Ahli Balistik: Ada Serpihan Peluru Kaliber 9mm di Jaringan Otak Jenazah Brigadir J
Menurut Arif, temuannya didasarkan pada hasil autopsi jenazah Brigadir J yang diserahkan penyidik Polres Metro Jakarta Selatan yang memuat adanya sebanyak 1 anak peluru dan 3 serpihan peluru pada jenazah.
Ahli Balistik Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri, Arif Sumirat mendapatkan adanya serpihan peluru yang berada di jaringan otak jenazah Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J saat tewas di rumah dinas Ferdy Sambo, pada Jumat (8/7).
"Serpihan peluru pertama dari jaringan otak, ada jaket anak peluru dan timbal bentuknya kecil sekali, yang satu lagi dari pipi," kata Arif saat sidang di PN Jakarta Selatan, Rabu (14/12).
-
Apa sanksi yang diterima Ferdy Sambo? Ferdy Sambo diganjar sanksi Pemecetan Tidak Dengan Hormat IPTDH).
-
Siapa Brigadir Jenderal Sahirdjan? Bapak Itu Brigadir Jenderal Sahirdjan, Guru Besar Akademi Militer!
-
Siapa yang memimpin Sidang Kode Etik Polri untuk Ferdy Sambo? Demikian hasil Sidang Kode Etik Polri yang dipimpin jenderal di bawah ini: As SDM Polri Irjen Wahyu Widada.
-
Siapa Fredy Pratama? "Enggak (Tidak pindah-pindah) saya yakinkan dia masih Thailand. Tapi di dalam hutan," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa, Rabu (13/3).
-
Siapa yang berperan sebagai Fadil di sinetron Bidadari Surgamu? SCTV dikenal sebagai salah satu stasiun televisi swasta yang secara konsisten menyajikan tayangan hiburan berupa sinetron berkualitas. Salah satu sinetron andalan SCTV yang digandrungi penonton adalah Bidadari Surgamu. Cerita cinta yang diangkat dalam sinetron ini berhasil menarik perhatian penonton setia layar kaca. Kesuksesan sinetron Bidadari Surgamu ini juga tak lepas dari kehadiran aktor dan aktris muda ternama. Salah satunya adalah Yabes Yosia yang berperan sebagai Fadil.
-
Siapa yang berhaji bersama Fadil Jaidi? Selebriti Fadil Jaidi, Usia 30 Tahun, Berhaji Bersama Keluarga.
Kendati demikian, Arif tak bisa menjelaskan jika serpihan peluru yang ada di jaringan otak berasal dari senjata apakah Glock 17 maupun HS-19. Sebab, serpihan peluru berbentuk sangat kecil sehingga hanya bisa disimpulkan berasal dari peluru berkaliber 9 milimeter.
"Untuk serpihan kita tidak bisa membedakan antara Glock atau HS. Tapi kita bisa simpulkan itu kaliber 9 milimeter," lanjut dia.
Menurut Arif, temuannya didasarkan pada hasil autopsi jenazah Brigadir J yang diserahkan penyidik Polres Metro Jakarta Selatan yang memuat adanya sebanyak 1 anak peluru dan 3 serpihan peluru pada jenazah.
"Untuk serpihan tidak bisa kita bandingkan, bentuknya sangat kecil karena tidak ada garis-garis kecil. Yang bisa kita bandingkan, satu anak peluru yang kita temukan di punggung. Kita bandingkan dengan Glock 17 dan itu identik," jelasnya.
Kemudian, Arif menjelaskan jika serpihan peluru yang terdapat pada jaringan otak Brigadir J hanya bisa diidentifikasi dari peluru berkaliber 9 milimeter. Sementara untuk bagian tubuh terkonfirmasi dari senjata Glock- 17.
"Yang bisa kita bandingkan adalah anak peluru yang tertinggal di punggung hasil autopsi, Yang Mulia. Itu kita bandingkan dan itu identik dengan Glock, Yang Mulia," kata Arif.
Adapun Arif, memastikan jika antara senjata Glock-17 dan HS-19 memiliki karakteristik yang berbeda dengan proyektil bentuk hasil tembakan peluru dari dua senjata tersebut.
"Tidak bisa karena bentuknya kecil sekali. Kita tentukan dari galangan dan dataran yang terbentuk dari proyektil peluru. Itu berbeda, peluru glock berbentuk poligonal cuma tak terbentuk batasannya, tak terbentuk sudut. Untuk HS konvensional terbentuk galangan dan dataran. Jadi tidak bisa diidentifikasi," ungkap dia.
"Itu bentuknya serpihan yang mulia, jadi tidak bisa melihat itu polygonal (Glock 17) atau konvensional (HS). Kita tidak bisa melihat berasal dari senjata mana, tidak terbentuk dataran dan galangan. Di tubuh korban tidak terlihat," tambah dia.
Sekedar informasi jika kehadiran Arif adalah sebagai saksi ahli dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J, atas terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Maruf yang hadir langsung. Serta Richard Eliezer alias Bharada E yang hadir secara virtual.
Mereka didakwa turut secara bersama-sama didakwa sebagaimana terancam Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP yang menjerat dengan hukuman maksimal mencapai hukuman mati.
(mdk/ded)