Akui Surpres belum dikirim, Luhut yakin Jokowi sepakat revisi UU KPK
Luhut menegaskan pemerintah akan setuju dengan revisi UU KPK sepanjang ditujukan untuk memperkuat, bukan memperlemah.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Pandjaitan meminta maaf sebab sempat menyatakan Surat Presiden (Surpres) terkait revisi UU KPK telah dikirim ke DPR. Menurutnya pernyataan itu keliru.
Dalam perbincangan dengan beberapa wartawan di kediamannya Sabtu (20/2), Luhut menegaskan bahwa pemerintah akan setuju dengan revisi UU KPK sepanjang revisi tersebut ditujukan untuk memperkuat, bukan memperlemah. Selain itu, menurut Luhut, revisi UU ini pernah diinisiasi oleh pemerintahan sebelumnya, tetapi dia tak tahu mengapa tidak berlanjut.
Revisi yang akan dilakukan kali ini dinisiasi oleh DPR. Luhut mengingatkan bahwa pemerintah hanya akan menyetujui revisi UU tersebut sepanjang revisi tersebut sejalan dengan empat poin yang menurut pemerintah akan memperkuat KPK.
Dia berujar bahwa Presiden Jokowi sepakat dengan adanya Dewan Pengawas. Dewan ini sama fungsi nya dengan komisi etik. Mereka akan menegur para pimpinan yang dianggap melanggar etika dalam menjalankan tugas mereka di KPK.
"Anggota Dewan Pengawas akan dipilih langsung oleh presiden, bukan DPR. Mereka tentunya tokoh-tokoh yang punya kredibilitas, senior, tidak punya ambisi, dan terpercaya. Tidak benar jika dikatakan Dewan Pengawas ini akan mengerdilkan KPK. Presiden dengan tegas menyatakan masih membutuhkan KPK untuk menyelesaikan masalah korupsi di negara kita," kata Luhut dalam keterangan tertulisnya, Minggu (21/2).
Sedangkan mengenai penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), bagi Luhut hal ini diperlukan karena selama ini KPK tidak punya wewenang menerbitkan SP3. Dia memberi contoh, kalau seorang tersangka itu sudah meninggal atau sakit dan tidak mungkin lagi mengikuti proses hukum. Luhut menyampaikan bahwa SP3 dan Dewan Pengawas bukanlah hal baru, pada saat pembentukan komisi antirasuah ini, kedua hal itu pernah dibahas, tetapi dihapus pada saat-saat menjelang pembentukan.
"Harus ada keleluasaan KPK untuk menghentikan kasusnya. Kita tidak ingin KPK dituduh melanggar hak asasi manusia karena hal-hal tersebut. SP3 ini menjadi perangkat KPK untuk menghentikan penyelidikan. Kebijakan tersebut murni menjadi ranahnya ke lima pimpinan KPK. SP3 ini sama sekali tidak untuk melemahkan KPK," tuturnya.
Luhut menjelaskan bahwa tindakan penyadapan masih dalam kewenangan KPK, hanya saja kini mereka harus membuat Standar Prosedur Operasi (SOP) yang jelas. SOP ini dibutuhkan agar tidak terjadi kebablasan dalam melakukan penyadapan, di mana penyadapan dilakukan tanpa koordinasi dan tanggung jawab yang jelas di lingkungan internal KPK sendiri.
"Sekarang harus ada prosedurnya tidak seperti dulu lagi, dimana anggota KPK dapat langsung menyadap tanpa aturan internal yang jelas. Penetapan SOP ini sepenuhnya ditentukan oleh KPK," jelasnya.
Menyoal pengangkatan penyidik dan penyelidik independen, Luhut berujar bahwa hal ini merupakan permintaan langsung KPK sendiri. KPK ingin mempunyai penyidik independen yang bukan berasal dari kepolisian atau kejaksaan. Menurut Luhut, pemerintah memandang hal ini akan dapat memperkuat kinerja KPK.
Luhut juga menegaskan bahwa pemerintah tidak pernah menyatakan akan membatasi umur KPK hingga sampai 15 tahun atau mendesain bahwa penyadapan harus mendapat izin pengadilan. Dia juga mengatakan bahwa pemerintah akan mengambil sikap setelah DPR menyelesaikan sidang paripurna revisi UU KPK.
"Presiden dan Pemerintah saat ini masih menunggu hasil rapat paripurna tersebut. Setelah menerima hasil dari DPR tersebut Pemerintah akan mempelajarinya dan segera memberikan jawaban. Tentunya Pemerintah akan memegang teguh prinsipnya, yaitu bahwa revisi hanya sebatas empat poin yang telah disebutkan di atas. Kalau di luar empat poin itu, pemerintah tidak akan menyetujuinya. Seperti yang sudah dikatakan, pemerintah ingin memperkuat KPK," ungkapnya.