Ajukan banding, Suryadharma Ali siap hadapi konsekuensi
Walau biasanya setelah pelimpahan di Pengadilan Tinggi dihukum lebih berat.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor telah menjatuhkan vonis 6 tahun penjara terhadap mantan Menteri Agama Suryadharma Ali terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan haji. Tak terima dengan vonis itu, mantan ketua umum PPP itu akan mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (15/1), untuk kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi DKI.
Kuasa hukum Suryadharma Ali, Humphrey Djemat mengaku percaya dengan sistem pengadilan di Indonesia. Walau biasanya setelah pelimpahan di Pengadilan Tinggi dihukum lebih berat.
"Jangan kita lihat begitu. Kita harus percaya sama sistem pengadilan kita. Walaupun kelihatannya banyak kasus seperti itu tapi kan tidak bisa disamakan dengan kasus Surya," ucapnya melalui pesan teks, Rabu (13/1).
Tak hanya percaya dengan putusan di Pengadilan Tinggi, Suryadharma juga akan siap untuk menghadapi konsekuensi apapun terlebih jika hak politiknya dicabut.
"Semua memang ada konsekuensinya. Tapi begini, dari segi strategi pembelaan jaksa itu banding kalau banding dia akan mengutarakan argumentasi bahwa sebenarnya pak SDA harus dihukum lebih berat dan tidak enam tahun," bebernya.
"Walaupun dia akan ambil alasan hukum apa. Nah kita kalau tidak banding itu berarti menerima, tinggal menjawab apa yang jaksa ajukan. Kita enggak bisa mempersoalkan kalau tidak banding ya. Kalau banding, kita bisa persoalkan yang diputuskan oleh pertimbangan hakimnya sehingga sama-sama mempersoalkan," lanjutnya.
Tak hanya pihak Suryadharma yang akan mengajukan banding. Sebab, KPK juga berencana mengajukan banding terkait putusan hakim yang menjatuhkan Suryadharma dengan pidana enam tahun penjara.
"Biasanya kalau jauh dari dua pertiga tuntutan, KPK akan banding," kata Wakil Ketua KPK La Ode M Syarif, Selasa (12/1).
Laode juga menyatakan belum ada keputusan resmi dalam merespons vonis Suryadharma tersebut.
"Untuk saat ini belum ada keputusan resmi terkait banding tersebut," pungkasnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim memvonis Suryadharma dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta. Suryadharma terbukti melakukan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013.
Vonis Majelis Hakim Tipikor Jakarta ini lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK yang menuntut SDA 11 tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana dengan selama 6 tahun dan denda Rp 300 juta bila tidak dibayar diganti dengan 3 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Tipikor Jakarta, Aswijon, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (11/1).
Hakim Aswijon juga meminta Suryadharma mengganti kerugian negara sebesar RP 1,8 miliar.
Baca juga:
Korupsi dana haji, Suryadharma Ali divonis 6 tahun penjara
Hakim vonis SDA 6 tahun penjara, KPK pertimbangkan banding
Kasus pengelolaan haji SDA, KPK akan usut keterkaitan anggota DPR
Divonis 6 tahun bui, Suryadharma sindir pengadilan atas nama Allah
-
Siapa artis yang memiliki keturunan dari Keraton Kasunanan Surakarta? Maia Estianty, seorang musisi ternama dan pengusaha sukses, mewarisi kekayaan sejarah keluarganya. Ia adalah cucu dari salah satu tokoh sejarah Indonesia yang terkemuka, HOS Cokroaminoto, dan memiliki keturunan dari Keraton Kasunanan Surakarta.
-
Siapa Raja Ali Haji? Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad atau dikenal dengan nama pena Raja Ali Haji lahir di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau pada tahun 1808 silam.
-
Kapan Adi Suryanto meninggal? Kabar duka datang dari salah satu instansi pemerintah, Lembaga Administrasi Negara (LAN). Kepala LAN, Prof Dr. Adi Suryanto, meninggal dunia di Yogyakarta pada Jumat (15/12).
-
Kapan Marsekal Suryadarma meninggal? Saking Lurusnya, Rumah Yang Ditempatinya Belum Lunas Saat Suryadarma Meninggal Tahun 1975.
-
Siapakah Ki Ageng Suryomentaram? Walaupun terlahir dari keluarga ningrat, Ki Ageng Suryomentaram (1892-1962) memilih jalan hidupnya dengan menjadi rakyat jelata.
-
Kapan Raja Ali Haji menulis Gurindam Dua Belas? Kebijaksanaan Lokal Gurindam Dua Belas yang ditulis pada tahun 1847 ini merupakan kebijkasanaan lokal atau local wisdom masyarakat Melayu-Bugis.