Aktivis HAM meradang Jokowi pilih Sutiyoso jadi kepala BIN
Surat pencalonan mantan Wadanjen Kopassus itu telah dikirimkan Jokowi ke pimpinan DPR.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menunjuk Letjen TNI (Purn) Sutiyoso sebagai calon kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Surat pencalonan mantan Wadanjen Kopassus itu telah dikirimkan Jokowi ke pimpinan DPR.
Dalam waktu dekat, mantan Pangdam Jaya itu akan menjalani fit and proper test di DPR. Jika mulus, pria yang akrab disapa Bang Yos itu akan memimpin BIN menggantikan Letjen (Purn) Marciano Norman.
Namun, pencalonan Sutiyoso tersebut menuai polemik. Ada yang setuju, banyak pula yang tak sepakat Bang Yos dicalonkan menjadi kepala BIN.
Salah satu pihak yang keras bersuara menolak penunjukan Bang Yos adalah para aktivis Hak Azasi Manusia (HAM). Mereka tak setuju jika Jokowi menunjuk Bang Yos menjadi kepala BIN.
Sejumlah alasan dilontarkan mereka. Berikut ulasannya seperti dirangkum merdeka.com:
-
Siapa sosok di balik berdirinya Badan Intelijen Negara (BIN)? Zulkifli Lubis ialah sosok di balik terbentuknya Badan Intelijen Negara (BIN). Zulkifli Lubis memiliki peran penting dan menjadi dalang dibalik berdirinya Badan Intelijen Negara (BIN) di Indonesia.
-
Mengapa Try Sutrisno terpilih menjadi Wakil Presiden? MPR memilih Try menjadi Wakil Presiden RI mendampingi Soeharto, presiden terpilih saat itu.
-
Siapa yang menjadi Panglima TNI saat Jenderal Surono berjuang bersama Barisan Keamanan Raktay (BKR)? Saat Indonesia merdeka, Surono dan kawan-kawannya bergabung dengan Barisan Keamanan Raktay (BKR) di Banyumas. Di sinilah Surono selalu mendampingi Soedirman yang kelak menjadi Panglima TNI.
-
Siapa yang menurut Eko Listiyanto memegang peranan penting dalam keberhasilan BPN? Eko berharap dalam pembentukannya BPN dapat menemukan sosok atau figur yang tepat. Dengan demikian, keberhasilan BPN tidak hanya tergantung pada pembentukannya, tetapi juga pada kemampuannya untuk bertransformasi sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan negara.
-
Siapa yang terpilih sebagai anggota Dewan Provinsi Banten? Fadel Islami merintis karir politiknya sejak tahun 2021. Setelah setahun sebagai kader PAN, dia akhirnya mencalonkan diri dalam Pemilu 2024. Bacaleg PAN sejak pertengahan 2023, Fadel mulai kampanye di berbagai wilayah Provinsi Banten, didampingi oleh istri setianya, Muzdalifah.
-
Kapan Kolonel Barlian mengambil alih pemerintahan Sumatera Selatan? Setelah mendirikan Dewan Garuda selama kurang lebih setahun, Barlian mengumumkan melalui radio jika dirinya mengambil alih pemerintahan Sumatera Selatan.
Imparsial: Sutiyoso jadi Kepala BIN bentuk kemunduran
Direktur Program Imparsial Al-Araf menilai, pemilihan Letjen (Purn) Sutiyoso sebagai calon tunggal Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) oleh Presiden Jokowi adalah sebuah kemunduran di BIN itu sendiri. Pasalnya, Sutiyoso yang merupakan tamatan Akmil 1968 tersebut dinilai tidak akan mampu mereformasi BIN terkait masalah HAM di Indonesia.
"Ini kemunduran. Pengganti yang sekarang kan Akmil 68. Bagaimana ini? Seharusnya cari angkatan yang lebih baru. BIN dituntut untuk adakan reformasi. Lihat, Internasional masih sorot Indonesia mengenai kasus Munir," ujar Al Araf di Kantor Imparsial, Jl Tebet Utara II, Jakarta Timur, Kamis (11/6).
"Dalam pemilihan ini bukan soal kompetensi saja tapi juga masalah HAM di masa lalu dan reformasi intelijen negara," imbuh dia.
Imparsial nilai Sutiyoso warisan Orde Baru
Direktur Program Imparsial Al-Araf menilai, kemungkinan besar Sutiyoso tidak akan mampu melakukan perubahan-perubahan dalam tubuh BIN jika dilihat dari masa baktinya. Sebab, kata dia, Sutiyoso adalah warisan Orde Baru yang mana kecenderungan loyalitasnya lebih kepada pemerintah, bukan kepada negara.
"Situasi waktu itu kan intelijen lebih patuh kepada Soeharto daripada negara. Pak Sutiyoso ada dalam generasi tersebut," ujar Al Araf di Kantor Imparsial, Jl Tebet Utara II, Jakarta Timur, Kamis (11/6).
Di sisi lain, Al Araf menilai pemilihan Kepala BIN yang baru harus mampu menjadi mata dan telinga negara. Untuk analisis intelijen, tegas dia, harus mempertimbangkan segala aspek dan performa seorang Kepala BIN, bukan sekadar mengganti orang.
"Sayangnya, dengan diajukannya Sutiyoso syarat objektif diabaikan Presiden Jokowi," pungkas dia.
Imparsial duga Jokowi lakukan transaksi politik
Direktur Eksekutif The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) Poengki Indarti menilai, pemilihan Letjen (Purn) Sutiyoso sebagai calon tunggal Kepala BIN oleh Presiden Jokowi adalah sebuah transaksi politik.
"Dia kan pendukung Jokowi di masa pemilu. Partai lain sudah dapat jatah, sekarang PKPI," ujar Poengki usai mengadakan konferensi pers di Kantor Imparsial, Jl Tebet Utara II, Jakarta Timur, Kamis (11/6).
Menurutnya, dugaan kuat transaksi politik sangat bertentangan dengan janji Presiden Jokowi ketika kampanye pilpres lalu. Dalam kampanye itu, kata Poengki, Presiden Jokowi berjanji tidak akan membagi kekuasaan dan mengambil sosok berdasarkan kinerja yang baik.
"Pak Jokowi enggak profesional. Dulu dia berjanji enggak akan bagi kekuasaan. Sekarang apa? NasDem sudah ada menteri. Hanura, PDIP dan PKB juga dapat. Sekarang kan PKPI," Lanjut dia.
Bentuk ketidakprofesionalan Presiden Jokowi dinilai Poengki bertentangan dengan gagasannya yang tertuang dalam Nawa Cita. Kata dia, Sutiyoso yang merupakan politisi aktif tidak boleh menjadi kepala BIN karena akan menimbulkan ruang politisasi ke depannya di tubuh BIN.
"Dalam Nawa Cita ada tuh tentang kerja profesional. Nah sekarang ada politisi masuk jadi KaBin. Di mana Nawa Citanya?" pungkas dia.
Imparsial sebut Sutiyoso tak layak jadi kepala BIN karena kasus HAM
The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) menilai Letjen (Purn) Sutiyoso tidak layak menjadi Kepala BIN. Bagi Imparsial, catatan negatif masa lalu seperti pelanggaran HAM dan lama berkecimpung di dunia politik menjadi poin yang disoroti untuk mendesak Presiden Jokowi tidak menunjuk Sutiyoso sebagai Kepala BIN yang baru.
"Pencalonan Sutiyoso oleh presiden mengabaikan track record yang dianggap buruk dalam bidang HAM. Dugaan keterlibatan Sutiyoso dalam kasus pelanggaran HAM semestinya digunakan sebagai dasar untuk menentukan layak atau tidak. Pada saat dia jadi Pangdam Jaya terjadi kasus penyerangan Kantor PDI di Jakarta yang dikenal sebagai peristiwa 27 Juli 1996 dan terdapat dugaan pelanggaran HAM dalam peristiwa itu," ujar Direktur Eksekutif Imparsial, Poengki Indarti dalam konferensi pers di kantor Imparsial, Jl Tebet Utara II, Jakarta Timur, Kamis (11/6).
Menurutnya, Sutiyoso yang merupakan ketua umum PKP Indonesia akan menempatkan BIN dalam ruang politis. Seharusnya, Presiden Jokowi memilih Kepala BIN bukan dari parpol untuk menghindari potensi politisasi BIN.
"Dia kan sudah lama tidak kecimpung di intelijen. Dia malahan sudah lama di politik. Nanti BIN akan menjadi ruang politisasi. Presiden seharusnya pilih bukan orang parpol. Masih banyak kok yang lebih mampu," papar dia.
Presiden Jokowi memilih Sutiyoso berdasarkan track recordnya di intelijen. Manajer Riset Imparsial, Gufron Mabruri menilai, pemilihan Sutiyoso harus juga dilihat dalam konteks kegagalan Sutiyoso di masa lalu yang tidak mampu memberi rasa aman di Jakarta.
"Kenapa individu yang gagal ditempatkan pada ini. Pada waktu itu dia gagal memberi rasa aman bagi PDIP dan masyarakat waktu itu," papar Gufron.
KontraS: Sutiyoso enggak layak karena sudah tua
Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menolak Ketua Umum PKPI Letnan Jenderal (Purn) Sutiyoso untuk menjabat Kepala Badan Intelijen Negara. Menurut Koordinator KontraS Haris Azhar, Sutiyoso terlibat dalam peristiwa Kudatuli atau 27 Juli tahun 1996 lalu.
"Menurut saya, Sutiyoso enggak layak karena sudah usai tua. Sutiyoso juga dari Parpol pendukung," kata Haris di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (10/6).
Dia juga menilai mantan Gubernur DKI dua periode ini tak mempunyai kemampuan intelijen yang mumpuni. Oleh sebab itu, kata dia penunjukan Kepala BIN harus mempunyai kepemimpinan progresif yang dimiliki TB Hasanuddin dan mantan Kepala Bais TNI Laksamana Muda Soleman B Ponto.
"Kita kayak enggak punya orang lain saja. Padahal ada Soleman Ponto yang punya kemampuan maritim, dari sipil kita punya TB Hasanuddin," ujarnya.