorang mahasiswa Melita De Grave dan Simon Petrus yang berprofesi sebagai pengacara.
-
Kapan DKPP menjatuhkan sanksi kepada Ketua KPU? DKPP menjelaskan, pelanggaran dilakukan Hasyim terkait pendaftaran pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023.
-
Apa sanksi yang dijatuhkan DKPP kepada Ketua KPU? Akibat pelanggaran tersebut, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras dan yang terakhir kepada Hasyim.
-
Bagaimana Ketua KPU Hasyim Asy'ari diberhentikan? DKPP juga mengabulkan pengaduan pengadu seluruhnya. Hasyim Asy'ari sebelumnya dilaporkan seorang wanita anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda berinisial CAT ke DKPP.
-
Siapa yang melaporkan Ketua KPU Hasyim Asy'ari? Hasyim Asy'ari sebelumnya dilaporkan seorang wanita anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda berinisial CAT ke DKPP.
Menurut Adian, Harun mendapat rekomendasi dari PDIP untuk menggantikan Caleg terpilih PDIP yang meninggal Nazaruddin Kiemas. Hal itu berdasarkan putusan MA yakni parpol berhak memilih caleg untuk menggantikan caleg terpilih yang meninggal, namun ditolak KPU.
"Ketika Nazaruddin Kiemas meninggal, suaranya untuk siapa? MA kan menyebut itu keputusan partai. PDIP rapat, bahwa Harun menerima limpahan (suara dari Nazaruddin) itu. Lalu KPU melawan itu, KPU tak mengikuti keputusan MA," kata Adian.
Menurut Adian, wajar saja jika Harun yang mendapat rekomendasi dari PDIP untuk menjadi anggota DPR terus berjuang. Hanya saja, menurut Adian cara yang dilakukan Harun salah.
"PDIP tidak akan meminta Harun (menggantikan Nazaruddin) kalau tidak ada putusan dari MA itu," kata Adian.
Dari berbagai polemik tersebut, Adian meminta MA untuk muncul ke publik menjelaskan hal tersebut. Sebab, menurut Adian, KPU tak mau menjalankan keputusan MA terkait kasus Harun yang menggantikan Nazaruddin.
"Jadi MA harus bicara, ada atau tidak pembangkangan dari KPU? Bicara, ngomong," Adian menegaskan.
Sementara itu di tempat yang sama, Pakar Hukum Pidana Yenti Ganarsih juga menilai, apa yang menimpa Harun Masiku merupakan penipuan. Lantaran putusan KPU adalah kolektif kolegial.
Terlebih, dalam hal ini, KPU menyatakan Harun tidak bisa menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal untuk menjadi anggota DPR.
Yenti mengatakan, ada kemungkinan oknum KPU meminta uang kepada Harun agar menjadi legislator DPR. Padahal sudah jelas KPU akan menolak Harun.
"Kalau penipuan memang 378 KUHP, ada inisiatif dari penipu yang menawarkan dan mengiming-imingi (Harun menjadi anggota DPR dengan mengeluarkan uang)," ujar Yenti.
Menurut Yenti, diduga Wahyu meyakinkan Harun bisa menjadi anggota DPR jika mau mengeluarkan uang. KPK menyebut bahwa Wahyu meminta Harun menyiapkan Rp 900 juta jika ingin menjadi anggota DPR.
Namun kesalahan Wahyu karena menuruti permintaan tersebut. Memberikan uang kepada Wahyu untuk menjadi anggota DPR adalah tindak pidana suap.
"Ada korupsinya, karena yang bersangkutan (Wahyu) merupakan penyelenggara negara," kata Yenti.
Reporter: Fahcrur Rozie
Sumber: Liputan6.com
(mdk/rnd)