Akankah Setya-Fadli terjungkal dari pucuk pimpinan DPR karena Trump?
Sikap keduanya menghadiri jumpa pers Donald Trump dikritik habis-habisan.
Kehadiran Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, dalam jumpa pers salah satu kandidat presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald John Trump, dinilai telah melecehkan harkat dan martabat Indonesia. Meski keduanya berdalih hanya kebetulan bertemu, tetapi sebagai pimpinan DPR dan diperkenalkan kepada publik AS oleh Trump, hal itu dinilai telah melanggar etika jabatan sebagai pimpinan parlemen.
Tak hanya memberikan kritik, sejumlah anggota DPR bahkan melaporkan keduanya ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), dan meminta mereka dicopot dari kursi pimpinan DPR RI dengan tuduhan melanggar etika jabatan DPR.
Menurut pengamat politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, kemunculan Setya dan Fadli dalam acara itu memberi kesan kuat adanya dukungan bagi Trump. Hal itu, kata dia, tentu saja sangat tidak pantas dan menjadi pertanyaan kenapa keduanya nekat hadir dalam acara tak tercantum dalam agenda kunjungan.
"Saya menilai kehadiran keduanya tak pantas karena kegiatan Donald Trump adalah aktivitas politik. Sebagai aktivitas politik, peran simbol menjadi sangat penting. Kehadiran mereka membawa pesan simbolik dukungan keduanya bagi Donald Trump," kata Lucius ketika dihubungi merdeka.com di Jakarta, kemarin.
Bagi Lucius, sorotan negatif publik atas keberadaan keduanya dalam acara Donald Trump justru menjadi suatu pertanyaan serius. Masyarakat, kata dia, tentu saja tidak akan mempersoalkan hal itu jika saja Setya tidak diperkenalkan sebagai Ketua DPR RI oleh Trump.
"Nah masalahnya, mereka berada dalam ruangan konferensi pers dengan atribut yang diumumkan secara gamblang bahwa Setya Novanto adalah pejabat publik dari Indonesia," ujar Lucius.
Agenda pimpinan DPR ke AS menurut Lucius tentu bukan buat menghadiri acara Donald Trump. Meski capres yang terkenal lugas itu menanamkan modalnya di Indonesia, keberadaan Setya dan Fadli juga dinilai Lucius sebagai sebuah pelanggaran etika jabatan yang sangat serius.
"Setnov CS menggadaikan rakyat ketika bertindak atas nama rakyat, untuk sesuatu yang tidak berkaitan dengan kepentingan rakyat. Jika mereka berdalih dengan mengacu pada fungsi diplomatis maka juga tetap melanggar etika ketika agenda tidak dijadwalkan secara resmi," ujar pria kelahiran Manggarai, Nusa Tenggara Timur ini.
Saat ini, kasus kehadiran Setya dan Fadli dalam acara Trump dinilai sebagai pelanggaran kode etik oleh sejumlah anggota DPR. Mereka meminta keduanya dicopot dari jabatan sebagai ketua dan dan wakil ketua DPR. Hal yang sama dijelaskan Lucius. Kata dia, jika keduanya harus lengser dari jabatan sebagai pemimpin di DPR, hal itu tentu saja berdasarkan hasil penyidikan MKD.
"Kini sudah ada yang melapor ke MKD. Tugas MKD selanjutnya yang akan menguji kasus ini. Jika MKD menilai dugaan pelanggaran etis, maka bisa saja mereka yang hadir dalam konferensi pers Donald Trump akan direkomendasikan untuk dipecat. Tinggal parpol yang mengeksekusinya," lanjut Lucius.
Hal yang sama dikemukakan pengamat politik dari Lingkar Mardani, Ray Rangkuti. Menurut Ray, Setya, Fadli, dan para pejabat yang hadir dalam acara konferensi pers Trump pada nyatanya telah melanggar kode etik jabatan. Meski demikian, Ray menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada MKD apakah keduanya dicopot atau tidak dari jabatan mereka.
"Saya enggak pikir ke arah situ (digeser), tapi sebagai ketua pimpinan DPR layak enggak disebut? Dalam kode etik kan mereka harus jaga. Nah tinggal diselidiki di MKD," kata Ray.
Hal ini juga sangat disayangkan Ray. Sebab, kata Ray, Setya justru 'diperkenalkan seadanya' oleh Trump, yang jelas-jelas melecehkan harkat dan martabat Indonesia, tentu saja dilihat sebagai bentuk dukungan bagi capres yang terkenal kontroversial tersebut.
"Kenapa mereka bisa ngelak atau mereka ambil resiko kecil suruh dengan menyuruh Tantowi? Karena keberadaan mereka di tengah Trump itu ditafsir sebagai pendukung. Itu sama kita katakan sebagai dukungan karena keduanya diperkenalkan sebagai pimpinan DPR," ucap Ray.